Aktivis LSM dan Wartawan Bukan Mafiyoso
By : CahNdeso
Sebelas tahun memasuki era reformasi, berbagai upaya dan kebijakan positif dilakukan oleh pemerintah, demi terwujudnya good government dan good governance. Diantaranya memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengawal jalannya roda pemerintahan melalui prosedur yang diatur dalam undang-undang. Dengan legilitas yuridis formal, masyarakat pun ramai-ramai membentuk lembaga swadaya dan mendaftarkan identitasnya pada instansi berwenang. Lembaga swadaya ini bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang selama puluhan tahun sudah tersistem di negeri ini. Integritas, akuntabilitas, dan manajemen pemerintahan yang baik serta fenomena pola pikir dan sikap dinamis yang proaktif dari seluruh lapisan masyarakat dan komponen bangsa di semua lini yang serempak dan kompak menentang kejahatan KKN, niscaya lambat tapi pasti sistem korup tersebut akan hengkang dari peta birokrasi dan pemerintahan.
Masyarakat Jawa Timur telah lama ikut aktif dalam upaya bangsa Indonesia dan masyarakat internasional untuk pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003); Oleh sebab itu, pemerintah Jawa Timur membuka pintu bagi tumbuh dan berkembangnya lembaga independen, berwatak anti korupsi, kredibel dengan integritas yang murni memperjuangkan kepentingan masyarakat, serta mampu menjaring dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam upaya menegakkan citra pemerintah, sekaligus melakukan kontrol yang sistematis berdasarkan peraturan dan hukum terhadap semua kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hajat hidup dan kepentingan masyarakat. Baik lembaga lokal, regional, maupun nasional dan internasional, dengan wilayah kerja dan ruang gerak operasional region Jawa Timur ataupun hanya terbatas di daerah kabupaten/kota.
Bermunculanlah LSM yang berlindung di bawah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Bab V tentang Peran Serta Masyarakat, Pasal 41 dan 42 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150), dengan aturan pelaksanaannya PP Nomor 71/2001; Di wilayah se-eks Karesiden Kediri saja kira-kira tercatat lebih dari 280 lembaga.
Banyaknya lembaga swadaya masyarakat yang nota bene “anti KKN” tersebut, logikanya tentu akan membuat para penyelenggara negara jadi keder dan tidak akan berani gegabah melakukan KKN. Terlebih lagi dengan keterbukaan informasi dan globalisasi di segala bidang, yang antara lain memberikan porsi yang layak bagi koorporasi media massa untuk ikut serta mengawal jalannya pemerintahan, sebagai sosial kontrol. Para koruptor yang bertopeng birokrat dan legislator atau bermuka penegak hukum, merasa gerah, gelisah dan tak nyenyak dalam tidurnya. Namun pada kenyataannya, masyarakat melihat fenomena baru dalam dinamika sosial maupun politik dan pemerintahan kita.
Konspirasi dan Bargaining
Semenjak orde baru mafia peradilan sudah ada mulai dari tingkat bawah hingga yang paling puncak. Upaya pemberantasan senantiasa digembar-gemborkan dan dijanjikan oleh setiap penguasa di era reformasi. Kendati demikian, praktek semacam ini terindikasi masih terjadi. Sehingga ada saja kasus pidana atau kriminal yang melibatkan pejabat di suatu daerah, bila diadili di wilayahnya, akan berakhir sangat manis bagi sang pejabat. Atau, meskipun kasus tersebut sudah ditangani oleh peradilan yang lebih tinggi, dapat saja diredam alias dipetieskan, dengan deal-deal atau negosiasi dan bargaining antar pejabat terkait.
Dalam hal LSM dan koorporasi media massa, sebagai sebuah “power” pengontrol kebijakan pemerintah, utamanya yang masih terhitung baru dan belum mempunyai reputasi, memang nampak sangat tidak professional. Aktivis LSM dan wartawan papan bawah (saya tidak menyebut LSM “bodhong” atau wartawan tanpa surat kabar), umumnya mereka adalah generasi yang berani, kreatif dan mampu memanfaatkan peluang untuk hidup, serta membonceng sistem yang selama ini berlaku dalam birokrasi dan pemerintahan di daerah hingga pusat. Tanpa bekal ilmu dan keahlian (propfesionalisme) di bidangnya, mereka terjun dan mencoba berkontribusi bagi gerakan anti KKN. Demi memuluskan operasinya, mereka membangun agregasi dan berkonspirasi dengan oknum polisi dan oknum dari kejaksaan. Sang wartawan berusaha melobbi atasannya agar berita-berita yang dikirim bisa tayang, sang aktivis menemui pejabat yang terindikasi korup untuk memperlihatkan konsep “somasi”nya. Kemudian melakukan gebrakan yang menggetarkan lutut pejabat tersebut. Sang pejabat pasti jadi keder dan pada akhirnya terpojokkan serta bersedia melakukan bargaining. Sebab, oknum polisi dan oknum dari kejaksaan juga membuat ulah seakan “somasi” aktivis LSM itu akan diproses lebih lanjut. Tidak jarang agregasi ini memanfaatkan berita kasus korupsi yang diekspos suatu media untuk sekedar melegitimasi tingkah polah mereka.
Fenomena di atas sering menjadi wacana di kalangan aktivis LSM dan wartawan papan atas (mereka umumnya institusi dan koorporasi media massa yang professional dengan reputasi terpuji). Sebuah fenomena yang sekilas seakan merusak citra perjuangan Bangsa ini untuk memerangi KKN. Diakui atau tidak, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di daerah-daerah masih tegar dan barangkali justru kian tersistem semenjak otonomi daerah diterapkan. Kehadiran agregat maupun konspirasi aktivis LSM dan wartawan papan bawah sebenarnya cukup membantu untuk mengendalikan laju gerakan KKN di daerah-daerah (Kabupaten/Kotamadya). Dengan ketegaran dan keberanian mereka, para pejabat daerah yang korup, paling tidak akan pikir-pikir untuk sembarangan “menggasak” harta Negara. Hanya saja, kebanyakan agregat aktivis tersebut terkadang lupa diri dan bertindak di luar kontrol. Seharusnya, apapun yang mereka lakukan, hukum dan peraturan di nomor satukan, kepentingan Negara dan masyarakat didahulukan, etika dan moral tetap dijunjung tinggi, integritas dan akuntabilitas institusi-nya dipertahankan.
Tumbuh suburnya LSM dan koorporasi media massa di era reformasi adalah hal menggembirakan. Munculnya para pelaku yang memanfaatkan institusi tersebut untuk hidup, tidak bisa di salahkan. Para aktivis dan wartawan umumnya adalah SDM yang berkualitas dengan pendidikan yang lumayan. Pemerintah semestinya juga bertanggung jawab, bila kemudian sering terjadi kasus pemerasan oleh para aktivis LSM atau wartawan papan bawah. Sendainya, peluang untuk mengais rejeki tersedia dan sesuai dengan status mereka, mereka tidak akan sudi melakukan hal-hal yang negatif itu. Apalagi bila karena ulah mereka itu, sampai berakibat fatal bagi masa depannya sendiri, atau harus berurusan dengan yang berwajib karena melanggar hukum. Mereka bukan mafiyoso, mereka tidak berada dalam sebuah organisasi semacam itu. Konspirasi terjadi hanya karena ada peluang, ada sasaran yang pantas dan mereka memiliki kebutuhan yang sama. Andai pengangguran diminimalisir, niscaya kejahatan dan tindak tak etis dari segolongan masyarakat dapat dicegah.
Kepedulian Pemerintah
Abad ini dan di masa depan, setiap orang memerlukan integritas dan pengakuan, juga mengharuskan kita untuk porofesional. KKN tidak akan dengan mudah terkikis dari Bumi Pertiwi apabila penyelenggara Negara memiliki integritas buruk dan tidak professional. Demikian pula dengan masyarakat kita. Oleh sebab itu, pemerintah sebaiknya lebih gencar mensosialisasikan asas keterbukaan dan tanggung jawab, partisipatif dan akuntabel, pada seluruh elemen masyarakat. UU dan peraturan pelaksanaan anti KKN harus dibarengi dengan sikap, tindakan dan kebijakan yang memberikan kepastian, sehingga masyarakat tidak selalu berpraduga negatif.
Para aktivis dan wartawan papan bawah harus dibina, bahkan bila perlu sampai mereka yang tergolong papan atas. Pendekatan yang persuasif diiringi dengan workshop pembinaan pengetahuan dan kepedulian terhadap upaya mengontrol kebijakan pemerintah dan penjelasan tentang anggaran, misalnya, sejak awal proses perencanaan hingga implementasinya dalam pembangunan. Jangan sampai terjadi para aktivis LSM yang “berdarah muda” naik pitam gara-gara eksistensi mereka tidak digubris. Proaktif dan tegas dalam birokrasi merupakan indikasi awal “bersihnya” sebuah kebijakan pemerintah. Sebaliknya, birokrasi yang berbelit-belit dan lamban, menunjukkan adanya intrik-intrik yang dapat memicu syak-wasangka negatif. Pemerintah yang baik justru menganggap kehadiran mereka sebagai mitra mawas diri ketimbang memandangnya sebagai momok.
Dari sekian banyak LSM anti KKN yang ada dan terdaftar di daerah-daerah, mungkin hanya beberapa dari lembaga ini yang sudah membekali anggotanya dengan tata cara dan prosedur untuk mengajukan sebuah somasi. Pengertian mereka tentang hukum pidana dan korupsi masih tambal sulam, baik dengan pendekatan evolusioner, global maupun kompromi antara keduanya. Nilai-nilai agamis dan adat, bersifat modern dan sesuai pula dengan nilai-nilai, yang berkait dengan tugas dan fungsi LSM-nya yang mereka pahami masih terbatas bahkan cenderung amburadul. Barangkali hanya sedikit dari mereka yang terlebih dahulu mempersiapkan instrumen hukum/administratif dan draft proposal global - diikuti tindakan pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan publik dan kinerja pemerintah daerah - sebelum mereka mengajukan somasi pada kejaksaan. Semoga para aktivis LSM, wartawan, oknum polisi dan oknum dari kejaksaan yang selama ini bertindak “serong”, bisa diluruskan dengan kebijakan pemerintah yang terpola serta sarat akan kepedulian terhadap eksistensi mereka.
Kutulis Buat :
Keluargaku Tercinta. Tiada harta yang bisa kuwariskan. Maafkan Abah.
Keluargaku Tercinta. Tiada harta yang bisa kuwariskan. Maafkan Abah.
3 Komentar:
Sugeng dalu cah ndeso,sugeng pepanggian maleh kalian kawulo wong goblog,dangu mboten pinanggih mugi mboten kesupen?Kepripun wartane trenggalek saparipurnanipun riyadin?Mugi tansoyo jelita masio ing mriko mriki wonten kadadosan ingkang mboten ngresepaken manah.
Mugi mboten kasep kawulo wong goblog ngaturaken sugeng riyadin mugi linebur sadayaning dosa saking perbawane dino ariyo yo
Alhamdulillah, sedaya sae-sae mawon, Trenggalek ayem tentrem, malah nembeke mawon digebyari Kembang Api kang reginipun antawis 51 yuta rupiah.
Minal aidzin wal faidzin, taqobbalallahu minkum, minna waminkum taqobbal ya Kariim.
Nuwun inggih,sumonggo sadoyo puji sukur kita panjataken mring Hyang akaryo jagad ingkang sampun paring sdoyo kanikmatan tumprap kito sedoyo,
inggih cah ndeso sumebyaripun kembang api gih ngantos negri goblog
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".