Foto : (1) H. Soeharto & Akbar Abbas saat bercengkrama di Kupatan. (2) Gus Baha’ dan Tim usai pagelaran, (3) Reyog Warga Kelutan, (4) Warga memadati jalan (Dok.PrigiBeach)
Tidak Hanya Terpusat di Durenan Tapi Sudah Menjadi Tradisi Warga Trenggalek
Suasana “kupatan” 7 Syawal 1430 H yang jatuh pada Minggu (27/09) kemarin berlangsung sangat meriah, bahkan lebih istimewa daripada tahun-tahun sebelumnya, karena Ponpes Kelutan” Kidul Kali” bersama masyarakat Kelurahan Kelutan juga menggelar ritual tersebut dalam bentuk entertaint. Tradisi kupatan yang sudah berlangsung lebih dari satu abad ini memang merupakan moment yang sakral, religius, merakyat dan familiar.
Pemerintah daerah Kabupaten Trenggalek mendukung kegiatan keagamaan tersebut, dan memberikan kontribusi tiada ternilai bagi ummat Islam di daerah ini, yakni antara lain bila Kupatan berlangsung pada hari kerja, maka kepada PNS diijinkan untuk ikut merayakannya, serta dengan mengerahkan satuan pengamanan baik dari Polres maupun Satpol PP. Seperti dikatakan oleh Kapolres Trenggalek AKBP Drs. Desmawan Putra, SH.M.Hum, pihaknya telah menerjunkan 148 personil untuk pengamanan selama lebaran. Mulai dari kegiatan penjagaan di lima pos yang ada, sampai dengan kelancaran lalu lintas selama lebaran dan kegiatan-kegiatan lain, termasuk dalam acara kupatan ini.
Menurut Bupati H. Soeharto, melalui Kabag Humas Pemkab Trenggalek, Drs. Joko Setyono, M.Si, Pemkab memberikan ijin kepada PNS yang ingin merayakan Kupatan yang jatuh pada hari kerja. “Namun, bagi mereka yang bertugas dalam pelayanan publik pada instansi yang vital dan urgensinya menyangkut kepentingan mendesak, pada hari itu ya tetap harus bertugas”, katanya.
Aktivitas dan suasana kupatan sudah terasa semenjak Sabtu (26/09), terutama di wilayah Kecamatan Durenan yang merupakan pusat dan cikal bakalnya tradisi Lebaran Kupatan. Tampak di Pondok Joglo Desa Semarum, Kecamatan Durenan, santri dan tamu dari seluruh penjuru hilir mudik berdatangan untuk sungkem kepada para kyai. Terlebih lagi di Ponpes Babul Ulum, Durenan, yang konon menjadi tempat awal mula tradisi kupatan, ummat Islam dan ratusan wisatawan dari sekitar Kabupaten Trenggalek terlihat berbaur dalam nuansa Islami.
Kyai Fatah Mungin, pengasuh pondok mengaku senang dengan semakin maraknya perayaan kupatan. "Ya , yang dulu hanya satu rumah, sekarang menjadi tradisi hampir seantero Kecamatan Durenan, Pogalan dan Trenggalek. Tentu saja sebagai penggagas kami senang," kata Fatah Mungin.
Meski akhirnya sebagian dari keramaian bukan sekedar orang yang datang untuk mengikuti kegiatan religius, Bupati Trenggalek H. Soeharto mengatakan sangat bangga dan gembira. Menurutnya, esensi kupatan adalah peningkatan keimanan kepada Allah. "Disamping untuk refreshing, namun esensinya sarat dengan nilai-nilai ukhuwah islamiyah. Merasa sebagai manusia yang penuh dosa dan noda, juga saling memaafkan dengan sesama. Pemkab sangat mendukung, bahkan ini akan kami agendakan sebagai obyek wisata tahunan," katanya, seperti disampaikan oleh Kabag Humas.
Dalam pada itu, Lebaran Kupatan 7 Syawal 1430 H (Minggu, 27/09) kali ini, Gus Baha’ dari Ponpes “Kidul Kali” Kelutan, membuat gebrakan yang kreatif, positif dan dinamis, bekerja sama dengan komunitas warga di Kelurahan Kelutan Kecamatan Trenggalek. “Bukan saya kreator dan penyelenggaranya, tapi ini adalah persembahan dari komunitas warga Kelutan”, kata Gus Baha’ dengan tawaddhu dan tegas. Warga sepakat menggelar kegiatan dibawah bendera “Komunitas SATU (S-portif, A-ktif, T-oleran dan Unity)”. Anggota tetap komunitas SATU adalah warga Kelutan, namun tidak menutup kemungkinan akan kehadiran anggota tetap dari luar, kata Gus Baha’ menjelaskan.
“Pagelaran aneka kesenian seperti Band, Dandut, Hadrah, Elektone dan juga Reyog Ponorogo, pada acara menyambut Lebaran “Kupatan” kali ini, Insyaallah akan kami selenggarakan rutin setiap tahun”, ujarnya. Tujuannya, pertama untuk mengurangi kemacetan tatkala lebaran Kupatan, selama ini antusiasisme masyarakat terpusat ke Durenan. Kedua, mempersatukan komunitas yang beraneka, antara lain seni spiritual/religius, olahraga, dan kehidupan berkesenian yang lain. Ketiga, melestarikan kerukunan warga dalam kehidupan sosial dengan keberagaman visi dan religi, melebur dan menyatu di panggung entertaint. Menciptakan kerukunan warga dari seluruh unsur dan elemen, mulai dari tingkat bawah hingga menengah ke atas. “Kami selenggarakan kegiatan ini bukan untuk mengalihkan “Durenan” ke Kelutan, tapi sebaliknya justru mendukung sepenuh tradisi Kupatan serta membantu mencegah terjadinya hal-hal yang tidak terduga, seperti kemacetan atau kecelakaan lalulintas yang disebabkan totalitas arus warga Trenggalek yang terpusat pada Durenan”, ujar Gus Baha’ menolak anggapan negatif atas kreativitas Komunitas SATU tersebut.
Sementara itu pengunjung sangat membludag, membanjiri setiap panggung yang ada, mereka datang dari jauh seperti dari Karangan, Tugu, Suruh, Bendungan, dan Pule “Kami sekeluarga datang jauh-jauh dari Desa Gamping, (Kecamatan Suruh/Red) untuk menyaksikan konser Hadrah dan lainnya,” kata Sakdiyah (33) salah seorang pengunjung yang datang dengan rombongannya, sambil menambahkan bila dirinya dan warga lain yang hadir merasa terhibur dan sangat berterima kasih pada Pondok “Kidul Kali” yang sudah menyediakan hiburan gratis dan bisa menikmati hidangan Ketupat Lebaran yang disediakan panitia tanpa harus jauh-jauh ke Durenan. Sementara Diah Reni (18) dari Pule. menyampaikan komentar senada, dan kebanyakan para pengunjung sangat berharap kegiatan tersebut bukan hanya sekali ini saja ada, namun bisa rutin setiap tahun pada lebaran Ketupat. Kegiatan ini dimulai sejak pukul 07.00 pagi dan berakhir tepat pukul 13.00 (WIB) sesuai dengan perizinan yang diajukan pada yang berwajib.
Kemeriahan Lebaran Kupatan ini telah membuat antrian panjang kendaraan di sepanjang jalan jurusan Trenggalek-Tulungagung, terutama di Kecamatan Durenan. Satllantas Polres Trenggalek memberlakukan buka tutup arah, dan mengalihkan jurusan kendaraan ke jalur alternatif.
Sebelum Kupatan, yakni pada Sabtu-Minggu (26-27/09) Pemkab juga menggelar pertunjukan wayang Kulit dengan lakon Rajasuya Indrappastha dimainkan oleh dalang Ki Purbo Asmoro dari Surakarta. Sebelum wayang kulit, ditampilkan tari-tarian yang disajikan oleh Murti Sari Dewi (Sang Dewi Manthili) dan tokoh cakil. Acara ini yang diselenggarakan sebagai puncak Hari Jadi Kota Trenggalek ke-815, dibuka dengan Pesta Kembang Api. Masyarakat datang berduyun-duyun, memadati jalan dan sekitar aloon-aloon kota. Mereka datang ingin melihat dari dekat pesta kembang api.
2 Komentar:
Atur ketiwasan cah ndeso,ing negri goblog saweg nandang pegeblug,kathah wargo ingkang nandang gerah uyang awit perbawanipun banjir kupat ingkang kathah ipun keliwat liwat
wonten mriko mriki tansah nyeyandung kupat,wiwit saking nagari parigi carito,gendurenan ngantos kedung uyah
pramilo meniko kawulo kebanjiran kupat
menawi tahun ngajeng di pun awontenaken wisata ketupat kawulo inggih sarujuk sanget nanging pranatanipun margi di suwun langkung sampurno malih awit ing warso meniko,poro wargo negri goblog engkang badhe silaturahim mboten saged mios amargi kebanjiran kupat
Hlah, kulo inggih sarujuk kalian atur panjenengan. Mugi Pemkab saged mangertosi menopo ingkang dados kekajenganipun warga. Amin.
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".