Petuah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang akrab disapa Ical kepada kader partai beringin itu saat membuka rapat koordinasi pemenangan Pilkada dan Pemilu 2014, menuai banyak komentar. Ihwalnya, Ical mengingatkan anak buahnya dalam berpolitik harus menerapkan gaya tikus. Menurut mantan Menko Kersra ini, Golkar harus berprinsip seperti tikus, ngendus-gigit, ngendus-gigit. Jangan langsung gigit, nanti kalau dipukul bisa mati.
Ya tikus, salah satu hewan yang paling menyebalkan terutama bagi petani. Sebab, hektaran padi di sawah dalam semalam bisa ludes digerogoti hama yang satu ini. Tikus juga identik korupsi. Jangan heran setiap aktivis antikorupsi menggelar unjuk rasa, tak luput membawa spanduk bergambar tikus, bahkan mereka juga mengusung patung tikus raksasa.
Perilaku tikus yang suka mengendus-ngendus lalu menggerogoti mangsanya kemudian kabur saat kepergok, merupakan simbolisasi dari karakter tukang korupsi dalam menjarah uang negara. Saya sendiri kurang paham dalam konteks apa Ical mengadopsi sifat binatang pengerat yang suka hidup di tempat kotor ini menjadi filosofi politik Golkar. Apakah analogi ini secara tidak langsung meneguhkan karakter si pencetusnya? Mungkin hanya Ical sendiri yang sebelum terjun ke kancah politik adalah salah satu pengusaha kakap di Tanah Air dengan banyak perusahaan dan kekayaan berlimpah itu, tahu betul apa maksud prinsip tikus.
Toh publik sudah mengira-ngira, terlepas itu benar atau salah. Apa yang dilontarkan Ical bisa jadi mengisyaratkan praktik politik yang dilakukan kader-kader dari partai yang sempat berkuasa lama di rezim Orde Baru ini nyatanya mirip perilaku tikus. Namun faktanya, kepandaian berpolitik kader-kader Golkar memang tidak diragukan lagi.
Perlu Bukti! Dominasi Golkar mampu berkuasa dalam waktu cukup lama sebelum akhirnya tumbang bersama pemerintah yang didukungnya akibat gerakan reformasi. Meski desakan pembubaran Golkar menguat pascareforamsi bersama dosa-dosa Golkar sebagai partai pendukung rezim Soeharto yang membawa Indonesia ke titik keterpurukan, seolah-olah “termaafkan” begitu saja. Dengan retorika dan manuver politik dari kader-kader beringin ini, Golkar akhirnya selamat dari jerat “likuidasi”.
Golkar sempat dicaci dan di maki sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam kemunduran negara yang kini berpenduduk 230 juta jiwa ini. Lagi-lagi, Golkar memang liat dan licin seperti belut. Perolehan suara di Pemilu, Golkar menempati posisi kedua terbesar di bawah Partai Demokrat dan satu lapis di atas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Saat skandal bailout Bank Century sebesar Rp6,7 triliun mencuat, keunggulan politisi Golkar kembali teruji. Melalui tangan Setgab dengan Ical sebagai ketua hariannya, kasus Century perlahan-lahan tenggelam. Ini hanya sebagian kecil sepak terjang politisi Golkar.
Pertanyaan selanjutnya, apakah simbolisasi tikus ini sebagai pertanda bagi mitra maupun rivalnya untuk meneguhkan kembali eksistensi kekuatan Golkar sekaligus sinyalemen hasrat Ical untuk merebut kursi RI 1 di Pemilu 2014. Mudah-mudahan, filosofi tikus ini bukan semata-mata untuk meneguhkan lagi kepentingan pribadi atau kelompok Golkar. Kerja mengendus, lalu menggigit seperti dikatakan Ical benar adanya hanya untuk kepentingan rakyat.
Tulisan inspiratif dan factual ini saya copas dari : Dm Ramdan
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".