Mengisi Puasa dengan Kata-Kata Bermakna
Ada yang berbeda dari acara Arisan Sastra bulanan QLC (Quantum Litera Center) Trenggalek bulan ini. Karena berada di bulan Ramadan, Arisan Sastra jadi satu rangkaian dengan acara buka puasa bersama (buber). Sambil menunggu buka puasa bersama, digelar pula acara ngabuburit dengan isian diskusi tentang ’Sastra, Agama, dan Korupsi’.
Acara dihadiri oleh 90-an orang baik dari Arisan Sastra maupun undangan seperti para aktivis, pekerja komunitas, jurnalis, peminat sastra, guru, mahasiswa, pelajar, dan organisasi pemuda (OSIS, PMII, GMNI, IPNU, KAMMI, dll). Selain itu juga hadir sastrawan dari Jombang dan komunitas Pena Ananda dari Tulungagung yang merupakan komunitas yang juga bervisi sama dengan QLC-Arisan Sastra dalam mengkampanyekan budaya literasi (baca-tulis) sbagai cara untuk menciptakan pencerahan dan kesadaran kritis di masyarakat.
Dalam diskusi sambil menunggu waktu berbuka (ngabuburit), diskusi yang dimoderatori Toni Saputra berjalan secara kidmat karena masalah korupsi dibahas. Haris Y, dosen STKIP PGRI Trenggalek menyuguhkan topik korupsi sebagai masalah yang tampaknya menjadi bahaya laten di masyarakat kita terutama karena makna keberagaman yang individualis dan kurang menjadi semangat untuk menciptakan kesalehan sosial. Agama individualis adalah agama yang hanya membuat orang mikir dirinya sendiri, akhiratnya sendiri, tetapi tidak peduli pada penderitaan orang lain. ”Sehingga kita seringkali melihat para pelaku korupsi justru orang-orang yang secara individual rajin menjalankan ritualitas agama, tetapi mereka bukan hanya tak hirau pada nasib orang lain, dan jika mereka jadi pejabat atau pemimpin, malah merampok uang rakyat”, kata dosen yang juga peserta Arisan Sastra bulanan ini.
Sementara itu, Misbahus Surur secara panjang lebar memotivasi para pekerja budaya dan peminat sastra bahwa sastra bukanlah wilayah yang bebas nilai dan keberpihakan. Sastra berangkat dari masalah manusia yang coba diangkat dengan kata-kata yang indah. Sastrawan Trenggalek asal Munjungan yang sebentar lagi lulus pasca-sarjana sebuah kampus negeri di Malang ini secara runtut mengulas bagaimana ternyata banyak karya sastra di Indonesia yang membicarakan masalah korupsi. ”Secara khusus saya tertarik dengan karya-karya Pramoedya Ananta Toer, mulai novelnya yang berjudul Korupsi itu tadi, hingga tetralogi Bumi Manusia yang secara historis menguak akar-akar mental koruptif dan menjilat di kalangan birokrasi Indonesia, yang diwarisi oleh bentukan kolonialisme.
Dalam hal ini korupsi memang sengaja dipelihara oleh tatanan di mana produktivitas rendah, tetapi budaya konsumtif para abstenaar [pegawai, pejabat]. Novel ini juga menampilkan sosok Minke, anak bupati Bojonegoro yang justru memilih terjun ke dunia jurnalisme gerakan daripada jadi penerus ayahnya. Jadi, cukup menginspirasi juga”, ulas pemuda lajang yang sangat low-profil ini.
Setelah buka puasa bersama, acara ditutup dan kemudian dilanjutkan dengan acara bulanan yang ditunggu-tunggu oleh para penyuka sastra. Prasetiyawan (ketua QLC Panggul) menjadi pemandu acara. Dalam Arisan Sastra ke-12 ini, sebagaimana disepakati sebulan sebelumnya, antologi puisi karya Farid La Guna yang berjudul ”Fragile: Berdenting dan Pecah” dibahas oleh para peserta Arisan Sastra. Farid Laguna adalah peminat sastra dari Surondakan Trenggalek yang saat ini sedang mengerjakan skripsi untuk syarat kelulusan di jurusan Sastra Inggris Universitas Negeri Malang (UM).
Di sela-sela acara yang bubar pada pukul 01.00 itu, juga ada diskusi yang berlangsung gayeng. Tjut Zakiya Ashari Ketua Pena Ananda Club Tulungagung memberikan apresiasi yang mendalam terhadap acara Arisan Sastra. ”Penciptaan bermula dari kesederhanaan dengan energi yang luar biasa. Demikian pula yang saya dan kawan-kawan rasakan saat menghadiri acara ini. Energi itu siap untuk menginspirasi dan siap jadi telur yang menetas... Jujur ini pertamakali, acara baca puisi dan diskusi masalah sastra sangat menarik hari saya. Ternyata sastra itu mau tak mau pasti bicara masalah manusia. Ini akan jadi inspirasi bagi kami”, ungkapnya.
Sementara itu Nurani Soyomukti selaku ketua QLC mengharapkan bahwa budaya literasi harus menjadi gerakan bersama dan harus dilakukan secara berjejaring. ”Alhamdulillah, acara ini selalu dihadiri teman-teman dari luar kabupaten. Meski tidak secara bersama, setidaknya kita telah kedatangan kawan-kawan sastrawan dan peminat sastra dari Ngawi, Malang, Ponorogo, Jombang, Kediri, Tulungagung. Kami sambut gembira kehadiran kawan-kawan Pena Ananda setelah sebelumnya kawan-kawan STAIN Tulungagung sering hadir di acara ini”, sambut pemuda asal Prigi itu.
Dalam acara ini Bonari Nabonenar juga mengusulkan bahwa ke depan para anggota dan pegiat Arisan Sastra bisa melakukan hal yang lebih besar dan terobosan yang berguna. Sastrawan yang namanya sudah ”go internasional” ini mengajak para budayawan Trenggalek untuk menyusun buku Peta Kuliner Trenggalek dan Trenggalek Pariwisata Tingkat Dunia, dengan mengatakan bahwa dia bisa menghubungkan rencana tersebut dengan pihak-pihak yang bisa membantu, termasuk saudaranya yang sedang berada di Amerika.
Bulan September depan, QLC berencana mengadakan Arisan Sastra berbarengan dengan peringatan Hari Literasi Internasional yang diperingati tanggal 8 September. QLC akan mengadakan agenda Festival Seni-Sastra-Budaya selama tiga hari yang berisi pameran lukisan, bedah buku, basar buku, diskusi budaya, dan Satu Tahun Arisan Sastra Budaya Trenggalek.[Brn]
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".