Sebuah alat berat yang ada di Desa Terbis.
Awal bulan Maret yang lalu, aku bersama seorang temanku "jalan-jalan" ke beberapa Kecamatan, di antaranya ke Panggul. Lokasinya kurang lebih 50 KM arah Selatan - Barat dari Kota Trenggalek, di pesisir selatan. Saat itu, aku menyaksikan betapa kondisi perbukitan yang dieksploitasi batunya begitu "mengenaskan". Beberapa lahan perbukitan dan lahan milik warga di tiga desa Kecamatan Panggul, Trenggalek (desa Terbis, desa Besuki dan desa Karang Tengah) yang menjadi lokasi penambangan batu semakin hari terus mengalami kerusakan. Kawasan perbukitan itu, saat ini terus mengalami kerusakan akibat aktivitas penambangan batu gunung. Penambangan dilakukan oleh PT. Sinar Mas, PT. Taga MON, PT. SDI dan PDAU Kabupaten Trenggalek, untuk mengambil batu gunung guna bahan membangun pemecah ombak, yakni kegiatan Pembangunan Proyek Percepatan Pembangkit Tenaga Listrik (PLTU) di Desa Sukorejo Kecamatan Sudimoro Kabupaten Pacitan.
Di lokasi penambangan di tiga desa tersebut, kulihat puluhan alat berat (Bego) yang setiap harinya melakukan penambangan di beberapa titik lokasi. Akibat penambangan batu, kawasan di tiga desa ini kelak pasti akan mengancam kelestarian lingkungan dan rawan longsor bila saat musim hujan tiba. Hal ini juga masih diperparah dengan rusaknya sarana infrakstuktur jalan karena setiap harinya mondar-mandir puluhan truk yang mengangkut batu gunung dengan beban hampir rata-rata diatas 8 ton.
Sehingga lebih dari 5 kilometer jalan dalam kondisi rusak akibat adanya mobilisasi kendaraan berat ini yang seharusnya tidak layak melawati jalan desa. Penambangan sudah berjalan sekitar lima bulan lebih dan sangat meresahkan masyarakat sekitar, namun demikian meskipun banyak warga sekitar yang mengeluhkan rusaknya insfrastruktur warga hanya bisa pasrah.
Mereka juga mengutarakan permasalahan ini kepadaku, bukan mengadu, karena aku bukan apa-apa. Hanya saja, melalui blog ini, aku berharap Pemkab mengevaluasi ijin penambangan batu gunung itu (jika mereka sudah mengantongi ijin!), karena biar bagaimana pun, kerusakan lingkungan hidup adalah tanggung jawab pemerintah daerah, yang telah memberikan ijin ataupun rekomendasi. Sayangnya, aku memperoleh informasi bahwa aktivitas penambangan batu ini bisa berjalan mulus meskipun banyak dikeluhkan oleh warga, karena indikasi adanya jaringan yang kuat antara para penambang dan banyak "kawula ageng" di belakangnya. (Baca juga Berita Memo Online).
Eksploitasi hasil bumi Trenggalek jelas sangat memberikan in-come yang mampu meningkatkan PAD. Namun, prosedur dan tata cara "menguras" hasil bumi ini seharusnya tetap melihat dampaknya jauh ke depan terhadap kelestarian lingkungan hidup sekitarnya. Kita bukan hidup sendiri, tapi masih ada penerus kita yang membutuhkan kehidupan yang aman damai dan sejahtera. Lihatlah contoh, belasan tahun lalu, Trenggalek masih terlihat asri, "ijo royo-royo", lantas terjadi illegal logging oleh masyarakat yang mendompleng penebangan yang dilakukan oleh PT Perhutani. Pencurian kayu ini, kemudian berbuntut pada "banjir bandang" berkali-kali, yang mengorbankan hampir seluruh kawasan Trenggalek. Padahal, sebelumnya, daerah kita tidak pernah mengalami banjir sedemikian rupa. Jangan biarkan unen-unen "Tulungagung dadi kedung, Trenggalek dadi gethek" jadi berubah "Trenggalek dadi kedung, gunung dadi gethek". Kalau terjadi, kemanakah hamba harus mengungsi?
Kutulis Buat : Keluargaku Tercinta. Tiada Harta yang bisa kuwariskan. Maafkan Abah.
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".