JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Marwan Effendy mengakui sebagai pihak yang mengusulkan penggunaan pasal pemerasan pada kasus dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, karena sesuai dengan fakta hukum. Demikian dikatakan Marwan Efendy terkait keterangan Kapolri yang mengatakan bahwa pasal pemerasan dikenakan kepada Bibit dan Chandra atas petunjuk Kejaksaan.
"Penetapan pasal pemerasan Bibit-Chandra itu berdasarkan fakta hukum," ujarnya saat dihubungi wartawan, Jumat (30/10). Ia mengatakan, penetapan pasal tersebut berdasarkan keterangan dari Anggoro Widjojo, Ary Muladi, serta testimoni Antasari Azhar. Pada saat diadakan gelar perkara, Marwan memberi masukan agar keterangan tersebut dikembangkan dan dikenakan Pasal 12e Undang-Undang 31 Tahun 1999 mengenai Tindak Pidana Korupsi yang berisi mengenai penyuapan dan pemerasan. "Dari keterangan itu mengapa tidak dikembangkan," kata Marwan.
Sebelumnya, dalam konferensi pers, Jumat (30/10), Kapolri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri mengatakan, Bibit dan Chandra awalnya dikenai pasal penyalahgunaan jabatan dan wewenang. Sebab, berdasarkan UU KPK, keputusan di KPK harus diambil secara kolektif oleh 5 pimpinannya.
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".