Siapa pun yang memiliki semangat antikorupsi sepakat bahwa jual beli perkara, tawar menawar pasal, pemerasan, penyuapan dan varian modus operandi mafia hukum harus diberantas. Praktik haram mafia hukum tidak saja melukai rasa keadilan masyarakat. Lebih jauh, ia menjadi salah satu virus perusak sendi-sendi ekonomi dan sosial masyarakat. Tak terhitung energi bangsa terbuang sia-sia hanya karena praktik korupsi dan mafia hukum.
Untuk itulah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan segera membentuk Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas). Presiden SBY bahkan mendaulat pemberantasan mafia hukum sebagai prioritas nomor wahid dari sekian banyak program 100 hari lainnya.
Satgas Mafia Hukum
Jika pada periode sebelumnya dibentuk Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor) untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Pada periode sekarang, Presiden SBY membentuk Satgas guna mempercepat pemberantasan mafia hukum. Meski agak sama dalam hal momentum awal pemerintahan, keduanya memiliki format dan fokus yang berbeda.
Satgas diberikan wewenang untuk melakukan koordinasi, evaluasi dan koreksi upaya pemberantasan mafia hukum yang dilakukan oleh institusi penegakan hukum. Satgas juga akan diberikan wewenang untuk melakukan investigasi serta hal-hal lain yang dianggap perlu guna memperoleh segala informasi yang diperlukan dari semua instansi, serta pihak-pihak lain yang dianggap perlu.
Diferensiasi Timtastipikor dengan Satgas juga terdapat pada sisi format dan komposisi. Bila jumlah keseluruhan anggota Timtastipikor sebanyak 51 orang, dengan komposisi elemen penegak hukum, seperti Polri, Kejaksaan Agung dan BPKP yang berada di ranah eksekutif, maka tidak demikian dengan Satgas. Jumlah anggota Satgas tidak akan sebanyak Timtastipikor. Kemungkinan hanya berjumlah kecil dengan anggota Satgas yang memiliki integritas kapasitas, dan profesionalitas.
Pendekatan yang dilakukan Satgas lebih kepada pendekatan sistemik, bukan kasuistis. Satgas akan berfungsi sebagai delivery unit dan stasiun utama keberangkatan program aksi pemberantasan mafia hukum. Dengan format kerja demikian, efektivitas dan akselerasi pemberantasan mafia hukum dapat lebih terintegrasi, termonitor sekaligus secara langsung dibongkar (debottlencking) saat itu juga jika muncul hambatan-hambatan pelaksanaan program aksi.
Dengan menghormati independensi lembaga independen, Satgas berencana melakukan kerjasama dengan MA, MK, BPK, Komisi Yudisial, Ombudsman, Polri, Kejaksaan Agung, KPK, Kompolnas, Komisi Kejaksaan, LPSK, PPATK, Organisasi Advokat, Organisasi Notaris, dan Organisasi PPAT serta lembaga negara lainnya. Pilihan kerjasama mutlak dilakukan karena sejatinya inisiasi program aksi, dan eksekusi berangkat dari lembaga itu. Lembaga itulah garda utama pemberantasan mafia hukum, karena akan bersentuhan langsung dengan para pencari keadilan (justiciabelen) dan penggguna jasa hukum.
Banyaknya rencana kerjasama dengan lembaga penegak hukum dan yang terkait dengan hukum menunjukkan bahwa Presiden SBY selama ini melihat dan mengamati bahwa praktik mafia hukum telah memperluas teritorinya tidak hanya di proses peradilan, tapi juga merambah dunia jasa hukum, seperti praktik mafia tanah yang dilakukan oknum PPAT dan calo tanah, serta praktik di dunia kenotariatan yang banyak meresahkan pengguna jasa hukum termasuk kalangan bisnis. Semangat yang sama, tampaknya ditunjukkan pula oleh lembaga-lembaga tersebut di atas. Dalam pertemuan pendahuluan yang membahas action plan bersama Unit Kerja Presiden bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), masing-masing perwakilan telah menyatakan komitmen dan respon positif atas program pemberantasan mafia hukum.
Quick Wins
Ke depan, Satgas akan menyusun rencana aksi dengan klasifikasi jangka pendek, menengah dan panjang. Lengkap dengan indikator dan parameter keberhasilan, serta jangka waktu pencapaian rencana aksi. Untuk jangka pendek 100 hari misalnya, Satgas memiliki target untuk mencetak quick wins dan succes story. Dengan tujuan menunjukkan kepada publik ada kerja konkrit dan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.
Tentu tidak boleh dilupakan arti pentingnya partisipasi masyarakat. Negara tidak akan berhasil sendirian menghadapi komplotan mafia hukum yang konon begitu terorganisir. Bagaimanapun, mutlak dibutuhkan koalisi antara negara dengan rakyat untuk bersama-sama mengepung mafia hukum di segala lini. Terlebih, pintu partisipasi telah dibuka lebar-lebar pasca deklarasi PO BOX 9949 dengan kode "Ganyang Mafia" oleh Presiden SBY. Pengaduan, laporan maupun informasi penting terkait praktik mafia hukum selayaknya dilaporkan kepada Satgas. Kekhawatiran adanya "kriminalisasi" kepada pelapor tentu saja tidak akan terjadi mengingat Satgas akan bekerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Akhirnya, kenaikan Indeks Persepsi Korupsi menjadi 2,8 dari tahun sebelumnya yang mencapai 2,6 yang dirilis oleh Transparency International Indonesia tidak membuat kita berbangga hati dan berpuas diri. Masih dibutuhkan akselerasi pemberantasan korupsi dan mafia hukum yang lebih progresif agar Indonesia mampu mensejajarkan diri dengan negara-negara berpredikat bersih dan membebaskan bumi pertiwi dari jerat korupsi.
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".