Kado Istimewa buat Bu Menteri
TEMPO Interaktif, Jakarta - MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak akan pernah lupa hari itu, Rabu, 26 Agustus 2009. Sebuah "kado" istimewa menandai hari ulang tahunnya yang ke-47. Di halaman muka harian Rakyat Merdeka yang terbit pagi itu, sebuah berita heboh tentang dirinya langsung membetot mata. "Ani akan Dicecar Kasus Century", begitu judulnya. Dan sejak itulah kasus ini terus mengusiknya.
Ani--begitu Sri biasa disapa--rencananya akan dicecar oleh para anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat pada rapat kerja keesokan harinya. Fokus pertanyaan seputar Bank Century, yang diselamatkan pemerintah pada 21 November 2008.
"Kami akan tanya, mengapa sampai keluar dana Rp 6,7 triliun," kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Harry Azhar Aziz, seperti dikutip pada artikel itu. Sepengetahuan Harry, dana penyelamatan Century hanya Rp 1,6 triliun, membengkak dari semula Rp 632 miliar.
Suara galak juga dilontarkan para politikus Beringin lainnya. "Ini kasus besar yang harus tuntas," kata Natsir Mansyur, anggota DPR asal Makassar, yang belum lama menggantikan Hamka Yandhu, yang masuk bui gara-gara kasus aliran dana Bank Indonesia.
Anggota Komisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dradjad Wibowo, bahkan sudah menaruh curiga ada ketidakberesan dalam penyaluran dana penyelamatan yang menggembung menjadi Rp 6,76 triliun itu. "Kita tidak tahu uangnya dikemanakan saja," ujarnya.
Ketika rapat kerja digelar, para anggota Dewan mendadak sontak berebut memberondong Sri Mulyani. Kolega Dradjad dari Fraksi PAN, Rizal Djalil, mempertanyakan tujuan bailout Century. "Siapa sebenarnya yang ingin diselamatkan Menteri Ani," kata Rizal, yang kini anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
Harry pun menuding pengucuran dana penyelamatan Century ilegal karena tidak punya dasar hukum. "Ujung-ujungnya, ini tindakan pidana," katanya.
Semangat para anggota Dewan untuk melacak aliran dana Century kian membara setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla, sehari setelah rapat kerja DPR, menyatakan ketidaksetujuannya atas langkah penyelamatan yang dibuat pemerintah. "Bank ini roboh bukan karena krisis, tapi karena dirampok," katanya. "Saya juga tidak pernah dilapori."
Pernyataan Kalla ibarat bensin yang langsung membakar emosi publik. Orang pun cenderung tak peduli lagi dengan berbagai penjelasan pemerintah dan BI. Termasuk soal bantahan Sri, yang mengaku telah mengirimkan SMS kepada Presiden dengan tembusan kepada Kalla, sesaat setelah keputusan penyelamatan Century dibuat.
Ihwal pertimbangan di balik keputusan penyelamatan Century pun, Sri berkali-kali berusaha memaparkan perlunya langkah itu. "Jika ada rumah terbakar, tidak mungkin dibiarkan karena api bisa membakar seisi kampung." Bahwa di dalam rumah itu ada perampok, "Ya tangkap perampoknya," kata Sri.
Bagi para anggota Dewan, argumen dampak sistemik ini tetap tak masuk akal. Alasannya, Century merupakan bank kecil. Karena itu, mereka tetap mencium "bau anyir" di balik pengucuran dana Rp 6,76 triliun itu. Diduga kuat dana itu mengalir ke kantong Partai Demokrat dan tim pemenangan pemilu Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Sejumlah nama pengusaha disebut-sebut terlibat, yaitu Murdaya, Arifin Panigoro, dan Boedi Sampoerna. Murdaya dan Arifin sudah terang-terangan membantah dan keduanya memang tidak punya rekening di bank bobrok itu.
Tinggallah Boedi, yang memang punya simpanan Rp 2,1 triliun di sana. Kecurigaan kian kencang, karena anak Boedi, Soenaryo, santer disebut-sebut merupakan penyandang dana koran Jurnal Nasional, yang berkiblat ke Partai Demokrat.
Untuk menelisiknya, Dewan meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigasi. Setelah 2,5 bulan bekerja, BPK berhasil merampungkan pekerjaan. Hasilnya, ditemukan sembilan indikasi pelanggaran dalam kasus Century. Mulai proses merger hingga penyelamatannya.
Berbekal itu, maka di awal Desember lalu dibentuklah Panitia Khusus Hak Angket Century. Sri bersama mantan Gubernur BI Boediono dan para pejabat negara pun bergiliran "disidang". Adegan langsung yang tersaji di layar kaca itu hampir saban hari menjadi tontonan publik.
Persoalannya, hingga kini belum secuil pun data meyakinkan dikantongi tim Pansus untuk bisa membuktikan adanya patgulipat di balik keputusan penyelamatan dan aliran dana Century.
Boedi, "tersangka" utama penerima aliran dana itu pun, menurut penelusuran Tempo, ternyata hanya berhasil menarik Rp 50 miliar dana tabungannya, yang berasal dari total dana penyelamatan Rp 6,76 triliun itu.
Di tengah kebuntuan itu, sebagian publik kini justru balik mempertanyakan niat sesungguhnya Pansus mengusut kasus ini. Hasrat menggebu dari anggota Dewan yang meminta Boediono dan Sri Mulyani non-aktif, hingga munculnya wacana pemakzulan, mengundang kecurigaan: jangan-jangan semua memang ditujukan semata untuk mendongkel Sri Mulyani dan Boediono.
Jika dirunut ke belakang, kecurigaan itu bukan tanpa dasar. Ledakan awal Century pada Agustus 2008 terjadi di tengah tarik-menarik kepentingan penyusunan kabinet baru Yudhoyono. Ada bisik-bisik yang menyebutkan, sejumlah pihak berkepentingan untuk melengserkan Sri Mulyani dari Departemen Keuangan. Sinyalemen ini seolah mendapat pembenaran ketika SBY menyatakan bakal menempatkan Sri Mulyani di posisi Gubernur BI.
Adalah Aburizal Bakrie yang termasuk dituding punya kepentingan itu, meski ia sudah berkali-kali menampiknya. Alasannya, Ketua Umum Partai Golkar ini sejak lama "berseteru" dengan Sri Mulyani, gara-gara sejumlah urusan bisnis keluarganya yang terganjal kebijakan Menteri Keuangan. Mulai kisruh saham Grup Bakrie di pasar modal hingga yang terakhir soal tunggakan pajak tiga perusahaan tambangnya, yang ditengarai merugikan negara Rp 2,1 triliun.
Sinyalemen ini kian kuat setelah Sri Mulyani buka suara ke koran asing, The Wall Street Journal. "Aburizal Bakrie tidak happy dengan saya," katanya. "Saya tidak berharap seorang pun di Golkar akan fair atau baik kepada saya (selama pemeriksaan)."
Kecurigaan publik akan adanya politisasi kasus Century kian besar, setelah belakangan bermunculan pula fakta-fakta yang menunjukkan bahwa suara para politikus Senayan ternyata tidak konsisten.
Kini mereka lantang mengkritik alasan pemerintah menyelamatkan Century, yang dinilainya terlalu mengada-ada. Kekhawatiran pemerintah akan dampak sistemik di tengah krisis global, jika Century roboh, dipandang sebagai ketakutan di siang bolong.
Tapi lihatlah suara para anggota Dewan setahun lalu. Saat itu, justru merekalah yang menilai pemerintah kelewat lelet mengantisipasi krisis global (baca: "Lain Dulu, Lain Sekarang").
Fakta penting lain yang tak mungkin dimungkiri, DPR telah menerima laporan keuangan tahunan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tahun buku 2008 pada 28 April 2009. Laporan diserahkan kepada Ketua DPR, Ketua Komisi Keuangan, dan Presiden. Laporan itu pun telah diaudit BPK dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
Di dalamnya tercantum penjelasan soal penyelamatan Century. Juga disebutkan bahwa hingga akhir 2008 dana penyelamatan yang sudah dikucurkan LPS Rp 4,9 triliun. Dalam hasil auditnya, BPK bahkan memberikan catatan bahwa hingga proses audit pada Maret 2009, dana penyelamatan sudah mencapai Rp 6,1 triliun.
Jika begitu, yang menjadi pertanyaan, kenapa kemudian baru pada Agustus 2009 para anggota Dewan tiba-tiba seperti tersambar geledek mendengar kucuran dana ke Century mencapai lebih dari Rp 6 triliun? Kenapa pula mereka berbalik mempertanyakan alasan penyelamatan bank itu?
"Anda sendiri bisa menginterpretasikan semua ini," kata Sri Mulyani tak mau memberi jawaban. Yang pasti, ia tak akan pernah lupa momen awal ledakan kasus ini. "Karena di hari itu, saya berulang tahun."
Metta Dharmasaputra
Ani--begitu Sri biasa disapa--rencananya akan dicecar oleh para anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat pada rapat kerja keesokan harinya. Fokus pertanyaan seputar Bank Century, yang diselamatkan pemerintah pada 21 November 2008.
"Kami akan tanya, mengapa sampai keluar dana Rp 6,7 triliun," kata anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar, Harry Azhar Aziz, seperti dikutip pada artikel itu. Sepengetahuan Harry, dana penyelamatan Century hanya Rp 1,6 triliun, membengkak dari semula Rp 632 miliar.
Suara galak juga dilontarkan para politikus Beringin lainnya. "Ini kasus besar yang harus tuntas," kata Natsir Mansyur, anggota DPR asal Makassar, yang belum lama menggantikan Hamka Yandhu, yang masuk bui gara-gara kasus aliran dana Bank Indonesia.
Anggota Komisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Dradjad Wibowo, bahkan sudah menaruh curiga ada ketidakberesan dalam penyaluran dana penyelamatan yang menggembung menjadi Rp 6,76 triliun itu. "Kita tidak tahu uangnya dikemanakan saja," ujarnya.
Ketika rapat kerja digelar, para anggota Dewan mendadak sontak berebut memberondong Sri Mulyani. Kolega Dradjad dari Fraksi PAN, Rizal Djalil, mempertanyakan tujuan bailout Century. "Siapa sebenarnya yang ingin diselamatkan Menteri Ani," kata Rizal, yang kini anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
Harry pun menuding pengucuran dana penyelamatan Century ilegal karena tidak punya dasar hukum. "Ujung-ujungnya, ini tindakan pidana," katanya.
Semangat para anggota Dewan untuk melacak aliran dana Century kian membara setelah Wakil Presiden Jusuf Kalla, sehari setelah rapat kerja DPR, menyatakan ketidaksetujuannya atas langkah penyelamatan yang dibuat pemerintah. "Bank ini roboh bukan karena krisis, tapi karena dirampok," katanya. "Saya juga tidak pernah dilapori."
Pernyataan Kalla ibarat bensin yang langsung membakar emosi publik. Orang pun cenderung tak peduli lagi dengan berbagai penjelasan pemerintah dan BI. Termasuk soal bantahan Sri, yang mengaku telah mengirimkan SMS kepada Presiden dengan tembusan kepada Kalla, sesaat setelah keputusan penyelamatan Century dibuat.
Ihwal pertimbangan di balik keputusan penyelamatan Century pun, Sri berkali-kali berusaha memaparkan perlunya langkah itu. "Jika ada rumah terbakar, tidak mungkin dibiarkan karena api bisa membakar seisi kampung." Bahwa di dalam rumah itu ada perampok, "Ya tangkap perampoknya," kata Sri.
Bagi para anggota Dewan, argumen dampak sistemik ini tetap tak masuk akal. Alasannya, Century merupakan bank kecil. Karena itu, mereka tetap mencium "bau anyir" di balik pengucuran dana Rp 6,76 triliun itu. Diduga kuat dana itu mengalir ke kantong Partai Demokrat dan tim pemenangan pemilu Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
Sejumlah nama pengusaha disebut-sebut terlibat, yaitu Murdaya, Arifin Panigoro, dan Boedi Sampoerna. Murdaya dan Arifin sudah terang-terangan membantah dan keduanya memang tidak punya rekening di bank bobrok itu.
Tinggallah Boedi, yang memang punya simpanan Rp 2,1 triliun di sana. Kecurigaan kian kencang, karena anak Boedi, Soenaryo, santer disebut-sebut merupakan penyandang dana koran Jurnal Nasional, yang berkiblat ke Partai Demokrat.
Untuk menelisiknya, Dewan meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigasi. Setelah 2,5 bulan bekerja, BPK berhasil merampungkan pekerjaan. Hasilnya, ditemukan sembilan indikasi pelanggaran dalam kasus Century. Mulai proses merger hingga penyelamatannya.
Berbekal itu, maka di awal Desember lalu dibentuklah Panitia Khusus Hak Angket Century. Sri bersama mantan Gubernur BI Boediono dan para pejabat negara pun bergiliran "disidang". Adegan langsung yang tersaji di layar kaca itu hampir saban hari menjadi tontonan publik.
Persoalannya, hingga kini belum secuil pun data meyakinkan dikantongi tim Pansus untuk bisa membuktikan adanya patgulipat di balik keputusan penyelamatan dan aliran dana Century.
Boedi, "tersangka" utama penerima aliran dana itu pun, menurut penelusuran Tempo, ternyata hanya berhasil menarik Rp 50 miliar dana tabungannya, yang berasal dari total dana penyelamatan Rp 6,76 triliun itu.
Di tengah kebuntuan itu, sebagian publik kini justru balik mempertanyakan niat sesungguhnya Pansus mengusut kasus ini. Hasrat menggebu dari anggota Dewan yang meminta Boediono dan Sri Mulyani non-aktif, hingga munculnya wacana pemakzulan, mengundang kecurigaan: jangan-jangan semua memang ditujukan semata untuk mendongkel Sri Mulyani dan Boediono.
Jika dirunut ke belakang, kecurigaan itu bukan tanpa dasar. Ledakan awal Century pada Agustus 2008 terjadi di tengah tarik-menarik kepentingan penyusunan kabinet baru Yudhoyono. Ada bisik-bisik yang menyebutkan, sejumlah pihak berkepentingan untuk melengserkan Sri Mulyani dari Departemen Keuangan. Sinyalemen ini seolah mendapat pembenaran ketika SBY menyatakan bakal menempatkan Sri Mulyani di posisi Gubernur BI.
Adalah Aburizal Bakrie yang termasuk dituding punya kepentingan itu, meski ia sudah berkali-kali menampiknya. Alasannya, Ketua Umum Partai Golkar ini sejak lama "berseteru" dengan Sri Mulyani, gara-gara sejumlah urusan bisnis keluarganya yang terganjal kebijakan Menteri Keuangan. Mulai kisruh saham Grup Bakrie di pasar modal hingga yang terakhir soal tunggakan pajak tiga perusahaan tambangnya, yang ditengarai merugikan negara Rp 2,1 triliun.
Sinyalemen ini kian kuat setelah Sri Mulyani buka suara ke koran asing, The Wall Street Journal. "Aburizal Bakrie tidak happy dengan saya," katanya. "Saya tidak berharap seorang pun di Golkar akan fair atau baik kepada saya (selama pemeriksaan)."
Kecurigaan publik akan adanya politisasi kasus Century kian besar, setelah belakangan bermunculan pula fakta-fakta yang menunjukkan bahwa suara para politikus Senayan ternyata tidak konsisten.
Kini mereka lantang mengkritik alasan pemerintah menyelamatkan Century, yang dinilainya terlalu mengada-ada. Kekhawatiran pemerintah akan dampak sistemik di tengah krisis global, jika Century roboh, dipandang sebagai ketakutan di siang bolong.
Tapi lihatlah suara para anggota Dewan setahun lalu. Saat itu, justru merekalah yang menilai pemerintah kelewat lelet mengantisipasi krisis global (baca: "Lain Dulu, Lain Sekarang").
Fakta penting lain yang tak mungkin dimungkiri, DPR telah menerima laporan keuangan tahunan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tahun buku 2008 pada 28 April 2009. Laporan diserahkan kepada Ketua DPR, Ketua Komisi Keuangan, dan Presiden. Laporan itu pun telah diaudit BPK dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian.
Di dalamnya tercantum penjelasan soal penyelamatan Century. Juga disebutkan bahwa hingga akhir 2008 dana penyelamatan yang sudah dikucurkan LPS Rp 4,9 triliun. Dalam hasil auditnya, BPK bahkan memberikan catatan bahwa hingga proses audit pada Maret 2009, dana penyelamatan sudah mencapai Rp 6,1 triliun.
Jika begitu, yang menjadi pertanyaan, kenapa kemudian baru pada Agustus 2009 para anggota Dewan tiba-tiba seperti tersambar geledek mendengar kucuran dana ke Century mencapai lebih dari Rp 6 triliun? Kenapa pula mereka berbalik mempertanyakan alasan penyelamatan bank itu?
"Anda sendiri bisa menginterpretasikan semua ini," kata Sri Mulyani tak mau memberi jawaban. Yang pasti, ia tak akan pernah lupa momen awal ledakan kasus ini. "Karena di hari itu, saya berulang tahun."
Metta Dharmasaputra
2 Komentar:
Hello. And Bye.
@anonim: Hallo, nice to meet and see you later.
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".