Mahkamah Agung (MA) mendukung rencana penerapan sanksi pidana bagi pemeluk agama Islam yang melakukan kawin di bawah tangan (kawin siri) dan kawin dengan jangka waktu tertentu (kontrak atau mut’ah). Klausul itu tercantum dalam RUU Hukum Materi Peradilan Agama yang akan dilakukan uji akademik pada 19 Februari.
“Untuk ketertiban masyarakat, saya kira (sanksi pidana) itu bagus,” ujar Ketua MA Harifin Andi Tumpa di Jakarta Jumat lalu (12/2). Tapi yang menentukan kan pemerintah dan pembuat undang-undang,” tuturnya.
Dalam pasal 143 RUU tersebut, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp6 juta atau hukuman kurungan paling lama enam bulan. Pasal 144 RUU yang sama mengatur, setiap orang yang melakukan perkawinan dalam jangka waktu tertentu atau kawin kontrak dihukum penjara selama-lamanya tiga tahun dan perkawinannya batal karena hukum. Guru Besar Fakultas Hukum dan Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Abdul Gani Abdullah menuturkan, selama ini tidak ada undang-undang yang melarang nikah siri dan kawin kontrak.
Proses penyusunan naskah akademik RUU ini juga diwarnai perdebatan sengit antara pihak yang pro dengan ikatan pernikahan dan pihak yang kontra karena menilai ada pelanggaran aturan negara.
“Di satu sisi, menikah itu kan jalan yang benar, bahkan dimaknai sebagai ibadah, mengapa harus dihukum? Tapi di sisi lain, nikah tidak di depan pejabat negara yang bertugas mencatat nikah itu melanggar UU Perkawinan,” tutur hakim agung ini. Rancangan Undang-undang Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan telah masuk pada nomor 50 dalam program legislasi nasional DPR tahun ini.(noe/iro)
Catatan CahNdeso:
Masyaallah, akibat ulah segelintir oknum "Muslim" yang menyalahgunakan hukum Islam, maka seluruh ummat Muslim Indonesia terkena dampaknya!
Bagi CahNdeso, setuju saja mempidanakan para pelaku yang ijab siri karena dorongan "hawa nafsu" angkara murka, termasuk juga para "kiyai" yang menjadi penghulunya. Tapi bagaimana dengan kaum muslimin yang melakukan ijab qabul dengan cara siri karena takut berbuat jinah?
Okay...ijab siri dilarang, tapi prosedur administrasi dan biaya pernikahan (Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk) hendaknya disederhanakan dan diminimalkan. Ini adalah tanggungjawab pemerintah (yang saya maksud tentunya adalah pemerintah daerah/kabupaten/kota).
Jangan lupa, Kementerian Hukum dan HAM harus menyiapkan fasilitas rumah tahanan dan LAPAS yang layak bagi para pelaku Ijab Siri/kawin kontrak. Sebab, pada umumnya, yang "suka ijab siri" karena dorongan angkara murka, adalah anak bangsa yang berkelas alias bergelimang harta benda. Kan, kasihan kalau disatukan dengan para pelaku kriminal lain?
Satu lagi, sebaiknya pemerintah juga mencanangkan "nikah massal" dengan biaya yang dibebankan kepada Negara kita. Secara rutin - setiap tahun paling tidak satu kali di setiap daerah administrasi. Sehingga anak bangsa yang kurang beruntung bisa melakukan pernikahan resmi sesuai hukum yang berlaku, demi menghindari perijanahan terselubung!
Ya Allah, kami -kaum muslimin sangat menjunjung tinggi firman-fiman MU dan segala yang ditauladankan Utusan-MU Muhammad Rasulullah SAW. Hukum yang ditetapkan di negara kami -Indonesia- sesungguhnya bertujuan untuk mencegah segala yang munkar dan mudlarat dengan ancaman hukuman yang nyata!
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".