TITIEK PUSPA, Pencipta lagu, artis film dan penyanyi bersuara khas. Sebagai komponis hebat dan langka, ia telah menciptakan lagu-lagu yang nyaris tak terhitung jumlahnya. Namanya tetap berkibar kendati bintang-bintang baru bermunculan.
Titik Puspa lahir pada hari Senin, tanggal 1 November 1937 di Tanjung, Kalimantan Selatan, dengan nama Sudarwati. Lantaran sering sakit-sakitan, ayahnya Tugeno Puspowidjoyo, mengganti namanya menjadi Sumarti. Sahabatnya di SMP, bernama Yayuk, pada suatu kesempatan menyarankan agar namanya diganti saja menjadi Titik. Sumarti setuju saja, namun ia lantas menyempurnakan nama itu menjadi “Titiek” ditambah nama ayahnya “Puspo”. Agar tidak hanya orang Jawa saja yang membacanya dengan benar, Sumarti mengganti cuplikan nama ayahnya menjadi “Puspa”. Akhirnya Sumarti memiliki nama baru “Titiek Puspa”.
Pendidikan Titiek Puspa dimulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) di kampungnya. Jarak dari rumah ke sekolahnya sejauh enam kilomter, ia tempuh dengan berjalan kaki tanpa sepatu. Hujan dan kepanasan ia rasakan saban hari, dan itu membuat penyakit malarianya tak kunjung sembuh. Untuk menyembuhkan penyakitnya itu orang tua Titiek tak membawanya ke dokter. Menurut pengakuannya Titiek yang 12 bersaudara itu tak terlalu mendapatkan perhatian orang tua. Ia hanya meramu dedaunan muda yang dibuat rujak dengan segenggam cabe. Untunglah, ramuan ala kadarnya itu justru menjadi obat mujarab yang mampu menyembuhkan penyakit malaria yang pernah membuatnya pingsan.
Lulus SD Titiek melanjutkan ke SMP di Semarang. Ia tumbuh menjadi gadis tomboi, suka bersiul dan gemar memanjat. Dalam kelompok drama ia berperan sebagai laki-laki. Sementara itu dunia tarik suara sudah digeluti Titiek sejak masa kanak-kanaknya. Di SMP ia pernah menjadi pemenang lomba menyanyi se kota Semarang. Selepas SMP Titiek melanjutkan pendidikan ke Sekolah Guru Taman kanak-kanak, sebuah lembaga pendikan formal terakhir yang ia masuki.
Bakat menyanyi Titiek saat itu belum berkembang karena tak ada dukungan dari orang tuanya. Jangankan dukungan, ibunya justru melarang Titiek menyanyi. Sang Ibu termakan isu negatif terhadap kehidupan artis penyanyi dan dunia tarik suara. Tetapi Titiek yang memiliki talenta besar di bidang arik suara itu tak tinggal diam. Ia belajar menyanyi secara otodidak.
Pada tahun 1954 ia menjadi juara II Festival Bintang Radio tingkat daerah untuk jenis hiburan. Saat pembagian hadiah, pembawa acara menanyai cita-citanya dan Titiek menjawab ia bercita-cita untuk bertemu dengan Bing Slamet. Ternyata cita-cita itu terkabul. Titiek tak hanya bertemu dengan Bing Slamet, seniman besar tahun 1950-an, tetapi sekaligus menjadi kawan karib dan gurunya. Saat Bing Slamet meninggal dunia Titiek menggubah lagu “Bing” sebagai penghargaan atas jasa-jasa almarhum Bing Slamet.
Tahun 1959 Titiek hijrah ke Jakarta. Pada awalnya ia tak diijinkan oleh orang tuanya. Namun berkat lobi kakeknya, orang tuanya pun memberinya restu melangkahkan kaki ke ibu kota. Di Jakarta Titiek tinggal bersama tantenya. Ia tumbuh menjadi pribadi yang mandiri mulai dari memasak, mencuci dan melatih diri mengembangkan bakat menyanyi. Ia menyimak lirik, nada dan menghafal lagu-lagu yang didengarnya.
Akhirnya Titiek Puspa benar-benar meraih impiannya. Ia menjadi artis penyanyi, pencipta lagu, dan juga pemain film. Bahkan ia menjadi fenomena tersendiri di dunia kasanah musik Indonesia. Lagu-lagu ciptaannya membangkitkan semangat dan gairah hidup. Nada-nada lagunya bergairah. Lirik-lirik lagunya tak cengeng. Ia merespon lagu-lagu cengeng yang banyak bermunculan dengan menciptakan lagu berjudul “Apanya Dong” yang dinyanyikan Euis Darliah.
Bagi Titiek “music is an art” sementara tak sedikit produser yang memandang “music is a music” yang lebih memperlakukan musik sebagai barang dagangan. Sebagai artis film Titek Puspa telah tampil di layar perak sejak tahun 1960-an. Beberapa film yang dibintanginya antara lain Minah Gadis Dusun (1965), Di Balik Cahaya Gemerlapan (1966), Inem Pelayan Sexy (1976), Rozali dan Zuleha (1980), Gadis (1981, disutradari Nya Abbas Acub dan Titiek Puspa yang menjadi penulis ceritanya), Kabut Sutra Ungu (1982).
Titiek Puspa kini telah memasuki usia 70-an tahun. Ia tetap terlihat segar dan terus berkarya di dunia seni musik. Karya lagu-lagu ciptaan Titik Puspa antara lain: Cinta, Gadis Desa, Minah Gadis Dusun, Ia Ingin Hidup, Horas Kasih, Kupu-kupu Malam.
Hingga kini, hampir setiap stasiun Televisi di negeri ini sangat senang menampilkan figurnya sebagai nara sumber atau sekedar bintang tamu.
(Dari berbagai sumber/PonijoPutra. Foto : detikHot)
Titik Puspa lahir pada hari Senin, tanggal 1 November 1937 di Tanjung, Kalimantan Selatan, dengan nama Sudarwati. Lantaran sering sakit-sakitan, ayahnya Tugeno Puspowidjoyo, mengganti namanya menjadi Sumarti. Sahabatnya di SMP, bernama Yayuk, pada suatu kesempatan menyarankan agar namanya diganti saja menjadi Titik. Sumarti setuju saja, namun ia lantas menyempurnakan nama itu menjadi “Titiek” ditambah nama ayahnya “Puspo”. Agar tidak hanya orang Jawa saja yang membacanya dengan benar, Sumarti mengganti cuplikan nama ayahnya menjadi “Puspa”. Akhirnya Sumarti memiliki nama baru “Titiek Puspa”.
Pendidikan Titiek Puspa dimulai dari jenjang Sekolah Dasar (SD) di kampungnya. Jarak dari rumah ke sekolahnya sejauh enam kilomter, ia tempuh dengan berjalan kaki tanpa sepatu. Hujan dan kepanasan ia rasakan saban hari, dan itu membuat penyakit malarianya tak kunjung sembuh. Untuk menyembuhkan penyakitnya itu orang tua Titiek tak membawanya ke dokter. Menurut pengakuannya Titiek yang 12 bersaudara itu tak terlalu mendapatkan perhatian orang tua. Ia hanya meramu dedaunan muda yang dibuat rujak dengan segenggam cabe. Untunglah, ramuan ala kadarnya itu justru menjadi obat mujarab yang mampu menyembuhkan penyakit malaria yang pernah membuatnya pingsan.
Lulus SD Titiek melanjutkan ke SMP di Semarang. Ia tumbuh menjadi gadis tomboi, suka bersiul dan gemar memanjat. Dalam kelompok drama ia berperan sebagai laki-laki. Sementara itu dunia tarik suara sudah digeluti Titiek sejak masa kanak-kanaknya. Di SMP ia pernah menjadi pemenang lomba menyanyi se kota Semarang. Selepas SMP Titiek melanjutkan pendidikan ke Sekolah Guru Taman kanak-kanak, sebuah lembaga pendikan formal terakhir yang ia masuki.
Bakat menyanyi Titiek saat itu belum berkembang karena tak ada dukungan dari orang tuanya. Jangankan dukungan, ibunya justru melarang Titiek menyanyi. Sang Ibu termakan isu negatif terhadap kehidupan artis penyanyi dan dunia tarik suara. Tetapi Titiek yang memiliki talenta besar di bidang arik suara itu tak tinggal diam. Ia belajar menyanyi secara otodidak.
Pada tahun 1954 ia menjadi juara II Festival Bintang Radio tingkat daerah untuk jenis hiburan. Saat pembagian hadiah, pembawa acara menanyai cita-citanya dan Titiek menjawab ia bercita-cita untuk bertemu dengan Bing Slamet. Ternyata cita-cita itu terkabul. Titiek tak hanya bertemu dengan Bing Slamet, seniman besar tahun 1950-an, tetapi sekaligus menjadi kawan karib dan gurunya. Saat Bing Slamet meninggal dunia Titiek menggubah lagu “Bing” sebagai penghargaan atas jasa-jasa almarhum Bing Slamet.
Tahun 1959 Titiek hijrah ke Jakarta. Pada awalnya ia tak diijinkan oleh orang tuanya. Namun berkat lobi kakeknya, orang tuanya pun memberinya restu melangkahkan kaki ke ibu kota. Di Jakarta Titiek tinggal bersama tantenya. Ia tumbuh menjadi pribadi yang mandiri mulai dari memasak, mencuci dan melatih diri mengembangkan bakat menyanyi. Ia menyimak lirik, nada dan menghafal lagu-lagu yang didengarnya.
Akhirnya Titiek Puspa benar-benar meraih impiannya. Ia menjadi artis penyanyi, pencipta lagu, dan juga pemain film. Bahkan ia menjadi fenomena tersendiri di dunia kasanah musik Indonesia. Lagu-lagu ciptaannya membangkitkan semangat dan gairah hidup. Nada-nada lagunya bergairah. Lirik-lirik lagunya tak cengeng. Ia merespon lagu-lagu cengeng yang banyak bermunculan dengan menciptakan lagu berjudul “Apanya Dong” yang dinyanyikan Euis Darliah.
Bagi Titiek “music is an art” sementara tak sedikit produser yang memandang “music is a music” yang lebih memperlakukan musik sebagai barang dagangan. Sebagai artis film Titek Puspa telah tampil di layar perak sejak tahun 1960-an. Beberapa film yang dibintanginya antara lain Minah Gadis Dusun (1965), Di Balik Cahaya Gemerlapan (1966), Inem Pelayan Sexy (1976), Rozali dan Zuleha (1980), Gadis (1981, disutradari Nya Abbas Acub dan Titiek Puspa yang menjadi penulis ceritanya), Kabut Sutra Ungu (1982).
Titiek Puspa kini telah memasuki usia 70-an tahun. Ia tetap terlihat segar dan terus berkarya di dunia seni musik. Karya lagu-lagu ciptaan Titik Puspa antara lain: Cinta, Gadis Desa, Minah Gadis Dusun, Ia Ingin Hidup, Horas Kasih, Kupu-kupu Malam.
Hingga kini, hampir setiap stasiun Televisi di negeri ini sangat senang menampilkan figurnya sebagai nara sumber atau sekedar bintang tamu.
(Dari berbagai sumber/PonijoPutra. Foto : detikHot)
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".