Sebagai anak desa yang sehari-harinya menghirup udara bebukitan, aku merasa terhibur bila mendengar atau membaca berita tentang aktivitas gerakan anti KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Sebab apa? Menurutku kekeringan dan penggundulan bukit-bukit di sekeliling tempat tinggalku ini salah satunya adalah karena ulah para koruptor. Baik itu koruptor kelas teri (pejabat desa, kecamatan dan kabupaten), maupun kelas deleg (pejabat di tingkat provinsi) dan kelas kakap (tahu sendirilah arti kelas kakap...) Karena itu begitu ada berita kompas hari ini dengan judul "ICW Desak Demokrat Pecat As'ad Syam", aku jadi kepingin langsung mempostingnya di blog ini. Maksudku, biar kelak anak cucukku juga bisa membacanya. (Halahdalah....aku kan wong melarat, bisanya cuma mewariskan blog ini untuk mereka! Jadi, mohon dengan hormat, sahabat blogger dan pembaca tidak mencela niatku...hhhmmm..makasih yaaa)
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Partai Demokrat segera menarik As'ad Syam dari keanggotaannya di DPR dan memecat yang bersangkutan dari keanggotaan partai karena cacat integritas. Putusan Mahkamah Agung Nomor 1042 yang memberikan vonis 4 tahun atas As'ad Syam, anggota DPR RI dari Fraksi Demokrat, atas dugaan korupsi seharusnya sudah cukup untuk memecat dan memberhentikannya.
Seperti diwartakan, As'ad menjadi buron Kejaksaan Tinggi Jambi sejak 12 Juli 2010 setelah diputuskan terbukti bersalah terkait kasus korupsi proyek pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) unit 22 Sungai Bahar, Kabupaten Muarojambi, tahun 2004 senilai Rp 4,5 miliar.
"DPR dan Partai Demokrat harus segera bertindak untuk membersihkan DPR dari unsur penjahat publik", ujar Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Ibrahim Fahmi Badoh, Rabu (28/7/2010) di Jakarta.
As'ad Syam dijerat dengan dakwaan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 55 ayat 1 KUHP, atau Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 Pasal 55 ayat 1 KUHP, dengan hukuman 4 tahun penjara dikurangi masa penahanan sebelumnya. Selain hukuman kurungan, As'ad juga didenda sebesar Rp 200 juta yang jika tidak dibayar penambahan hukuman selama 6 bulan.
Putusan kasasi As'ad sebenarnya sudah diterima pengadilan, Jumat 16 November 2009. Dalam Keputusan Nomor 1142K/PID-sus/2008 tanggal 10 Desember 2008, MA mengabulkan tuntutan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Sengeti Nomor 207/T/2007 tanggal 13 April 2008 atas nama terdakwa As'ad Syam. Dalam putusan itu, MA menyatakan, As'ad telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan.
"Melihat dari jangka waktu sejak dikeluarkannya putusan atas terdakwa As'ad Syam, terlihat bahwa As'ad Syam telah bermasalah hukum bahkan jauh hari sebelum yang bersangkutan menjadi anggota DPR. Ini membuktikan bahwa proses rekrutmen politik di partai saat menerima yang bersangkutan sebagai calon tidak mempermasalahkan status hukum yang bersangkutan," kata Fahmi.
Partai Demokrat, sambung Fahmi, juga terkesan menyerahkan kepada As'ad Syam untuk mundur dari keanggotaan DPR tanpa adanya tindakan yang berarti sesuai kewenangan partai politik dalam upaya menjaga citra lembaga DPR dan partai terkait persoalan korupsi. Selain itu, pemrosesan kasus As'ad oleh Badan Kehormatan DPR juga cenderung lambat. Hampir delapan bulan sejak kasus yang bersangkutan diterima pengadilan, baru ada tindakan oleh BK DPR.
"Hal ini menunjukkan lemahnya sistem tanggap respons, sistem pengaduan, dan koordinasi antarlembaga negara terkait skandal pejabat publik," katanya.
Sejauh ini badan kehormatan baru meminta klarifikasi kepada yang bersangkutan pada tanggal 22 Juli 2010 dan akan meminta klarifikasi dari Mahkamah Agung. ICW menilai, kasus As'ad menunjukkan buruknya koordinasi antara lembaga hukum, terutama pengadilan, dan institusi DPR. Seharusnya kasus ini sudah lama tertangani oleh BK DPR meskipun tidak ada laporan dari masyarakat. Putusan MA terkait kasus As'ad sudah cukup untuk memberhentikan yang bersangkutan sebagai anggota DPR RI.
Cacatan penutup : Wah...politik itu ternyata bisa jadi sumber kekayaan, yaaaaa... Terus, kalau hasil korupsi dipakai untuk naik haji ke Mekkah al Mukaromah tentu jadi halal, yaaaa???!!!
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".