Dua nominator penerima Bakrie Award tahun 2010 menolak penghargaan tersebut. Kedua nominator Bakrie Award yang menolak penghargaan itu ialah : Daoed Joesoef mantan Menteri Pendidikan & Kebudayaan dan sastrawan Sitor Situmorang . Sebuah sikap penuh dengan pekikan hati nurani yang menafsirkan arti dan nilai-nilai kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pahlawan kemerdekaan Republik ini. Bila Goenawan Mohammad sempat menyimpan penghargaan yang diberikan Freedom Institute, Bakrie Award selama hampir 6 (enam) tahun, maka Daoed Joesoef dan Sitor Situmorang belum sempat menyentuhnya sama sekali, langsung menolaknya!
Kasus Goenawan Mohammad memang berbeda dengan kedua tokoh di atas. Goenawan Mohammad menerima penghargaan tatkala Lumpur Lapindo yang menyengsarakan ribuan manusia (tua muda, besar kecil, laki perempuan, hingga balita) itu belum terjadi. Sehingga, baru beberapa bulan lalu Goenawan Mohammad mengembalikan penghargaan tersebut kepada Freedom Institute yang menangani Bakrie Award. Namun, dibalik semua itu, ada kesamaan sikap tokoh-tokoh ini, yakni: mereka lebih peduli pada nasib rakyat Indonesia ketimbang diri sendiri!
Bencana Lapindo terjadi saat bumi yang dieksplorasi kandungan minyaknya oleh PT Minarak Lapindo Jaya aktif menyemburkan lumpur panas 100.000 meter kubik tiap harinya. Melumpuhkan 19 Desa dari tiga kecamatan; Porong, Jabon, dan Tanggul Angin. Menyebabkan 14.000 KK kehilangan kehidupan normal dan masa depan mereka. Akibat keteledoran perusahaan ini telah menenggelamkan 33 sekolah dan 6 pondok pesantren sehingga menelantarkan ribuan murid dan santrinya. Menyebabkan 15 orang meninggal, karena ledakan pipa gas yang disebabkan penurunan tanah setelah semburan dan 5 orang meninggal akibat gas beracun. Lumpur ini juga telah menyebabkan penyakit saluran pernafasan meningkat pesat di desa-desa tersebut.
Untuk semua kehilangan itu PT. Minarak Lapindo Jaya (MLJ) hanya memberikan ganti-rugi dengan membeli tanah, rumah, dan sawah para korban. Itupun seharusnya sesuai Peraturan Presiden selesai dalam dua tahun setelah bencana, namun hingga kini, baru 60 persen korban yang telah menerima ganti rugi ini. Bahkan tanpa ada ganti rugi masalah kesehatan, pendidikan, sosial, dan pencemaran lingkungan.
Sementara harta kekayaan penyandang dana Bakrie Award sangat berlimpah, dengan nilai trilyunan rupiah. Siapa penyandang dana Bakrie Award? Tidak lain adalah Abu Rizal Bakrie, salah seorang terkaya di Indonesia, pemilik PT. Minarak Lapindo Jaya. Sebuah ironi yang kelak akan menjadi tirani psikologis terhadap nilai-nilai sosial dan budaya bagi kekokohan martabat Bangsa ini, bila masih juga ada tokoh yang dengan gegap gempita mau menerima Bakrie Award, sementara rakyat korban Lapindo masih banyak yang ditelantarkan. Tirani psikologis terhadap nilai-nilai sosial dan budaya bagi kekokohan martabat Bangsa, adalah sebuah bentuk kemunafikan untuk menjerumuskan opini dan nilai-nilai pateriotisme. Sebuah sikap yang identik dengan pola-pola kaum kapitalisme dan kaum penjajah.
Sebagai anak desa yang awam politik dan hukum, saya hanya mampu berdoa : semoga para tokoh yang sudah menerima Bakrie Award mau menata sikap dan hati nurani. Apalah artinya sebuah penghargaan, bila kesakralan pengorbanan para pahlawan kemerdekaan ternodai?!
Para penerima Bakrie Award
- Tahun 2003 Sapardi Djoko Damono (kesusastraan) dan Ignas Kleden (sosial-budaya). BA
- Tahun 2004 Goenawan Mohamad (kesusastraan) dan Nurcholish Madjid (sosial-budaya) BA
- Tahun 2005 Budi Darma (kesusastraan), Sri Oemijati (kedokteran). BA
- Tahun 2006 Arief Budiman (pemikiran sosial), dan Iskandar Wahidiyat (kedokteran). BA
- Tahun 2007 Putu Wijaya (sastra), Sangkot Marzuki (kedokteran), Jorga Ibrahim (sains), dan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Sukamandi, Subang (teknologi). BA
- Tahun 2008 Taufik Abdullah, Sutardji Calzoum Bachri, Mulyanto (kedokteran), Laksamana Tri Handoko (ahli fisika), Pusat Penelitian Kelapa Sawit. BA
- Tahun 2009 Sajogyo (pemikiran sosial), Ag Soemantri (dokter), Pantur Silaban (sains), Warsito P. Taruno (Teknologi), Danarto (Kesusastraan).
- Tahun 2010 Sitor Situmorang (bidang Kesusastraan), Daoed Joesoef (bidang Pemikiran Sosial), S. Yati Soenarto (bidang Kedokteran), Daniel Murdiyarso (bidang Sains), Sjamsoe’oed Sadjad (bidang Teknologi), Ratno Nuryadi (Hadiah Khusus).
Akhir-akhir ini, sebagaimana dilansir berbagai media massa cetak dan elektronik, banyak sikap dan kebijakan Abu Rizal Bakrie, sang penyandang dana Bakrei Award, yang menunjukkan kepongahan dan ketidak peduliannya pada Bangsa. Perusahaan-perusahaan Bakrie diduga banyak melakukan penggelapan Pajak. Akhir 2009, Direktorat Jendral Pajak mengungkapkan penelusuran dugaan pidana pajak dari tiga perusahaan tambang Bakrie PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Bumi Resaurces Tbk., PT Arutmin Indonesia. Ketiga perusahaan ini, diduga tak melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan secara benar. Total tunggakan pajak tiga perusahaan ini hingga Rp 2,1 triliun, dengan rincian: KPC Rp 1,5 triliun, PT Bumi Rp 376 miliar, PT Arutmin Rp 300 miliar.
Argumentasi PT Lapindo Minarak Jaya tentang peristiwa Sidoarjo, Lumpur Lapindo disebabkan oleh gempa Jogjakarta 26 Mei 2006, dengan telak dan lantang dibantah oleh para geolog internasional dalam pertemuan ilmiah para geolog di Capetown, Afrika Selatan. Dari 42 geolog yang hadir, hanya 3 orang, yang menyatakan adanya hubungan lumpur dengan gempa. Andaikata itu memang benar sebuah bencana alam, adalah sikap yang arif dan bijak apabila PT Lapindo Minarak Jaya tetap menunjukkan tanggungjawab terhadap nasib para korbannya.
Dilain pihak, pemerintah kita nampaknya bersikap ambigu. Bahkan ada indikasi, selalu mengikuti irama hymne politik dan bisnis sang penyandang dana Bakrie Award.
Semoga, Allah SWT senantiasa berpihak pada orang-orang yang teraniaya. Amien.
Trenggalek, 29 Juli 2010.
Trenggalek, 29 Juli 2010.
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".