R.J. KATAMSI MARTORAHARJO, Seniman yang membidani lahirnya Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta. Pemikirannya mendominasi sistem pengajaran di ASRI. Ia melahirkan siswa-siswa berbakat di bidang seni yang mampu meraih penghargaan di tingkat internasional.
R.J. Katamsi lahir di Karangkobar, Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 7 Januari 1897. Nama lengkapnya, RJ Katamsi Martoraharjo, cucu dari R. Ng. Sastropermadi yang konon berbakat melukis dan kalau benar demikian maka bakat itu menurun kepada cucunya. Ia memulai pendidikan di sekolah desa selama tiga tahun. Pendidikannya berlanjut ke Inlandsche School, lulus tahun 1913. Setamat IS ia hijrah ke Jakarta masuk sekolah Belanda hingga tamat tahun 1915. Pada tahun yang sama Katamsi diajak asisten Residen Cilacap Jan Pieter Dom ke Netherland. Di negeri kincir angin itu ia masuk ke sekolah seni rupa. Setelah berhasil tamat dari sebuah akademi seni pada tahun 1922 Katamsi kembali ke Indonesia.
Pada tahun 1923 ia menjadi guru menggambar di MULO Surakarta. Tiga tahun berselang ia menjadi guru menggambar dan sejarah kesenian di AMS sekaligus di HKS. Kesibukannya sebagai guru di Solo tak menghalangi langkahnya untuk menyelenggarakan kursus guru menggambar dengan ijasah A di Yogyakarta. Ornamen kerajinan perak di pusatnya Kotagede Yogyakarta juga mendapatkan sentuhan tangannya. Para perajin perak menerima ornamen-ornamen baru yang disodorkan Katamsi.
Katamsi juga bergiat di bidang pendidikan. Berkat jasa-jasanya ia mampu meyakinkan pemerintah akan pentingnya didirikan akademi seni di Indonesia. Gagasan itu terwujud dengan berdirinya Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta pada tanggal 15 Januari 1950, dan Katamsi ditunjuk sebagai direktur pertama. Jurusan yang ditawarkan beragam yakni seni rupa, seni kriya, seni reklame, dekorasi, ilustrasi dan grafika, serta guru gambar.
Dua pemikiran Katamsi yang mendominasi sistem pengajaran di ASRI. Pertama “proyek global” dan kedua “abklatsch” yang berarti pengambilan. Proyek global tidak mementingkan rincian dari obyek yang dihadapi tetapi mengutamakan kesan secara keseluruhan ditambah konsep pribadi. Manfaatnya, dalam tempo singkat siswa mampu menyelesaikan pekerjaan secara utuh. Sedangkan “akblatsch” atau pengambilan adalah mengkopi bagian-bagian candi untuk kepentingan studi, pemugaran dan rekonstruksi. Bahan yang digunakan kertas singkong, tanah liat dan gips. Upaya ini dimaksudkan agar siswa menghargai seni rupa Indonesia kuno sebagai salah satu dimensi dari corak kebudayaan Indonesia.
Siswa-siswa Katamsi mampu meraih berbagai penghargaan dan prestasi di tingkat internasional. Frans Harsono tiga kali berturut-turut (1954, 1955 dan 1956) meraih hadiah dari International Poster Contes of Human Education di Amerika Serikat (AS). Edi Sunarso siswa bagian patung memperoleh hadiah kedua (Publik Ballet) dalam International Sculpture Competition di London Inggris dan meraih medali emas di India tahun 1953 dan 1957. Lukisan karya Rusliati Arbidin dipamerkan oleh Division of Education Gallery Philadelphia Museum of Arts di AS tahun 1952. Sutopo, siswa bagian reklame, memiliki rancangan gambar yang dijadikan perangko Olimpiade India tahun 1951.
Katamsi pensiun dari jabatannya tanggal 31 Maret 1959. Semua ilmunya telah ia wariskan kepada generasi penerusnya di ASRI, kecuali Graphologi. Graphologi adalah ilmu untuk mengetahui tabiat seseorang dari tulisannya. Pada tahun 1975 Katamsi wafat.
Ia sosok yang meninggalkan kesan positif bagi para penerusnya. Berkat prestasi dan jasa-jasanya Katamsi mendapatkan berbagai anugerah seni yakni: Piagam Anugerah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Piagam penghargaan dari Yayasan Reklame Jakarta; Piagam penghargaan dari Reuni Pertama ASRI Yogyakarta; Penghargaan dari Kasultanan Yogyakarta.
Dari berbagai sumber. Foto: artmoko.
R.J. Katamsi lahir di Karangkobar, Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 7 Januari 1897. Nama lengkapnya, RJ Katamsi Martoraharjo, cucu dari R. Ng. Sastropermadi yang konon berbakat melukis dan kalau benar demikian maka bakat itu menurun kepada cucunya. Ia memulai pendidikan di sekolah desa selama tiga tahun. Pendidikannya berlanjut ke Inlandsche School, lulus tahun 1913. Setamat IS ia hijrah ke Jakarta masuk sekolah Belanda hingga tamat tahun 1915. Pada tahun yang sama Katamsi diajak asisten Residen Cilacap Jan Pieter Dom ke Netherland. Di negeri kincir angin itu ia masuk ke sekolah seni rupa. Setelah berhasil tamat dari sebuah akademi seni pada tahun 1922 Katamsi kembali ke Indonesia.
Pada tahun 1923 ia menjadi guru menggambar di MULO Surakarta. Tiga tahun berselang ia menjadi guru menggambar dan sejarah kesenian di AMS sekaligus di HKS. Kesibukannya sebagai guru di Solo tak menghalangi langkahnya untuk menyelenggarakan kursus guru menggambar dengan ijasah A di Yogyakarta. Ornamen kerajinan perak di pusatnya Kotagede Yogyakarta juga mendapatkan sentuhan tangannya. Para perajin perak menerima ornamen-ornamen baru yang disodorkan Katamsi.
Katamsi juga bergiat di bidang pendidikan. Berkat jasa-jasanya ia mampu meyakinkan pemerintah akan pentingnya didirikan akademi seni di Indonesia. Gagasan itu terwujud dengan berdirinya Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) di Yogyakarta pada tanggal 15 Januari 1950, dan Katamsi ditunjuk sebagai direktur pertama. Jurusan yang ditawarkan beragam yakni seni rupa, seni kriya, seni reklame, dekorasi, ilustrasi dan grafika, serta guru gambar.
Dua pemikiran Katamsi yang mendominasi sistem pengajaran di ASRI. Pertama “proyek global” dan kedua “abklatsch” yang berarti pengambilan. Proyek global tidak mementingkan rincian dari obyek yang dihadapi tetapi mengutamakan kesan secara keseluruhan ditambah konsep pribadi. Manfaatnya, dalam tempo singkat siswa mampu menyelesaikan pekerjaan secara utuh. Sedangkan “akblatsch” atau pengambilan adalah mengkopi bagian-bagian candi untuk kepentingan studi, pemugaran dan rekonstruksi. Bahan yang digunakan kertas singkong, tanah liat dan gips. Upaya ini dimaksudkan agar siswa menghargai seni rupa Indonesia kuno sebagai salah satu dimensi dari corak kebudayaan Indonesia.
Siswa-siswa Katamsi mampu meraih berbagai penghargaan dan prestasi di tingkat internasional. Frans Harsono tiga kali berturut-turut (1954, 1955 dan 1956) meraih hadiah dari International Poster Contes of Human Education di Amerika Serikat (AS). Edi Sunarso siswa bagian patung memperoleh hadiah kedua (Publik Ballet) dalam International Sculpture Competition di London Inggris dan meraih medali emas di India tahun 1953 dan 1957. Lukisan karya Rusliati Arbidin dipamerkan oleh Division of Education Gallery Philadelphia Museum of Arts di AS tahun 1952. Sutopo, siswa bagian reklame, memiliki rancangan gambar yang dijadikan perangko Olimpiade India tahun 1951.
Katamsi pensiun dari jabatannya tanggal 31 Maret 1959. Semua ilmunya telah ia wariskan kepada generasi penerusnya di ASRI, kecuali Graphologi. Graphologi adalah ilmu untuk mengetahui tabiat seseorang dari tulisannya. Pada tahun 1975 Katamsi wafat.
Ia sosok yang meninggalkan kesan positif bagi para penerusnya. Berkat prestasi dan jasa-jasanya Katamsi mendapatkan berbagai anugerah seni yakni: Piagam Anugerah Seni dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan; Piagam penghargaan dari Yayasan Reklame Jakarta; Piagam penghargaan dari Reuni Pertama ASRI Yogyakarta; Penghargaan dari Kasultanan Yogyakarta.
Dari berbagai sumber. Foto: artmoko.
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".