SARTONO KARTODIRDJO, Sejarawan ternama, penulis buku, artikel dan karya ilmiah produktif. Selain menjadi guru besar bidang sejarah UGM, ia juga aktif di studi dan orgasisasi nasional maupun internasional yang bergiat di bidang ilmu sejarah. Dalam penulisan sejarah dia memperkenalkan pendekatan multidimensi dalam penulisan sejarah, karenanya dianggap sebagai pionir generasi baru sejarawan Indonesia yang menerapkan metode penelitian modern dalam lingkup studi sejarah.
Sartono Kartodirjo lahir pada tanggal 15 Februari 1921 di Wonogiri, Jawa Tengah dan meninggal di Yogyakarta, 7 Desember 2007 pada umur 86 tahun. Ayahnya Tjitrosarojo, seorang pegawai kantor Pos pada jaman Belanda dan Jepang. Posisinya itu membuat keluarga Sartono menjadi terhormat diantara tetangga-tetangganya yang sebagian besar hidup sebagai petani.
Pendidikan Sartono dimulai dari HIK dan sekolah calon Bruder di Solo. Setamat HIK ia mendapat kepercayaan untuk menjadi guru HIS di Salatiga sampai dengan tahun 1945. Pada tahun 1946 hingga 1950 ia pindah mengajar ke sebuah SMP di Yogyakarta. Tahun 1950 Sartono memboyong keluarganya hijrah ke Jakarta, dan ia bekerja sebagai guru di sebuah SMA, sambil mengajar di SMP Negeri Gunung Sahari dan Santa Ursula. Iapun melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi dengan mengambil kuliah di Universitas Indonesia (UI). Ia memilih jurusan sejarah, dengan alasan peminat jurusan sejarah di UI sangat sedikit. Selain pengalaman masa lalunya mengunjungi candi Prambanan dan Borobudur yang memperkuat minatnya pada jurusan sejarah.
(Dari berbagai sumber. Foto :
Sartono merupakan lulusan pertama jurusan sejarah UI pada tahun 1956. Ia lantas menjadi staf MIPI (sekarang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI). Kerja kantoran membuat Sartono tidak betah. Pada tahun 1957 ia hijrah ke Yogyakarta dan menjadi dosen di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta pada Fakultas Sastra jurusan Sejarah.
Pada tahun 1964 ia memperoleh gelar MA dari South East Asian Studies Yale University Amerika Serikat, dan pada tahun 1968 lulus dengan predikat Cum Laude dan menyandang gelar PhD dari Universitas Amsterdam Belanda. Disertasi doktornya mengisahkan tentang pemberontakan petani-petani kecil di Banten pada tahun 1968.
Sekembali dari Belanda ia diangkat menjadi Guru Besar Sejarah pada Fakultas Satra UGM dan tahun 1974 diangkat menjadi Guru Besar Luar Biasa dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra UI. Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM mengangkatnya sebagai Direktur yang pertama pada tahun 1973-1981. Pada tahun 1974 ia menjabat sebagai Ketua Dewan Editor Penerbitan Sumber-sumber Bahan Sejarah Arsip Nasional. Pada tahun 1977-1978 ia diangkat menjadi Ketua National History Project South East Asian Studies Program. Pada tahun 1974-1980 Sartono menjabat Wakil Ketua Oral History Project. Pada tahun 1970-1981 ia menjabat Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI). Pada tahun 1968-1971 ia menjabat Vice Presiden International Association of Historian of Asia (IAHA). Pada tahun 1971-1974 jabatannya meningkat menjadi Presiden IAHA. Sejak tahun 1980 ia menjadi anggota UNISCO Committe of Scientific and Cultural History of Mankind.
Setiap harinya Sartono sibuk melakukan penelitian, mengikuti lokakarya dan menulis buku maupun karya ilmiah, disamping tugas pokoknya mengajar sebagai dosen. Karya tulisnya banyak diterbitkan dalam bentuk buku, jurnal, dimuat dalam majalah dan berbagai media massa lainnya selama kurun 1957 hingga 1987. Pada tanggal 20 Desember 1985 ia menjadi pemenang dalam penulisan buku seri ilmu pengetahuan bidang sejarah dengan judul “Pemikir dan Perkembangan Historiografi Indonesia”.
Pada tahun 1986 ia menikmati masa pensiun dari UGM. Atas jasa-jasanya Sartono Kartodirdjo menerima beberapa penghargaan yakni Harry J Benda Prize sebagai penerima pertama yang diberikan The Associattion of Asian Studies tahun 1977. Dari Pemerintah RI ia menerima Tanda Kehormatan Satya Lencana sebagai tokoh ilmu pengetahuan dan kesenian yang disampaikan Mendikbud pada tahun 1970.
Sartono Kartodirdjo menikah dengan Sri Kadaryati, teman semasa menjadi guru pada tahun 1948 di Muntilan Jawa Tengah. Mereka dikaruniai dua orang putra putri, Nimpoeno dan Roeswita.
Sebagian dari karya tulis, makalah, buku tulisan Sartono Kartodirdjo, ialah
(Dari berbagai sumber. Foto: tokohindonesia )
Sartono Kartodirjo lahir pada tanggal 15 Februari 1921 di Wonogiri, Jawa Tengah dan meninggal di Yogyakarta, 7 Desember 2007 pada umur 86 tahun. Ayahnya Tjitrosarojo, seorang pegawai kantor Pos pada jaman Belanda dan Jepang. Posisinya itu membuat keluarga Sartono menjadi terhormat diantara tetangga-tetangganya yang sebagian besar hidup sebagai petani.
Pendidikan Sartono dimulai dari HIK dan sekolah calon Bruder di Solo. Setamat HIK ia mendapat kepercayaan untuk menjadi guru HIS di Salatiga sampai dengan tahun 1945. Pada tahun 1946 hingga 1950 ia pindah mengajar ke sebuah SMP di Yogyakarta. Tahun 1950 Sartono memboyong keluarganya hijrah ke Jakarta, dan ia bekerja sebagai guru di sebuah SMA, sambil mengajar di SMP Negeri Gunung Sahari dan Santa Ursula. Iapun melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi dengan mengambil kuliah di Universitas Indonesia (UI). Ia memilih jurusan sejarah, dengan alasan peminat jurusan sejarah di UI sangat sedikit. Selain pengalaman masa lalunya mengunjungi candi Prambanan dan Borobudur yang memperkuat minatnya pada jurusan sejarah.
(Dari berbagai sumber. Foto :
Sartono merupakan lulusan pertama jurusan sejarah UI pada tahun 1956. Ia lantas menjadi staf MIPI (sekarang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/LIPI). Kerja kantoran membuat Sartono tidak betah. Pada tahun 1957 ia hijrah ke Yogyakarta dan menjadi dosen di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta pada Fakultas Sastra jurusan Sejarah.
Pada tahun 1964 ia memperoleh gelar MA dari South East Asian Studies Yale University Amerika Serikat, dan pada tahun 1968 lulus dengan predikat Cum Laude dan menyandang gelar PhD dari Universitas Amsterdam Belanda. Disertasi doktornya mengisahkan tentang pemberontakan petani-petani kecil di Banten pada tahun 1968.
Sekembali dari Belanda ia diangkat menjadi Guru Besar Sejarah pada Fakultas Satra UGM dan tahun 1974 diangkat menjadi Guru Besar Luar Biasa dalam Ilmu Sejarah pada Fakultas Sastra UI. Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan UGM mengangkatnya sebagai Direktur yang pertama pada tahun 1973-1981. Pada tahun 1974 ia menjabat sebagai Ketua Dewan Editor Penerbitan Sumber-sumber Bahan Sejarah Arsip Nasional. Pada tahun 1977-1978 ia diangkat menjadi Ketua National History Project South East Asian Studies Program. Pada tahun 1974-1980 Sartono menjabat Wakil Ketua Oral History Project. Pada tahun 1970-1981 ia menjabat Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI). Pada tahun 1968-1971 ia menjabat Vice Presiden International Association of Historian of Asia (IAHA). Pada tahun 1971-1974 jabatannya meningkat menjadi Presiden IAHA. Sejak tahun 1980 ia menjadi anggota UNISCO Committe of Scientific and Cultural History of Mankind.
Setiap harinya Sartono sibuk melakukan penelitian, mengikuti lokakarya dan menulis buku maupun karya ilmiah, disamping tugas pokoknya mengajar sebagai dosen. Karya tulisnya banyak diterbitkan dalam bentuk buku, jurnal, dimuat dalam majalah dan berbagai media massa lainnya selama kurun 1957 hingga 1987. Pada tanggal 20 Desember 1985 ia menjadi pemenang dalam penulisan buku seri ilmu pengetahuan bidang sejarah dengan judul “Pemikir dan Perkembangan Historiografi Indonesia”.
Pada tahun 1986 ia menikmati masa pensiun dari UGM. Atas jasa-jasanya Sartono Kartodirdjo menerima beberapa penghargaan yakni Harry J Benda Prize sebagai penerima pertama yang diberikan The Associattion of Asian Studies tahun 1977. Dari Pemerintah RI ia menerima Tanda Kehormatan Satya Lencana sebagai tokoh ilmu pengetahuan dan kesenian yang disampaikan Mendikbud pada tahun 1970.
Sartono Kartodirdjo menikah dengan Sri Kadaryati, teman semasa menjadi guru pada tahun 1948 di Muntilan Jawa Tengah. Mereka dikaruniai dua orang putra putri, Nimpoeno dan Roeswita.
Sebagian dari karya tulis, makalah, buku tulisan Sartono Kartodirdjo, ialah
- Periodisasi Sejarah Indonesia (karya tulis, 1957).
- Catatan Tentang Segi-segi Mesiasmistis dalam Sejarah Indonesia. (1959)
- Peristiwa dan Tokoh dari Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia (1960).
- The Peasant Revolt of Banten in 1968; Its Conditions Course and Sequal: A Case Study of Social Movements in Indonesia (tesis untuk mendapatkan gelar PhD di Universitas Amsterdam).
- Struktur Sosial dari Masyarakat Tradisional dan Kolonial (1969).
- Sejarah Perlawanan-perlawanan Terhadap Kolonialisme (1969).
- Kepemimpian Dalam Sejarah Indonesia (1974).
- Sejarah Pedesaan dan Pertanian (1976).
- Masyarakat Kuno dan Kelompok-kelompok Sosial (1977).
- Elite dalam Perspektif Sejarah (1981).
- Ratu Adil (1984).
- Perkembangan Peradaban Priyayi (1987).
- Kebudayaan Pembangunan dalam Perspektif Sejarah (1987).
(Dari berbagai sumber. Foto: tokohindonesia )
Artikel terkait :
- Soewandi, Pencetus Ejaan Suwandi
- Nugroho Notosusanto, Cerpenis YangJadi Menteri
- Romo Mangun, Pendekar Rakyat Jelata
- RM Ng. Poerbatjaraka, Bapak Perintis Ilmu Sastra Indonesia
- Rosihan Anwar, Jurnalis Kawakan Pantang Menyerah
NB. Info Khusus : Bagi Sobat-sobat blogger pemula seperti saya, yang ingin ikutan kontes Menjadi Blogger Yang Bahagia, segera saja lihat persyaratan lengkapnya di Info Kontes: Menjadi Blogger Yang Bahagia. Daftarkan diri Anda, ikut serta jangan ragu-ragu lagi. Hadiah dan kejuaraan bukan tujuan, namun persahabatan dan nilai-nilai silaturrakhmi antar blogger merupakan kekayaan putera-puteri Ibu Pertiwi yang tiada ternilai mulianya.
2 Komentar:
TQ infonya Sob, saya malahan baru tahu.
@vini vidi vucinic Okay, salam hormat, enjoy with blogging and surfing on the net...
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".