Kak Seto |
Masalah anak-anak memang cukup membuat para orang tua jadi kebingungan. Apapun yang mereka lakukan terkadang tidak sesuai dengan harapan dan arahan dari generasi tua. Diperlukan sebuah pendekatan yang lebih sederhana dan manusiawi; Misalnya dengan selalu memberikan peluang kepada mereka untuk berbuat dan mengekspresikan diri, kemudian kita harus mengapresiasi kinerja mereka dengan bentuk-bentuk penghormatan. Atau dengan sikap para orang tua yang harus bersedia mengalah, dan menyadari bahwa anak-anak itu bukan lagi hidup dalam zaman para bapak dan ibu mereka. Memang, toh kenyataannya, anak-anak kita memang hidup dalam era yang berbeda. Paling tidak, era generasi sekarang adalah masa di mana segala sesuatunya penuh dengan teknologi yang serba canggih dan instan.
Mendidik anak, adalah tugas utama orang tua dari sebuah keluarga. Lingkungan dan lembaga pendidikan formal mapun non formal dan informal merupakan wadah sosialisasi sekaligus pendidikan anak setelah menerima curahan limu dan kasih sayang awal dari dua orang tua dan keluarganya di rumah. Karena berbagai hal yang di luar kemampuan kontrol dua orang tua, terkadang diperlukan juga bantuan untuk "mengintimidasi" kemanjaan seorang anak. Kendati demikian, sebagai orang tua, adalah bijaksana bila senantiasa mendahulukan nilai-nilai kasih sayang dan cinta dari pada menonjolkan kekerasan yang dilandasi hawa marah.
Sebuah peristiwa yang bisa menjadi tolok ukur kebijakan yang sebaiknya kita terapkan dalam upaya mendidik anak-anak, terjadi pada Sean Azad, 15 tahun, anak artis Ayu Azhari; dua pekan lalu dia harus menginap di kantor Kepolisian Resor Jakarta Selatan selama satu malam. Hal itu harus dijalaninya setelah sang ibunda, aktris film Ayu Azhari, melaporkan Sean karena dituding telah mencuri uang sebesar US$ 50 ribu atau setara dengan Rp 450 juta. Ia baru boleh meninggalkan kantor polisi setelah menulis surat pernyataan tidak akan mencuri lagi dari ibunya. Kuasa hukum Ayu, Secarpiandy, mengatakan Sean mencuri uang untuk pergi menemui ayahnya, Teemu Yusuf Ibrahim, di Finlandia.
Ayu mengakui tindakannya melapor ke polisi justru merupakan bagian dari upaya membina dan mendidik anaknya. Sebab, selama ini berbagai upaya yang dilakukan sebagai ibu dengan lemah lembut tak mengubah perilaku Sean. "Laporan itu untuk minta bantuan kepada polisi. Semoga bisa dapat ridho dari Allah," kata Ayu.
Ayu Azhari saat laporkan anaknya |
Kasus pencurian barang milik orang tua bukan hanya dilakukan Sean. Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi mengatakan setidaknya ada 22 kasus anak yang dilaporkan mencuri barang milik orang tuanya per-tahun. "Mulai mencuri kecil-kecilan hingga yang jumlahnya besar," katanya ketika dihubungi Senin lalu.
Seto mencontohkan kasus anak usia taman kanak-kanak yang mengambil uang dari dompet ayahnya. Dari kasus ini, ia berpendapat, apa pun yang dilakukan si anak tak bisa lepas dari peran orang tua. Anak yang mencuri dari orang tuanya, kata Seto, terjadi karena anak merasa tersudut, mendapat tekanan, atau tidak terdengar kebutuhannya. "Saking tidak berdayanya, anak memutuskan mencuri," ujarnya. Pencurian yang dilakukan oleh anak atas barang orang tuanya, ia melanjutkan, juga dapat terjadi untuk mencari perhatian atau sebagai bentuk protes karena diperlakukan tidak adil. Kunci mengatasi masalah ini, kata Seto, sebetulnya hanya satu, yaitu membangun komunikasi yang baik dengan anak.
Pendiri Yayasan Nakula Sadewa ini juga mengingatkan agar orang tua menghadapinya secara bijak. Penyelesaian masalah harus dimulai dari orang tua. "Orang tua harus melakukan pendekatan dengan rendah hati. Orang tua harus berani meminta maaf," kata peraih The Outstanding Young Person of the World dari Junior Chamber International pada 1987 ini.
Jika orang tua berani meminta maaf, anak pun akan mendapat kesempatan untuk mengeluarkan semua unek-unek di hatinya. Karena itu, Seto berpendapat, masalah pencurian oleh anak mesti diselesaikan secara internal. Orang tua sebaiknya tidak melaporkan anak kepada polisi karena anak akan merasa terluka, seolah diperlakukan sebagai pelaku tindak kriminal. "Ini akan menyebabkan trauma psikologis dan merusak hubungan internal antara orang tua dan anak dalam jangka waktu yang panjang," kata peraih The Golden Balloon Award, New York, untuk kategori Social Activity dari World Children's Day Foundation dan UNICEF pada 1989 ini.
Namun Seto masih membolehkan jika orang tua ingin bekerja sama dengan polisi. Anak boleh dibawa ke kantor polisi untuk dinasihati, namun dengan catatan anak tidak boleh ditahan. Jika orang tua tidak dapat menyelesaikan masalah pencurian yang dilakukan anaknya secara internal, Seto menyarankan orang tua melakukan terapi dan psychological treatment.
Kasus pencurian yang dilakukan anak atas uang orang tuanya, menurut Seto, berbeda dengan kleptomania. Kleptomania adalah penyakit psikologis di mana seseorang terbiasa mencuri. "Kalau ada kesempatan dia bisa, dia akan mencuri. Karena itu, ia akan mencuri barang meski barang itu tidak dibutuhkan," ujar Seto.
Psikolog Tika Bisono juga berpendapat, perilaku anak yang menyimpang umumnya dipicu oleh situasi di rumah. Karena itu, masalah pencurian yang dilakukan anak atas uang orang tuanya mesti diselesaikan secara internal dalam keluarga. "Kejadian pencuriannya kan di dalam (rumah), ya mesti diselesaikan secara internal," ujar Tika.
Ia juga menyarankan agar orang tua tidak melaporkan kasus seperti ini ke kepolisian. "Jangan sampai api kebencian disuburkan pada anak," kata pelantun lagu Ketika Senyummu Hadir, yang populer pada 1990, itu. Dalam kondisi seperti ini, kata Tika, anak membutuhkan rangkulan dan kasih sayang dari orang tua. "Orang tua yang arif mesti bisa minta maaf kepada anak-anak. Anak-anak pemaaf, kok," ujarnya.
(see original News : Tempo)
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".