Sesosok mayat seorang wanita tersangkut di salah satu onggokan batang pisang, di pinggiran sungai Kedung Gondang, Desa Mlinjon, Sabtu (9/4) siang. Warga sekitar menjadi geger, beberapa orang berinisiatif untuk melaporkan penemuan tersebut kepada Kades Mlinjon, Kecamatan Suruh, Kabupaten Trenggalek Jawa Timur, selanjutnya diteruskan ke Polsek Karangan.
Mayat wanita itu, pertama kali ditemukan oleh Mulyono (54) warga Desa Mlinjon. Ketika siang itu, dia dan beberapa 'sambatan'nya sedang mengobati padi di ladangnya yang terletak tepat di mana mayat tersebut ditemukan. "Begitu tahu ada mayat di situ, saya langsung memanggil teman-teman untuk melihatnya. Kami berusaha menggerak-gerakkan, namun jasad itu sama sekali sudah tidak bergerak", ujar Mulyono. Kemudian, dia bersama warga sekitar berusaha untuk mengevakuasi mayat dari lokasi dan meletakkannya di tepian kali yang lebih tinggi dan kering.
Setelah berada di tempat yang kering, kemudian warga berusaha mencari identitas yang mungkin ada. Ternyata mereka hanya menemukan handphone di salah satu sakunya. Karena handphone itu mati akibat basah dan tidak bisa dihidupkan, maka seseorang berinisiatif untuk melepaskan simcard-nya lalu dimasukkan ke dalam handphone milik warga yang hadir di situ. "Dari kartu itulah diketahui bahwa mayat wanita itu adalah warga Ngasem, Desa Karangan, Kecamatan Karangan. Karenanya, kemudian kasus ini dilaporkan ke Polsek Karangan, bukan ke Polsek Suruh," ujar Sururi (33) Kades Sukowetan yang berbatasan dengan
Desa Mlinjon.
Bersamaan dengan itu, beberapa warga yang lain menghubungi Kepala Desa dan selanjutnya peristiwa tersebut dilaporkan ke Polisi Sektor Kecamatan Karangan. Pada pukul 13.30 petugas dari Polsek Karangan, di dampingi dokter Puskesmas dan tim medis tiba di TKP langsung melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan kondisi mayat perempuan yang diperkirakan masih berusia antara 16 - 17 tahun, memakai celana hotpant jean berbaju kaos warna putih polos.
Mayat wanita itu, pertama kali ditemukan oleh Mulyono (54) warga Desa Mlinjon. Ketika siang itu, dia dan beberapa 'sambatan'nya sedang mengobati padi di ladangnya yang terletak tepat di mana mayat tersebut ditemukan. "Begitu tahu ada mayat di situ, saya langsung memanggil teman-teman untuk melihatnya. Kami berusaha menggerak-gerakkan, namun jasad itu sama sekali sudah tidak bergerak", ujar Mulyono. Kemudian, dia bersama warga sekitar berusaha untuk mengevakuasi mayat dari lokasi dan meletakkannya di tepian kali yang lebih tinggi dan kering.
Setelah berada di tempat yang kering, kemudian warga berusaha mencari identitas yang mungkin ada. Ternyata mereka hanya menemukan handphone di salah satu sakunya. Karena handphone itu mati akibat basah dan tidak bisa dihidupkan, maka seseorang berinisiatif untuk melepaskan simcard-nya lalu dimasukkan ke dalam handphone milik warga yang hadir di situ. "Dari kartu itulah diketahui bahwa mayat wanita itu adalah warga Ngasem, Desa Karangan, Kecamatan Karangan. Karenanya, kemudian kasus ini dilaporkan ke Polsek Karangan, bukan ke Polsek Suruh," ujar Sururi (33) Kades Sukowetan yang berbatasan dengan
Desa Mlinjon.
Bersamaan dengan itu, beberapa warga yang lain menghubungi Kepala Desa dan selanjutnya peristiwa tersebut dilaporkan ke Polisi Sektor Kecamatan Karangan. Pada pukul 13.30 petugas dari Polsek Karangan, di dampingi dokter Puskesmas dan tim medis tiba di TKP langsung melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan kondisi mayat perempuan yang diperkirakan masih berusia antara 16 - 17 tahun, memakai celana hotpant jean berbaju kaos warna putih polos.
"Luka memar di batok kepala, dan pelipis tepat di atas matanya. Diduga adalah akibat benturan b nda keras. Sekujur tubuhnya tidak ditemukan luka sama sekali", demikian Dokter Puskesmas, Bambang, menjelaskan. Keterangan dari pihak kepolisian, mayat itu bernama Hesti Triasningrum, siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Suruh, berusia 16 tahun. AKP Sumianto, Kapolsek Suruh menegaskan tidak ada tanda-tanda penganiayaan. "Luka memar di bagian kepala diperkirakan akibat benturan batu kali ketika dia hanyat terbawa arus sungai," ujarnya. Dalam pada itu, polisi sudah menyampaikan berita kematian Hesti kepada keluarganya di dusun Ngasem, Desa Karangan. Polisi kemudian mengevakuasi jasad korban ke Puskesman Karangan.
Sartono, Kepala SMPN 1 Suruh, mengatakan bahwa hari itu, Sabtu (9/4), siswa kelas VIII sudah dipulangkan lebih dahulu, yakni pukul 11.30. Namun dia belum tahu, apakah Hesti hari itu bolos atau tetap mengikuti pelajarn. Informasi dari beberapa guru sekolah itu, Hesti akhir-akhir ini memang sering berulah ceroboh. "Tapi, kami tidak mengira bila dia ternyata harus mati secara tragis", ujar guru itu.
Keluarga Sangat Terkejut
Sugeng (43), ayah Hesti, mengaku sangat terkejut dan tidak percaya bila mayat yang ditemukan adalah anak gadisnya. "Saya bersama isteri tadi pagi sedang ke Dongko untuk mengantar keluarga yang lamaran. Sehingga tidak tahu, kalau Hesti tidak sekolah.Sebelum kami berangkat di sudah pamit mau sekolah mengendarai sepeda onthelnya", ujar Sugeng penuh nada pilu.
Hesti Triasningrum adalah anak pertama bagi Sugeng, sementara adiknya masih kecil. Menurut Sugeng, Hesti itu memang sedikit tertutup dengan keluarga. Kendati demikian, keluarga tahu kalau dia (korban) sudah menjalin hubungan dengan seorang pemuda beralamat di Desa Ngrandu, Kecamatan Suruh. Mendengar anaknya mati karena jatuh di Jurug Gue, Sugeng langsung mengira anaknya telah dicelakai oleh pemuda yang diketahui Sugeng bernama Mukani (25) itu. Sugeng kemudian meminta kepada pihak Polsek Karangan untuk mengurusinya dan mencari informasi ke rumah orang tua Mukani. Menurut tetangga dekatnya, Sugeng memang tidak menyetujui jalinan kasih anaknya dengan Mukani, mengingat Hesti masih kecil dan di bawah umur.
Keluarga Mukani di Desa Ngrandu juga kaget. Ayah Mukani yang bernama Jadi, sudah mengetahui bahwa anak laki-laki itu berpacaran dengan Hesti. Bahkan keluarga tahu, bila Mukani pamit akan ke Jurug Gue bersama Hesti dengan mengendarai Yamaha Jupiter-nya. Terkait kemungkinan anaknya dituduh telah mencelakai Hesti, Jadi pun merasa ikut bertanggung. "Kalau memang anak saya yang sudah mencelakai Hesti, saya akan ikut bertanggung jawab. Hesti sudah saya anggap seperti anak sendiri," katanya, (9/4) sekitar pukul 19.30 WIB di rumahnya.
Hingga tengah malam, Mukani yang diketahui pergi bersama Hesti, tidak kembali ke rumah. Sementara Sepeda motor Yamaha Jupiter milik Mukani sudah ditemukan, dititipkan di rumah salah satu warga dekat Jurug Gue. Keluarga Hesti tetap bersikeras, bila kemungkinan Mukani yang mencelakai Hesti. Sedangkan Jadi sekeluarga justru merasa sangat khawatir dengan keadaan anaknya yang hingga dini hari belum juga diketahui rimbanya.
Mayat Mukani Ditemukan di Sukowetan
Pagi Minggu (10/4) pukul 08.11 WIB, ganti warga Sukowetan dibuat geger. Di dusun Dawuhan, tepat di tepian kali dekat komplek pemakaman umum, ditemukan sesosok mayak laki-laki dengan kondisi mengenaskan, sebagian jasadnya tenggelam ditanah walet (lumpur). Mayat itu memakai kais motif garis melintang hitam putih bertuliskan "Convert", celana jean dengan model sobek bagian lutut. Bagian wajah dikerumuni lalat hijau, namun mayat belum berbau busuk. Sementara di bagian kepalanya, tanda-tanda darah yang mengalir dari situ terlihat di tanah sekitarnya yang berwarna merah darah yang mulai mengering.
Andi (35) Kepala Dusun Tamtu, Desa Sukowetan, langsung menghubungi Kades Sukowetan, Sururi, dan berusaha untuk menjaga lokasi penemuan agar tidak diganggu warga sekitar. Menurut Andi, yang menemukan mayat itu pertama kali adalah Gudi (54), warga RT 21 Sukowetan. "Begitu ditemukan, warga langsung menghubungi saya, dan selanjutnya saya laporkan pada pak Sururi, kemudian beliau meneruskannya ke Polsek Karangan," ujar Andi.
Kades Sukowetan, Sururi datang lebih awal dari tim Polsek Karangan. Dia langsung menginstruksikan kepada semua warga untuk mensterilkan TKP dan melarang siapapun mendekati mayat. Ketika tim dari Polsek Karangan akhirnya tiba, bersama Kades Ngrandu, Suparni. Kedatangan tim ini memastikan, bahwa mayat yang ditemukan adalah Mukani (25), warga desa Ngrandu Kecamatan Suruh, teman kencan Hesti Triasningrum yang kemarin siang jasadnya sudah terlebih dahulu ditemukan.
Usai dilakukan pemeriksaan awal, jasad Mukani langsung dievakuasi ke RSUD Dr Sutomo untuk otopsi dan menentukan penyebab kematiannya. Keterangan sementara yang diperoleh dari tim Kecamatan Karangan, penyebab kematian kemungkinan besar adalah benturan di bagian kepalanya. Bagian punggung dan pinggul korban juga terdapat luka memar akibat benturan benda keras.
Tumbal Jurug Gue
Prigibeach.com berusaha melacak tragedi yang menimpa sepasang kekasih tersebut. Dari berbagai sumber yang masih simpang siur, dan nadanya hanya gosip yang sukar untuk dipertanggung jawabkan kebenarannya. Di antaranya yang mungkin bisa dipercaya adalah keterangan Suindiah (34), warga Mlinjon, katanya keduanya terlihat menuju sumber kali Kedung Gondang yang dikenal dengan sebutan Jurug Gue. Saat itu, masih sekitar pukul 9 pagi, dan cuaca sedikit mendung, katanya.
"Entah bagaimana tiba-tiba air kali mendadak meluap, ada air bah datang dari atas, jan orang sa'bain-ne (betul-betul tidak sewajarnya), tidak ada hujan deras, tiba-tiba ada banjir bandang", cerita Suindiah.
Bagi warga Sukowetan dan khususnya warga Mlinjon, terutama yang dekat Jurug Gue, kematian sepasang kekasih tersebut adalah pengulangan sebuah tragedi pada belasan tahun lalu. Menurut para sesepuh dua desa itu, Jurug Gue masih sangat angker. "Mbah-e (maksudnya, yang mbaurekso, penunghuni Jurug Gue/Red), sangat murka bila lokasi Jurug dijadikan tempat bermesum ria," kata banyak warga dan sesepuh desa. Menurut mereka, siapapun yang melakukan perbuatan mesum tatkala berwisata ke lokasi Jurug Gue, niscaya akan mengalami nasib yang serupa. Dan ini sudah terbukti beberapa kali.
Dalam pada itu, ada pula sekelompok masyarakat yang memperkirakan pasangan tersebut ketika buru-buru akan meninggalkan lokasi karena ada banjir, tiba-tiba saja jatuh dan kemudian hanyut terbawa arus air. Akibat derasnya arus, keduanya tak mampu menguasai diri atau bahkan tidak bisa berenang, maka tubuh mereka terombang-ambing lalu membentur bebatuan sepanjang aliran sungai. Artinya, kematian mereka bukan karena tenggelam, melainkan karena kepala keduanya yang membentur-bentur bebatu kali.
Informasi dari pihak Polres secara resmi belum ada, namun wacana yang diperkirakan masyarakat itu bisa saja benar bahwa penyebab kematiannya bukan dibunuh atau bunuh diri, melainkan karena hanyut dan benturan bebatuan. "Saat ini, polisi masih melacak dan menyelidik kasus itu sesuai prosedur. Untuk jelasnya silahkan tanya kepada Kapolsek atau kepada AKP Siti Munawaroh, Kabag Humas Polres Trenggalek," kata sumber itu yang enggan disebut namanya.
Apapun penyebab kematian, dan bagaimana kronologis pastinya, yang jelas Jurug Gue masih kukuh pada tradisinya yang tidak sudi lokasi seindah dan sealami Jurug Gue dikotori oleh hal-hal yang berbau mesum, sejak dahulu hingga sekarang, ujar seorang sesepuh yang bertempat tinggal tidak jauh dari situ.(Mah/Haz).
Apapun penyebab kematian, dan bagaimana kronologis pastinya, yang jelas Jurug Gue masih kukuh pada tradisinya yang tidak sudi lokasi seindah dan sealami Jurug Gue dikotori oleh hal-hal yang berbau mesum, sejak dahulu hingga sekarang, ujar seorang sesepuh yang bertempat tinggal tidak jauh dari situ.(Mah/Haz).
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".