Sejak menjabat Bupati Trenggalek, Jawa Timur, H. Mulyadi WR, sudah 3 kali melakukan rolling pejabat publik di daerah ini, plus pemutasian dan pengangkatan Kepala Sekolah secara massal. Rolling terakhir dilakukan H. Mulyadi WR kemarin Rabu (6/4). PNS yang dimutasikan sebanyak 36 orang, yakni 6 pejabat eselon III, 28 eselon IV dan 2 orang eselon V.
Tepat 25 hari sesudah dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati, MK (Mulyadi dan Kholiq), sudah menunjukkan kesungguhannya untuk mereformasi birokrasi di daerah ini, mutasi massal pertama digulirkan tanggal 28 Oktober 2010. Sebelumnya, pada Rabu (13/10-2010), Mulyadi dalam wawancara dengan prigibeach.com, di ruang kerja sementara-nya, menegaskan bahwa pemerintahannya memang bertekad mewujudkan good government dan clean government, demi meningkatkan pelayanan terhadap segenap lapisan masyarakat.
Beberapa masalah yang saat ini terjadi di pemerintahan Kabupaten Trenggalek perlahan harus dibenahi. Amburadulnya sistem birokrasi saat kepemimpinan Bupati sebelumnya menjadi PR terberat mantan Irwil Propinsi Jatim itu. Mulai dari akuntabilitas laporan dinas-dinas, sampai program apa saja yang sudah terlaksana mapun yang belumt. Menurut Mulyadi saat itu, beberapa keputuskan pemerintah Kabupaten sengaja ditindak lanjuti dengan pemaparan para pimpinan SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) agar dalam visi-misinya tidak ada hambatan. "Yang baik kita lanjutkan, yang kurang kita benahi dan yang belum akan kita laksanakan" Tegas Bupati Mulyadi hari Rabu (13/10-2010) sekitar pukul 11.30 WIB.
Orang No 1 di Trenggalek tersebut membantah pelaksanaan evaluasi itu adalah dalih untuk memperkokoh jaringannya. "Kita tidak bicara masalah mutasi, sekali lagi ini bagian dari pemetaan terhadap eselon agar memudahkan tugas saya dalam melaksanakan visi-misi, sehingga tidak ada benturan antara visi-misi dengan APBD yang pro-Rakyat," imbuhnya.
Bahkan dengan ramah Bupati yang juga pernah menduduki kursi Bupati Trenggalek periode 2000-2005 itu menfilosofikan kinerja aparaturnya dengan "Ibarat naik harus lewat Lift , tetapi turun harus pakai tangga". Artinya akselerasi pembangunan di kabupaten Trenggalek harus secepatnya dilakukan dengan seiring sejalannya arah kebijakan yang pemimpin terapkan, sambil mengevaluasi ke bawah dengan menuruni tangga untuk melihat kelemahan mapun kekurangan dari kinerja itu.
Sebelum menggulirkan mutasi pejabat eselon II s.d V, masyarakat yakin, H. Mulyadi WR dan Kholiq sudah melakukan evaluasi dan menjaring berbagai informasi dari segala penjuru. Itulah sebabnya, kendati ada pejabat eselon II yang sebelumnya berprestasi dan memperoleh penghargaan kinerja, justru juga dimutasikan. Itulah yang terjadi, bila diteropong ternyata kinerja sang pejabat justru menghambat laju pertumbuhan perekonomian dan meremehkan faktor pelayanan terhadap masyarakat.
Pada mutasi pertama 226 pejabat, terdiri dari 21 pejabat eselon II, 71 pejabat eselon III, 137 pejabat eselon IV dan 7 pejabat eselon V, dirolling dan diangkat yang baru. Rolling kedua Rabu (16/2-2011) dilantik 74 orang pejabat struktural eselon V hingga eselon II. Dari 74 pejabat tersebut, 7 orang diantaranya pejabat eselon II dan 16 orang pejabat eselon III, 48 orang pejabat eselon IV dan 3 orang pejabat eselon V. Mutasi ketiga dikhususkan untuk lingkungan dinas pendidikan, 141 Kepala Sekolah dilantik, Senin (7/3-2011). Mereka adalah 116 orang Kepala Sekolah Dasar (SD), 19 orang Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 6 orang Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA). Tepat satu bulan kemudian, yakni 6 April 2011, gerbong mutasi menggelinding lagi membawa 36 orang, yakni 6 pejabat eselon III, 28 eselon IV dan 2 orang eselon V.
Tidak Ada Alasan Politis
Jika mencermati para pejabat yang dimutasi oleh MK, barangkali ada yang berpikir bahwa alasan peluncuran gerbong rolling pejabat PNS sejak yang pertama, hingga terakhir adalah bersifat politis. MK bukan saja berniat mereformasi birokrasi, namun juga demi memperkuat jaringan mereka. Beberapa tokoh yang enggan disebutkan namanya, yang menjadi korban rolling, merasakan itung-itungan MK adalah untuk menetralisir dan meredam para pendukungnya dikala Pilkada Juni 2010 lalu. Setidaknya begitulah politik citra dari seorang Bupati, katanya.
Disisi lain, bila kita mau bersikap obyektif dan netral, H. Mulyadi WR dan Kholiq mengatakan bahwa mereka akan mereformasi birokrasi baik melalui sistem dan prosedur maupun tahapan evaluasi dan managerial. Setiap tahun -atau bahkan hitungan bulan- akan ada evaluasi sampai tahapan rolling pejabat. Mari kita telusuri aktivitas MK selama enam bulan memerintah daerah ini. Hampir tiada hari tanpa tatap muka dengan masyarakat kecil. Keduanya dengan seksama dan hati-hati, berusaha untuk mengikuti dan menjaring setiap aspirasi masyarakat. Tatkala ada kasus seseorang yang dikenal sangat dekat dengan MK, akan mengurusi ijin usaha, namun pelayanan pihak KPPM dinilai lambat, sehingga menyebabkan seseorang itu akan menggugat sistem perijinan di Trenggalek melalui PTUN, maka dengan segera Mulyadi merespon dengan memberikan teguran keras kepada Kepala KPPM.Teguran keras dilontarkan bukan karena si-pencari ijin usaha kenal dekat sama MK, melainkan memang birokrasi di KPPM saat itu sangat "njelimet".
Kasus terbaru, menyangkut SPBE yang belum memiliki AMDAL, dan sang pejabat mengekspos masalahnya melalui media tanpa lebih dahulu melakukan mediasi dengan pihak pemodal, H. Mulyadi pun seketika menanggapinya dengan positif. Teguran keras dilontarkan, sang pejabat langsung dimutasi. MK sangat mahfum, bahwa daerah ini membutuhkan kerjasama yang baik dengan pemilik modal dari luar daerah maupun lokal. Bila pelayanan terhadap mereka tidak dibarengi dengan senyum, bagaimana kita bisa lebih mempercepat putaran roda kesejahteraan masyarakat?
The Man Behind The Gun
Jika benar perubahan personil para pejabat publik tersebut didasarkan pada alasan politis, maka perubahan yang dilakukan MK tidak akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Bagi masyarakat ini tidak ada untungnya, hanya menimbulkan kegaduhan politik, dan terbengkalainya pembangunan fisik maupun non fisik. Bersamaan dengan itu, KKN akan tetap berproses kearah yang lebih eksis.
Dalam berbagai kesempatan baik Mulyadi maupun Kholiq menegaskan, rolling dan pergantian pejabat dilakukan berdasarkan evaluasi kinerja SKPD. Evaluasi mereka lakukan dengan cara-cara yang sistematis dan terprogram. Dan penetapannya juga berdasarkan keputusan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) Kabupaten Trenggalek. Dari sini dapat dinilai bahwa mutasi dilakukan demi merasionalisasi setiap SKPD, dengan mengganti pejabat yang dianggap kurang mampu.
Ada tiga kemungkinan pilihan mutasi, pertama dan yang paling aman adalah memutasi pejabat tertentu dan menggantinya dengan calon dari lingkungan SKPD itu sendiri, yang dianggap memiliki kapabilitas dan profesional. Kedua, merampingkan struktur yang terbukti tak efektif dengan mengurangi beberapa unit satuan tugas tertentu atau sekaligus menghilangkannya dari struktur, atau menambahkan unit pelaksana baru. Ketiga, mengganti pejabat berdasarkan penilaian kompetensi yang diukur secara internal melalui badan pengawasan seperti Inspektorat, BPK dan penelitian Baperjakat.
Dari tiga pilihan mutasi yang ada itu, tetap saja ada penekanan khusus kepada para pejabat yang dilantik. Azas demokrasi yang dianut pemerintahan daerah ini dalam menetapkan pejabat publik, dibawah kepemimpinan MK bukan hanya dipengaruhi oleh Baperjakat, namun -yang barangkali lebih di kedepan MK- adalah nilai manfaatnya bagi kemajuan dan percepatan pemerataan pembangunan dan penyejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, jangan heran, bila dalam tiga atau empat bulan sekali MK akan melakukan rolling setiap pejabat yang dianggap "banci", dan tidak mengerti istilah The Man Behind The Gun is Pro-Rakyat.
Infrastruktur Dukung Reformasi Birokrasi
Setangguh apapun seorang pimpinan dalam sebuah SKPD dan pejabat di bawahnya, pengaruhnya terhadap kinerja para stafnya tidak akan mencapai 100 prosen. Ibarat seorang nakhoda yang mengemudikan sebuah perahu di tengah badai, dia membutuhkan perahu yang kokoh, dengan perlengkapan dan persiapan ransum yang sesuai.
Begitulah kinerja para pejabat publik yang memiliki banyak staf dan unit pelaksana di wilayah kecamatan. Ambillah contoh, Dinas Pendidikan Trenggalek, adalah sebuah instansi yang menggunakan APBD dan APBN terbesar di daerah ini. Namun, bila kita masuk ke lingkungan kantornya, sungguh memilukan! Para staf bekerja berjejal-jejal di antara tumpukan berbagai arsip dan dokumen penting. Suasana dan design interiornya sudah payah, sementara bila hujan turun ada beberapa bagian atap gedung yang dirembesi air hujan. Kondisi tersebut bukan karena kurang pengaturan, nampak jelas adalah akibat sempitnya ruangan padahal volume tugas dan bundelan file setiap hari selalu bertambah.
Demikian pula kantor-kantor instansi lain atau Unit pelaksana teknis dari berbagai SKPD. Rasanya sudah banyak yang perlu untuk segera direnovasi atau bahkan ada yang semula belum punya harus dibangun yang baru. Termasuk infrastruktur jalan, sarana transportasi yang menghubungkan antar wilayah kecamatan, dewasa ini, sangat-sangat parah kondisinya.
Reformasi birokrasi tidak seratus prosen mendukung akselerasi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, apabila insfrastruktur kondisinya masih jalan di tempat. Terlebih lagi bila ransum untuk para PNS yang diwujudkan dengan uang LP hanya cukup untuk membeli secangkir kopi susu per-hari.
Tepat 25 hari sesudah dilantik menjadi Bupati dan Wakil Bupati, MK (Mulyadi dan Kholiq), sudah menunjukkan kesungguhannya untuk mereformasi birokrasi di daerah ini, mutasi massal pertama digulirkan tanggal 28 Oktober 2010. Sebelumnya, pada Rabu (13/10-2010), Mulyadi dalam wawancara dengan prigibeach.com, di ruang kerja sementara-nya, menegaskan bahwa pemerintahannya memang bertekad mewujudkan good government dan clean government, demi meningkatkan pelayanan terhadap segenap lapisan masyarakat.
Beberapa masalah yang saat ini terjadi di pemerintahan Kabupaten Trenggalek perlahan harus dibenahi. Amburadulnya sistem birokrasi saat kepemimpinan Bupati sebelumnya menjadi PR terberat mantan Irwil Propinsi Jatim itu. Mulai dari akuntabilitas laporan dinas-dinas, sampai program apa saja yang sudah terlaksana mapun yang belumt. Menurut Mulyadi saat itu, beberapa keputuskan pemerintah Kabupaten sengaja ditindak lanjuti dengan pemaparan para pimpinan SKPD (Satuan Kerja Pemerintah Daerah) agar dalam visi-misinya tidak ada hambatan. "Yang baik kita lanjutkan, yang kurang kita benahi dan yang belum akan kita laksanakan" Tegas Bupati Mulyadi hari Rabu (13/10-2010) sekitar pukul 11.30 WIB.
Orang No 1 di Trenggalek tersebut membantah pelaksanaan evaluasi itu adalah dalih untuk memperkokoh jaringannya. "Kita tidak bicara masalah mutasi, sekali lagi ini bagian dari pemetaan terhadap eselon agar memudahkan tugas saya dalam melaksanakan visi-misi, sehingga tidak ada benturan antara visi-misi dengan APBD yang pro-Rakyat," imbuhnya.
Bahkan dengan ramah Bupati yang juga pernah menduduki kursi Bupati Trenggalek periode 2000-2005 itu menfilosofikan kinerja aparaturnya dengan "Ibarat naik harus lewat Lift , tetapi turun harus pakai tangga". Artinya akselerasi pembangunan di kabupaten Trenggalek harus secepatnya dilakukan dengan seiring sejalannya arah kebijakan yang pemimpin terapkan, sambil mengevaluasi ke bawah dengan menuruni tangga untuk melihat kelemahan mapun kekurangan dari kinerja itu.
Sebelum menggulirkan mutasi pejabat eselon II s.d V, masyarakat yakin, H. Mulyadi WR dan Kholiq sudah melakukan evaluasi dan menjaring berbagai informasi dari segala penjuru. Itulah sebabnya, kendati ada pejabat eselon II yang sebelumnya berprestasi dan memperoleh penghargaan kinerja, justru juga dimutasikan. Itulah yang terjadi, bila diteropong ternyata kinerja sang pejabat justru menghambat laju pertumbuhan perekonomian dan meremehkan faktor pelayanan terhadap masyarakat.
Pada mutasi pertama 226 pejabat, terdiri dari 21 pejabat eselon II, 71 pejabat eselon III, 137 pejabat eselon IV dan 7 pejabat eselon V, dirolling dan diangkat yang baru. Rolling kedua Rabu (16/2-2011) dilantik 74 orang pejabat struktural eselon V hingga eselon II. Dari 74 pejabat tersebut, 7 orang diantaranya pejabat eselon II dan 16 orang pejabat eselon III, 48 orang pejabat eselon IV dan 3 orang pejabat eselon V. Mutasi ketiga dikhususkan untuk lingkungan dinas pendidikan, 141 Kepala Sekolah dilantik, Senin (7/3-2011). Mereka adalah 116 orang Kepala Sekolah Dasar (SD), 19 orang Kepala Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 6 orang Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA). Tepat satu bulan kemudian, yakni 6 April 2011, gerbong mutasi menggelinding lagi membawa 36 orang, yakni 6 pejabat eselon III, 28 eselon IV dan 2 orang eselon V.
Tidak Ada Alasan Politis
Jika mencermati para pejabat yang dimutasi oleh MK, barangkali ada yang berpikir bahwa alasan peluncuran gerbong rolling pejabat PNS sejak yang pertama, hingga terakhir adalah bersifat politis. MK bukan saja berniat mereformasi birokrasi, namun juga demi memperkuat jaringan mereka. Beberapa tokoh yang enggan disebutkan namanya, yang menjadi korban rolling, merasakan itung-itungan MK adalah untuk menetralisir dan meredam para pendukungnya dikala Pilkada Juni 2010 lalu. Setidaknya begitulah politik citra dari seorang Bupati, katanya.
Disisi lain, bila kita mau bersikap obyektif dan netral, H. Mulyadi WR dan Kholiq mengatakan bahwa mereka akan mereformasi birokrasi baik melalui sistem dan prosedur maupun tahapan evaluasi dan managerial. Setiap tahun -atau bahkan hitungan bulan- akan ada evaluasi sampai tahapan rolling pejabat. Mari kita telusuri aktivitas MK selama enam bulan memerintah daerah ini. Hampir tiada hari tanpa tatap muka dengan masyarakat kecil. Keduanya dengan seksama dan hati-hati, berusaha untuk mengikuti dan menjaring setiap aspirasi masyarakat. Tatkala ada kasus seseorang yang dikenal sangat dekat dengan MK, akan mengurusi ijin usaha, namun pelayanan pihak KPPM dinilai lambat, sehingga menyebabkan seseorang itu akan menggugat sistem perijinan di Trenggalek melalui PTUN, maka dengan segera Mulyadi merespon dengan memberikan teguran keras kepada Kepala KPPM.Teguran keras dilontarkan bukan karena si-pencari ijin usaha kenal dekat sama MK, melainkan memang birokrasi di KPPM saat itu sangat "njelimet".
Kasus terbaru, menyangkut SPBE yang belum memiliki AMDAL, dan sang pejabat mengekspos masalahnya melalui media tanpa lebih dahulu melakukan mediasi dengan pihak pemodal, H. Mulyadi pun seketika menanggapinya dengan positif. Teguran keras dilontarkan, sang pejabat langsung dimutasi. MK sangat mahfum, bahwa daerah ini membutuhkan kerjasama yang baik dengan pemilik modal dari luar daerah maupun lokal. Bila pelayanan terhadap mereka tidak dibarengi dengan senyum, bagaimana kita bisa lebih mempercepat putaran roda kesejahteraan masyarakat?
The Man Behind The Gun
Jika benar perubahan personil para pejabat publik tersebut didasarkan pada alasan politis, maka perubahan yang dilakukan MK tidak akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Bagi masyarakat ini tidak ada untungnya, hanya menimbulkan kegaduhan politik, dan terbengkalainya pembangunan fisik maupun non fisik. Bersamaan dengan itu, KKN akan tetap berproses kearah yang lebih eksis.
Dalam berbagai kesempatan baik Mulyadi maupun Kholiq menegaskan, rolling dan pergantian pejabat dilakukan berdasarkan evaluasi kinerja SKPD. Evaluasi mereka lakukan dengan cara-cara yang sistematis dan terprogram. Dan penetapannya juga berdasarkan keputusan Baperjakat (Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan) Kabupaten Trenggalek. Dari sini dapat dinilai bahwa mutasi dilakukan demi merasionalisasi setiap SKPD, dengan mengganti pejabat yang dianggap kurang mampu.
Ada tiga kemungkinan pilihan mutasi, pertama dan yang paling aman adalah memutasi pejabat tertentu dan menggantinya dengan calon dari lingkungan SKPD itu sendiri, yang dianggap memiliki kapabilitas dan profesional. Kedua, merampingkan struktur yang terbukti tak efektif dengan mengurangi beberapa unit satuan tugas tertentu atau sekaligus menghilangkannya dari struktur, atau menambahkan unit pelaksana baru. Ketiga, mengganti pejabat berdasarkan penilaian kompetensi yang diukur secara internal melalui badan pengawasan seperti Inspektorat, BPK dan penelitian Baperjakat.
Dari tiga pilihan mutasi yang ada itu, tetap saja ada penekanan khusus kepada para pejabat yang dilantik. Azas demokrasi yang dianut pemerintahan daerah ini dalam menetapkan pejabat publik, dibawah kepemimpinan MK bukan hanya dipengaruhi oleh Baperjakat, namun -yang barangkali lebih di kedepan MK- adalah nilai manfaatnya bagi kemajuan dan percepatan pemerataan pembangunan dan penyejahteraan masyarakat. Oleh sebab itu, jangan heran, bila dalam tiga atau empat bulan sekali MK akan melakukan rolling setiap pejabat yang dianggap "banci", dan tidak mengerti istilah The Man Behind The Gun is Pro-Rakyat.
Infrastruktur Dukung Reformasi Birokrasi
Setangguh apapun seorang pimpinan dalam sebuah SKPD dan pejabat di bawahnya, pengaruhnya terhadap kinerja para stafnya tidak akan mencapai 100 prosen. Ibarat seorang nakhoda yang mengemudikan sebuah perahu di tengah badai, dia membutuhkan perahu yang kokoh, dengan perlengkapan dan persiapan ransum yang sesuai.
Begitulah kinerja para pejabat publik yang memiliki banyak staf dan unit pelaksana di wilayah kecamatan. Ambillah contoh, Dinas Pendidikan Trenggalek, adalah sebuah instansi yang menggunakan APBD dan APBN terbesar di daerah ini. Namun, bila kita masuk ke lingkungan kantornya, sungguh memilukan! Para staf bekerja berjejal-jejal di antara tumpukan berbagai arsip dan dokumen penting. Suasana dan design interiornya sudah payah, sementara bila hujan turun ada beberapa bagian atap gedung yang dirembesi air hujan. Kondisi tersebut bukan karena kurang pengaturan, nampak jelas adalah akibat sempitnya ruangan padahal volume tugas dan bundelan file setiap hari selalu bertambah.
Demikian pula kantor-kantor instansi lain atau Unit pelaksana teknis dari berbagai SKPD. Rasanya sudah banyak yang perlu untuk segera direnovasi atau bahkan ada yang semula belum punya harus dibangun yang baru. Termasuk infrastruktur jalan, sarana transportasi yang menghubungkan antar wilayah kecamatan, dewasa ini, sangat-sangat parah kondisinya.
Reformasi birokrasi tidak seratus prosen mendukung akselerasi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, apabila insfrastruktur kondisinya masih jalan di tempat. Terlebih lagi bila ransum untuk para PNS yang diwujudkan dengan uang LP hanya cukup untuk membeli secangkir kopi susu per-hari.
Wallahu'alam bishawab.
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".