Drs. Kusprigianto |
Meskipun belum genap setahun menjabat Kepala Dinas Pendidikan Trenggalek, Jawa Timur, gebrakan kebijakan yang diimplementasikan oleh Kusprigianto banyak membuahkan hasil yang positif. Salah satu di antaranya yang cukup populer adalah instruksinya kepada sekolah-sekolah yang memiliki guru sukwan yang diangkat tidak sesuai dengan prosedur dan aturan yang berlaku, agar kepala sekolah yang bersangkutan segera memberhentikan mereka.
“Sesuai petunjuk Bapak Bupati, semua guru sukwan yang diangkat oleh Kepala Sekolah, memang kami minta untuk segera diberhentikan. Mereka umumnya adalah guru sukwan yang diangkat dengan SK Kepsek yang diterbitkan mulai tahun 2006 atau di atasnya. Mereka banyak terdapat di sekolah-sekolah dasar di daerah ini,” kata Kusprigianto, Rabu (22/6).
“Sesuai petunjuk Bapak Bupati, semua guru sukwan yang diangkat oleh Kepala Sekolah, memang kami minta untuk segera diberhentikan. Mereka umumnya adalah guru sukwan yang diangkat dengan SK Kepsek yang diterbitkan mulai tahun 2006 atau di atasnya. Mereka banyak terdapat di sekolah-sekolah dasar di daerah ini,” kata Kusprigianto, Rabu (22/6).
Kusprigianto menambahkan, pada umumnya sukwan ini diangkat bukan berdasarkan kebutuhan guru, melainkan karena unsur kedekatan atau terindikasi kolusi dan nepotisme. Dia mencontohkan ada banyak sekali sekolah dasar yang mengangkat guru sukwan untuk mapel olahraga dan kesehatan, atau pendidikan agama. Dalam praktiknya, ternyata bahwa di sekolah-sekolah itu sudah ada guru mapel tersebut.
“Guru sukwan diberi tugas mengajar menggantikan guru PNS yang sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi. Hasil investigasi tim kami, menunjukkan, bahwa guru-guru sukwan ini mengajar di sekolah tersebut dengan imbalan honor yang diberi oleh guru mapel yang dibantunya, atau dari dana yang disediakan oleh sekolah. Bayangkan, guru PNS menerima tunjangan sertifikasi senilai Rp. 1,5 juta, diharapkan agar mereka lebih bersungguh-sungguh menekuni kewajibannya. Tapi, ternyata yang tiga ratus ribu rupiah, justru mereka berikan kepada guru sukwan, yang melaksanakan tugas menggantikan dirinya. Sedangkan yang bersangkutan pada jam-jam pelajaran tersebut malah berleha-leha,” katanya.
Praktik pengangkatan guru sukwan dengan honor dari sekolah ini beberapa tahun lalu memang marak utamanya di sekolah-sekolah dasar. Menurut Kusprigianto, sekilas memang terlihat tidak membebani Dinas Pendidikan maupun Pemkab Trenggalek. Namun dalam jangka panjang justru akan menimbulkan masalah dan ujung-ujungnya adalah Dinas Pendidikan yang akan dipersalahkan.
“Pada awalnya, mereka (guru sukwan/Red), menyatakan tidak akan menuntut honor dari Pemkab atau tidak berharap diangkat menjadi CPNS. Namun, ketika merasa mereka perlu peningkatan kesejahteraan, maka secara masif dan aktif mereka mengatur strategi dan kesepakatan sesama mereka, kemudian mereka pun akan ramai-ramai “nglurug” Dewan dan melaporkan bahwa kebijakan Dinas Pendidikan telah mengabaikan keberadaan guru sukwan. Selanjutnya mereka menuntut agar diangkat sebagai tenaga sukwan yang terdaftar di Pemkab atau bahkan meminta di-SK-kan sebagai CPNS. Padahal, sejak tahun 2005 Pemkab sudah dilarang mengangkat tenaga sukwan”, tandas Kusprigianto.
Lebih lanjut Kusprigianto menjelaskan, bahwa inti masalah dari keberadaan guru sukwan ini adalah kurangnya kesadaran KS dan guru mapel yang dibantu guru sukwan. Itulah sebabnya begitu dia menjabat Kepala Dinas Pendidikan, semua guru sukwan tersebut langsung diberhentikan. “Mungkin ada yang merasa kebijakan kami ini tidak manusiawi, atau tidak familiar. Namun semua adalah demi memperbaiki sistem dan kinerja kependidikan di daerah ini. Paling tidak demi efektivitas tunjangan sertifikasi dan mengurangi beban moral lembaga sekolah dan Pemkab di masa depan”.
“Bila para guru sukwan tersebut berhasrat menjadi guru ber-SK dengan gaji dari APBD atau APBN, sebaiknya mereka melalui prosedur seleksi yang diadakan oleh Pemerintah. Sejak tahun 2009, tidak ada lagi tenaga sukwan yang diakui dan berhak diangkat jadi CPNS. Sebagai konsekwensinya, setiap kali daerah membutuhkan, pemerintah selalu membuka lowongan CPNS termasuk guru. Kuota pengangkatan CPNS sudah ditentukan oleh Kementerian PAN dan RB di Jakarta. Seleksi terbuka untuk umum, transparan dan tidak ada kolusi maupun nepotisme,” ujar Kusprigianto.
Tetibkan Guru Terpencil
Bersamaan dengan kebijakan memberhentikan guru sukwan, Dinas Pendidikan juga melakukan pendataan terhadap guru-guru terpencil. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, guru yang ditugaskan di daerah terpencil diberikan penghargaan berupa tunjangan guru terpencil, disamping juga memperoleh tunjangan sertifikasi guru bila sudah memenuhi persyaratan.
Banyak guru terpencil di daerah Pule, Dongko, Panggul, Watulimo dan Munjungan yang sudah memperoleh tunjangan guru terpencil. Namun setelah tim dinas pendidikan yang dibentuk oleh Kusprigianto melakukan evaluasi, ditemukan beberapa kasus yang harus segera ditangani. “Ada guru yang sudah menerima tunjangan guru terpencil, namun yang bersangkutan sampai saat ini terbukti masih bertempat tinggal jauh di luar lokasi sekolah tempat mengajar. Sehingga, tidak jarang mereka baru tiba di sekolah pada pukul 08.00 atau 09.00 bahkan lebih. Ini kan jelas bertentangan dengan peraturan dan merugikan keuangan negara,” katanya.
Demi menertibkan guru “nakal” tersebut, Kusprigianto telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk segera mendata mereka, dan selanjutnya memberikan teguran keras atau bahkan membatalkan SK tunjangan guru terpencil yang sudah diterimakan. Menurut Kusprigianto, mereka yang sudah dapat tunjangan guru terpencil, salah satunya punya kewajiban berdomisili dekat dengan sekolah tempatnya bertugas. Sehingga dengan demikian, jadwal tugasnya tepat waktu, serta proses belajar mengajar berlangsung lancar. Kusprigianto adalah sosok yang gampang marah dalam kedinasan namun mudah memaafkan, sudah puluhan tahun berkecimpung dalam dunia kependidikan. Pernah melanglang buana bertugas di lingkungan Pemkab Trenggalek, antara lain di Badan Pengawas dan terakhir sebelum menjabat kepala Dinas Pendidikan, dia menjabat sebagai Kepala Disporaparibud hampir dua tahun lamanya.
“Bila mereka, guru-guru terpencil yang "nakal" itu mau menyadari kekeliruannya, maka kami hanya akan memberikan teguran dan selanjutnya yang bersangkutan harus bersedia memenuhi kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga tidak terjadi kecemburuan sosial antara guru yang tidak dapat tunjangan guru terpencil dengan mereka yang sudah memperolehnya. Semua kami lakukan, tidak ada lain tujuan adalah demi tercapainya sistem dan kinerja kependidikan yang mampu menciptakan iklim pembinaan SDM daerah ini yang lebih bermutu dan lebih maksimal di masa depan,” ujarnya.(haz).
“Guru sukwan diberi tugas mengajar menggantikan guru PNS yang sudah mendapatkan tunjangan sertifikasi. Hasil investigasi tim kami, menunjukkan, bahwa guru-guru sukwan ini mengajar di sekolah tersebut dengan imbalan honor yang diberi oleh guru mapel yang dibantunya, atau dari dana yang disediakan oleh sekolah. Bayangkan, guru PNS menerima tunjangan sertifikasi senilai Rp. 1,5 juta, diharapkan agar mereka lebih bersungguh-sungguh menekuni kewajibannya. Tapi, ternyata yang tiga ratus ribu rupiah, justru mereka berikan kepada guru sukwan, yang melaksanakan tugas menggantikan dirinya. Sedangkan yang bersangkutan pada jam-jam pelajaran tersebut malah berleha-leha,” katanya.
Praktik pengangkatan guru sukwan dengan honor dari sekolah ini beberapa tahun lalu memang marak utamanya di sekolah-sekolah dasar. Menurut Kusprigianto, sekilas memang terlihat tidak membebani Dinas Pendidikan maupun Pemkab Trenggalek. Namun dalam jangka panjang justru akan menimbulkan masalah dan ujung-ujungnya adalah Dinas Pendidikan yang akan dipersalahkan.
“Pada awalnya, mereka (guru sukwan/Red), menyatakan tidak akan menuntut honor dari Pemkab atau tidak berharap diangkat menjadi CPNS. Namun, ketika merasa mereka perlu peningkatan kesejahteraan, maka secara masif dan aktif mereka mengatur strategi dan kesepakatan sesama mereka, kemudian mereka pun akan ramai-ramai “nglurug” Dewan dan melaporkan bahwa kebijakan Dinas Pendidikan telah mengabaikan keberadaan guru sukwan. Selanjutnya mereka menuntut agar diangkat sebagai tenaga sukwan yang terdaftar di Pemkab atau bahkan meminta di-SK-kan sebagai CPNS. Padahal, sejak tahun 2005 Pemkab sudah dilarang mengangkat tenaga sukwan”, tandas Kusprigianto.
Lebih lanjut Kusprigianto menjelaskan, bahwa inti masalah dari keberadaan guru sukwan ini adalah kurangnya kesadaran KS dan guru mapel yang dibantu guru sukwan. Itulah sebabnya begitu dia menjabat Kepala Dinas Pendidikan, semua guru sukwan tersebut langsung diberhentikan. “Mungkin ada yang merasa kebijakan kami ini tidak manusiawi, atau tidak familiar. Namun semua adalah demi memperbaiki sistem dan kinerja kependidikan di daerah ini. Paling tidak demi efektivitas tunjangan sertifikasi dan mengurangi beban moral lembaga sekolah dan Pemkab di masa depan”.
“Bila para guru sukwan tersebut berhasrat menjadi guru ber-SK dengan gaji dari APBD atau APBN, sebaiknya mereka melalui prosedur seleksi yang diadakan oleh Pemerintah. Sejak tahun 2009, tidak ada lagi tenaga sukwan yang diakui dan berhak diangkat jadi CPNS. Sebagai konsekwensinya, setiap kali daerah membutuhkan, pemerintah selalu membuka lowongan CPNS termasuk guru. Kuota pengangkatan CPNS sudah ditentukan oleh Kementerian PAN dan RB di Jakarta. Seleksi terbuka untuk umum, transparan dan tidak ada kolusi maupun nepotisme,” ujar Kusprigianto.
Tetibkan Guru Terpencil
Bersamaan dengan kebijakan memberhentikan guru sukwan, Dinas Pendidikan juga melakukan pendataan terhadap guru-guru terpencil. Sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, guru yang ditugaskan di daerah terpencil diberikan penghargaan berupa tunjangan guru terpencil, disamping juga memperoleh tunjangan sertifikasi guru bila sudah memenuhi persyaratan.
Banyak guru terpencil di daerah Pule, Dongko, Panggul, Watulimo dan Munjungan yang sudah memperoleh tunjangan guru terpencil. Namun setelah tim dinas pendidikan yang dibentuk oleh Kusprigianto melakukan evaluasi, ditemukan beberapa kasus yang harus segera ditangani. “Ada guru yang sudah menerima tunjangan guru terpencil, namun yang bersangkutan sampai saat ini terbukti masih bertempat tinggal jauh di luar lokasi sekolah tempat mengajar. Sehingga, tidak jarang mereka baru tiba di sekolah pada pukul 08.00 atau 09.00 bahkan lebih. Ini kan jelas bertentangan dengan peraturan dan merugikan keuangan negara,” katanya.
Demi menertibkan guru “nakal” tersebut, Kusprigianto telah menginstruksikan kepada jajarannya untuk segera mendata mereka, dan selanjutnya memberikan teguran keras atau bahkan membatalkan SK tunjangan guru terpencil yang sudah diterimakan. Menurut Kusprigianto, mereka yang sudah dapat tunjangan guru terpencil, salah satunya punya kewajiban berdomisili dekat dengan sekolah tempatnya bertugas. Sehingga dengan demikian, jadwal tugasnya tepat waktu, serta proses belajar mengajar berlangsung lancar. Kusprigianto adalah sosok yang gampang marah dalam kedinasan namun mudah memaafkan, sudah puluhan tahun berkecimpung dalam dunia kependidikan. Pernah melanglang buana bertugas di lingkungan Pemkab Trenggalek, antara lain di Badan Pengawas dan terakhir sebelum menjabat kepala Dinas Pendidikan, dia menjabat sebagai Kepala Disporaparibud hampir dua tahun lamanya.
“Bila mereka, guru-guru terpencil yang "nakal" itu mau menyadari kekeliruannya, maka kami hanya akan memberikan teguran dan selanjutnya yang bersangkutan harus bersedia memenuhi kewajiban sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga tidak terjadi kecemburuan sosial antara guru yang tidak dapat tunjangan guru terpencil dengan mereka yang sudah memperolehnya. Semua kami lakukan, tidak ada lain tujuan adalah demi tercapainya sistem dan kinerja kependidikan yang mampu menciptakan iklim pembinaan SDM daerah ini yang lebih bermutu dan lebih maksimal di masa depan,” ujarnya.(haz).
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".