Sidang Paripurna Dewan berlangsung Jum’at (1/7) dengan agenda tunggal penyampaian pandangan umum fraksi terhadap penjelasan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Kabupaten Trenggalek tahun 2010. Beberapa saat usai sidang, wartawan prigibeach.com langsung mengincar Ketua Fraksi Parta Demokrat untuk diwawancarai, yakni Mugianto, S.Pd. Pria yang berpenampilan sederhana ini langsung menerima untuk diwawancarai, tapi minta bertempat di ruang Fraksi di gedung DPRD Trenggalek.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Fraksi Anda tadi bergitu banyak mengkritisi nota penjelasan Bupati, apakah menurut Anda itu sebuah kegagalan dari MK (Mulyadi-Kholiq/Red) ?
- Fraksi kami tidak menilai itu sebagai suatu kegagalan, kendati demikian kami harus bersikap non-kompromistis bila melihat ada kejanggalan dalam pelaksanaan berbagai peraturan yang sudah disepakati dan ditetapkan sebagai Perda.
Adakah Anda atau Fraksi Anda melihat pelaksanaan APBD 2010 mengandung banyak kejanggalan?
- Hahaha (tertawa sinis/Red). Saya pribadi maupun fraksi Demokrat memang banyak menemukan kejanggalan itu, khususnya dalam implementasi APBD kita tahun 2010. Baik untuk belanja langsung maupun tidak langsung, termasuk sumber-sumber keuangan daerah yang seharusnya bisa lebih dimaksimalkan.
Bisakah Anda lebih spesifik lagi agar masyarakat mengerti?
- Mari kita mulai dengan berpikir positif terhadap kinerja MK, yang baru melaksanakan tugas-tugasnya efektif terhitung awal Oktober 2010. Itu artinya, APBD 2010 sebagian besar sudah diserap oleh Bupati H. Soeharto. Nah, dari sisi ini, fraksi kami bisa memaklumi. Namun, apa yang telah kami sampaikan dalam pandangan umum tadi (saat Paripurna/Red), dalam pandangan kami dapat menjadi cermin kinerja MK sejak awal tahun 2011 hingga sekarang ini.
- Balik pada titik persoalan, secara umum pelaksanaan APBD 2010 menurut Fraksi kami, juga fraksi-fraksi lainnya, memang gagal mencapai target. PAD hanya 87,83%, membuat daerah kita makin terpuruk dan sangat bergantung pada pendapatan transfer dari Pusat. Seharusnya, Pemerintah Daerah lebih mengoptimalkan kebijakan terkait peluang untuk meningkatkan PAD tersebut. Utamanya melalui pos Pajak Daerah, Retribusi, Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, dan Pos Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Bila Pemkab memberikan penjelasan terinci tentang berbagai kendala menyangkut proses dan regulasi peraturannya, tentu Dewan akan memfasilitasi dan mendukung. Semua fokus bertujuan untuk meningkatkan PAD.
Kami ingin Anda memberikan contoh yang lebih jelas dan faktual, bagian mana dari hal tersebut yang menurut Anda atau Fraksi Anda perlu dikoreksi?
- Mari kita ambil contoh konkrit, pos Pendapatan dari Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan. Laba dari Apotik Jwalita, hanya 2,8 juta rupiah atau setara 37,33 %, dari usaha tambang bahkan Nol persen. Dari DPPKAD melalui LMDH target 50 juta Cuma didapat 1 juta rupiah; sementara penyertaan dari Dilem Wilis hanya mencapai 52,77 % senilai 52,76 juta rupiah. Selanjutnya, dari unit Swadana RSUD Dr. Sudomo 88,22 % hanya sebesar Rp. 17 juta lebih. Padahal setiap hari ruang perawatan khusus Kelas III selalu penuh, artinya kita bisa maksimal meng-klaim dana Jamkesmas maupun Jamkesda.
- Tetapi, tiba-tiba kami harus terperangah, ketika mendadak muncul pendapatan dari sebuah pos yang tidak pernah ditargetkan, yakni dari jasa Giro sebesar hampir 52 juta rupiah. Lebih aneh lagi, jasa Giro dari yang diterima dari Bank Jatim hanya sebesar 18,65%, dari BNI 31,91% dan dari BRI mencapai 122,27%; Mengapa? Atau lebih kritisnya: Ada apa dengan Giro di bank-bank ini?
Tadi dari sidang, Fraksi Anda menyoroti tentang Giro di BPR Jatim, kenapa?
- Pertanyaan yang cerdas, (sambil tersenyum penuh arti mengejek wartawan prigibeach.com?!/ Red). Sesuai Keputusan Menkeu Nomor 17/KMK.011/1986 yang diperbaharui dengan nomor 318/KMK.02/2004 tentang Penyimpanan Uang Negara pada Bank-bank Pemerintah, Juncto SE Dirjen Anggaran… kalau tidak salah nomor 105..
Edaran Dirjen Nomor Se-105/A/2004 tanggal 19 Juli 2004 (wartawan prigibeach.com menyebutkan sambil melihat catatan);
- Iya-iya-iya.. betul nomor itu, ditegaskan bahwa Bendahara atau pemegang Rekening atas nama Pemerintah Pusat maupun Daerah harus menyimpan uang di Bank Umum yang merupakan Persero yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI, BTN dan BPD. Inilah bank umum yang direkomendasikan oleh Kementerian Keuangan. Sedangkan PT BPR Jatim tidak termasuk. Bukankah kasus Giro yang ada di BPR Jatim ini perlu dipertanyakan keabsahannya? Dan kami berharap, Giro di bank-bank yang tidak direkom segera dipindahkan sesuai dengan SK Menkeu.
Menyangkut pos belanja, adakah catatan dari Fraksi Anda?
- Dalam hal ini nampaknya fraksi-fraksi di Dewan sama pendapatnya. Kami menginginkan Pemkab memberikan penjelasan lebih terinci, argumentasi yang logis, komprehensif dan sesuai dengan koridor kalkulasi ilmiah. Utamanya pada Pos Belanja Operasional yang menyisakan anggaran hingga 42 milyar rupiah lebih. Sementara terhadap Belanja Subsidi yang realisasinya 950 juta dari target 1 milyar, melalui BPR Jwalita bagi pelaku UKMM, menurut Fraksi kami, adalah kebijakan yang salah atau setidaknya tidak tepat sasaran.
Bukankah subsidi untuk para pelaku Usaha Kecil Menengah dan Micro (UKMM) tersebut memang diperlukan?
- Memang diperlukan namun harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Permendagri Nomor 13/2006 yang diubah dengan nomor 57/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah ; ditentukan bahwa subsidi hanya diberikan kepada lembaga tertentu yang bersedia menjual hasil produksi dengan harga khusus yang terjangkau oleh masyarakat banyak, atau dengan harga jual di bawah harga rata-rata atau lebih murah darin harga pasaran. Nah, dari subsidi yang disalurkan melalui BPR Jwalita tersebut, hasil investigasi kami mengindikasikan yang menikmati gelontoran dana bantuan tersebut hanya mereka –para pelaku UKMM dan tidak ditularkan kepada konsumen:
- Penerima subsidi dari BPR Jwalita memperoleh keuntungan double, pertama dari selisih harga, dan kedua dari belanja subsidi yang digelontorkan oleh Pemkab kita; Sementara konsumen atau pembeli produksi mereka yang notabene adalah masyarakat Trenggalek terbanyak, tidak mereguk keuntungan sama sekali. Padahal, seharusnya masyarakat banyak inilah yang menjadi sasaran dari manfaat digelontorkannya subsidi tersebut.
Kesimpulan Anda tentang Nota APBD 2010 ini terkait dengan kinerja MK, bagaimana?
- Fraksi kami merasa sangat prihatin, dan berharap keprihatinan ini tidak diikuti dengan kinerja MK dalam melaksanakan APBD 2011. Kendati indikasi itu mulai muncul, dan sedang berproses.
(Pewawancara : Hamzah Abdillah,ST,SH.MH., Pemimpin Redaksi Tabloid Mingguan dan Situs Berita Online Prigibeach.com).
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".