Oleh: Nurul Fitry Azizah
Siapa saja yang kamu anggap sukses? Bill Gates, bos Microsoft yang pintar dan kini jadi orang super kaya di muka bumi ini, proklamator negara kita Bung Karno yang karismatik, atau orangtua kamu sendiri?
Ternyata keberhasilan hidup yang mereka capai saat dewasa tidak datang dengan sendirinya, lo. Perlu modal untuk meraihnya, seperti kerja keras, pantang menyerah, dan sikap positif lain yang tidak akan datang sekonyong-konyong tanpa dibarengi upaya memupuknya saat kita masih belia.
Beruntung, saya ikut SuperCamp Juni tahun lalu. Bersama lebih dari 50 anak lainnya, di sana saya belajar delapan kunci keberhasilan. Kami tidak sekedar mendapat ceramah atau kuliah yang membosankan, tetapi mempraktekkannya langsung. Karena itu kami tidak cuma tahu, tapi juga paham bagaimana mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Delapan kunci itu terdiri dari integrity, failure leads to success, speak with good purpose, this is it, commitment, ownership, flexibility, dan balance.
Kegagalan membimbing menuju kesuksesan dan tidak boleh menyerah, sepertinya konsep yang sederhana. Tapi, apakah kita dapat melaksanakannya saat kita terpojok di tengah masalah pelik yang membuat kepala pecah? Tentu saja kita bisa melakukannya, siapapun bisa melakukannya, asal mau!
Berkat kunci-kunci itu, pada hari kedua, setiap kelompok, tentunya juga kelompokku, terus berusaha mencoba membuat menara kertas yang lebih tegak dan lebih tinggi lagi. Walau terlihat mustahil atau nyaris tidak akan berhasil.
Kita berbicara dengan tujuan baik untuk mencegah setiap anak saling ejek. Malah, hal itu menjadi bahan lelucon. Misalnya, jika ada anak yang kepleset lidah, pasti ada yang bilang, “Eits, spik-wit-gud-purpos!”
Inilah saatnya atau This is It! Untuk menyakinkan diri melakukan sesuatu saat waktunya telah tiba. Seperti waktu outbound, semua anak nyaris berhasil mencoba seluruh tantangan high-rope berkat mengaplikasikan kunci itu.
“Yes, I can.” Kalau Ken, pengajar kami, yang ngomong itu, lucu jadinya.
Komitmen sendiri berarti kita teguh dan yakin pada apa yang kita tuju. Jangan melakukan hal di luar prioritas. Berkat kunci itu, semua anak termasuk yang tadinya dipulangkan, berhasil lulus bersama-sama di hari kesepuluh!
Yang dimaksud kepemilikan disini bukan cuma barang milik kita, melainkan bertanggungjawab pada perbuatan dan sikap kita dalam menanggapi atau melakukan sesuatu.
Fleksibilitas berarti ada lebih dari satu cara dalam mencapai tujuan. Jangan terpaku hanya pada satu di antaranya. Misalnya tadi, membuat menara kertas, lalu diperkuat dengan HVS, dibuat kakinya, ada penyangganya, dan seterusnya. Lagi pula, dengan 100 kepala, berarti 100 pemikiran.
Kita pasti memiliki cara yang lebih cocok dengan diri sendiri dan tak ada cara yang salah, kecuali menyontek tentunya, he… he..
Yang terakhir, keseimbangan. Harus ada keseimbangan mengatur waktu. Apa kita terlalu banyak belajar, hangout, atau main. Yang penting waktu tidak terbuang percuma, tapi kita juga tidak menantang batas kemampuan otak dan tubuh kita.
Selain delapan kunci itu, khusus buat berkomunikasi, kita juga diajarkan OTFD. Observe, berarti kita mengamati keadaan dan mengungkapkannya pada orang yang kita tuju menggunakan indera kita. Think, berarti pemikiran atau pendapat atas apa yang kita amati. Feeling, perasaan kita pada apa yang kita amati. Desire, berarti apa yang kita inginkan. Keempat kunci itu ampuh membuka hubungan atau mengobservasi kesalahan orang lain. Dengan kemampuan itu, kita jadi lebih sensitive sehingga orang lain akan nyaman berinteraksi dengan kita. Punya banyak teman, pasti menyenangkan bukan?
Sumber: Koran Media Indonesia

0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".