Sejak awal Mahfud sudah memperkirakan putusan sengketa pemilihan kepala daerah bakal "ramai". "Perkara pilkada ini ibarat membopong bola panas," ujarnya. "Yang kalah selalu menuding ada suap."
Penanganan sengketa pemilihan kepala daerah sebenarnya tak jauh beda dengan penanganan sengketa lainnya di Mahkamah Konstitusi. Perbedaan hanya pada sifatnya yang cepat dan sederhana. Sementara sengketa lain batas waktu penyelesaiannya rata-rata sebulan, untuk sengketa pemilihan kepala daerah waktunya hanya 14 hari.
Obyek perselisihan pemilihan kepala daerah adalah hasil penghitung an suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum, yang dalam sengketa biasa disebut sebagai termohon. Permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara diajukan ke Mahkamah Konstitusi selambat-lambatnya tiga hari kerja setelah KPU menetapkan hasil penghitungan. Peradil an perselisihan hasil pemilihan kepala daerah di Mahkamah Konstitusi merupakan peradilan tingkat pertama seka ligus terakhir. Putusannya bersifat final dan mengikat.
Sidang sengketa pemilihan kepala daerah dilakukan sebuah panel yang beranggotakan tiga orang hakim. Mahkamah telah membagi sembilan hakim yang ada menjadi tiga panel. Masing-masing beranggotakan tiga orang. Di sinilah sengketa itu diputuskan untuk kemudian dibawa ke sidang pleno minimal dihadiri tujuh hakim konstitusi-untuk ditentukan diterima atau ditolak. "Biasanya putusan panel selalu disetujui pleno," ujar sumber Tempo.
Menurut sumber itu, jumlah hakim yang hanya tiga membuat "permainan nakal" mudah terjadi. "Dua hakim saja dipegang, perkara bisa diatur," ujar sumber itu. Informasi dari sidang panel ini kemudian dimanfaatkan pihak tertentu untuk mendekati mereka yang beperkara. Caranya, seolah-olah ia bisa mengatur para hakim itu. "Para pelaku untung-untungan: jika perkara dimenangkan, orang yang diperas menduga ada peran serta pelaku," katanya. Modus seperti ini yang diduga dilakukan Makhfud. "Kalau perkaranya di kabulkan, waktu itu, dia bisa mendapat uang dan sertifikat. Tapi, karena kalah, terpaksa dikembalikan."
Akil Mochtar menolak keras jika hakim panel bisa disuap. Menurut dia, hakim panel saling mengawasi. "Proses nya transparan," ujarnya. Putusan panel, kata Akil, juga tidak mutlak ditentukan anggota panel. "Putusan itu masih akan dimusyawarahkan dalam rapat pleno, yang jumlah hakimnya lebih banyak."
Sampai kini MK telah menangani 215 perkara berkaitan dengan pemilihan kepala daerah. Dari jumlah itu, hanya 21 perkara yang dikabulkan. Sisanya ditolak.
Meski disebut final dan mengikat, prakteknya putusan MK pernah cuma berhenti di ruang sidang. Ini misalnya putusan sengketa pemilihan kepala daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.
Kendati MK pada 7 Juli 2010 telah menganulir kemenangan pasangan Su gianto Sabran-Eko Soemarsono, dan memenangkan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto, putusan tersebut tak bisa direalisasi. Pleno Komisi Pemilihan Umum Daerah Kotawaringin Barat justru menetapkan sebaliknya. Kasus Kotawaringin Barat itu kini tengah digodok di Kementerian Dalam Negeri.
Ramidi (Jakarta), Karana Wijaya (Palangkaraya)
Baca serial Selusur Aroma Korupsi di Mahkamah Konstitusi:
2 Komentar:
wach,part 2 nya ya ka..
Hmmp,masih gak ngerti saya nich.
hhe he..
met tahun baru ya ka.
@ : Samaaaaa.... selamat tahun baru juga. God Bless You, Guys.. semoga sukses selalu
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".