BLT DISUNAT, PEMKAB DIAM
Trenggalek, Memo – Berita Memo tentang sunatan BLT di Sukowetan, Kecamatan Karangan (Senin,27/04) ternyata menghebohkan masyarakat desa itu. Tapi rencana pemasangan lampu jalan dengan dana hasil pemotongan BLT tetap akan diwujudkan. Warga yang kebanyakan bukan penerima BLT merasa yakin bahwa masalahnya sudah clear, yang menentang keputusan akan dianggap melawan mereka. Memo berusaha menemui Atim, Gofar atau Wagimin, untuk konfirmasi namun tidak berhasil. Karena takut, masyarakat melakukan GTM (Gerakan Tutup Mulut) bila ada orang tak dikenal menanyakan hal BLT pada mereka. Beberapa warga penerima BLT bersedia bicara tapi memohon agar identitasnya dirahasiakan.
Menurut seorang saksi mata, siang kemarin (Senin, 27/04) Kidi Prawoto (53) telah diinterogasi tokoh-tokoh warga, karena dianggap menjadi sumber berita Memo dan Radar Tulungagung, beruntung - Sururi, Kades Sukowetan datang dan menengahi perdebatan, jika terlambat sedikit saja, tentu sudah ada tokoh yang menghadiahinya bogem.
“Memang saya dikira yang melaporkan masalah ini ke wartawan dan memberikan foto pak Atim dan pak Wagimin. Tapi masalahnya sudah selesai dan didamaikan oleh pak Sururi” ujar Kidi Prawoto yang sekarang menjabat ketua LMDH Sukowetan ketika dikonfirmasi di rumahnya selepas sholat Maghrib, dia adalah salah seorang tokoh warga yang tidak menerima BLT dan menolak pemasangan lampu jalan dari dana BLT. Laki-laki separo baya ini, dikenal mantan anggota BPD, perintis pendirian TPA, dan tanpa pamrih - banyak memperjuangkan subsidi untuk mushola/masjid di Sukowetan.
Sementara itu, Gus Tangin, Ketua BPD Sukowetan mengomentari kasus ini sebagai hal yang perlu diperhatikan. Pemotongan dana BLT sebaiknya dimusyawarahkan dengan semua warga yang berhak, bukan sebagian saja. “Pembuatan lampu jalan jangan dibebankan pada warga miskin saja, tapi semua warga di lingkungan itu berhak untuk berpartisipasi. Jika warga penerima BLT dikenai kewajiban urunan, alangkah bijaksananya bila janda tua dan mereka yang bentul-betul miskin dibebaskan” katanya. Beberapa tokoh Desa Sukowetan yang mengamati kasus ini, menganggap bahwa upaya pengadaan lampu jalan itu jelas dari dana BLT, karena indikasi adanya urunan semua warga tidak terbukti, tapi penyunatan BLT adalah kenyataan yang didukung fakta. “Di dusun Tamtu banyak warga yang punya kendaraan roda empat, ada juragan ayam, pedagang, PNS dan anggota TNI/POLRI, tapi mereka tidak ditarik dana, sementara para penerima BLT diwajibkan setor Rp.50 ribu dana pemerataan plus Rp.50 ribu untuk lampu jalan” kata salah satu sesepuh Desa yang tidak mau disebut namanya, sambil menambahkan, PNS, TNI/POLRI, orang kaya, punya kendaraan roda empat, juragan ayam, tidak layak menerima dana pemerataan yang disepakati.
Budi Untoro dari LSM Jack Centre menengarai adanya preseden buruk ke depan, bila Pemkab dan pihak yang mengawasi penyaluran BLT, mendiamkan kasus ini (Kasus penyunatan BLT yang marak terjadi di Trenggalek/red), maka kelak tatkala nilai BLT meningkat 5 atau 7 kali lebih besar, oknum yang gethol “sunat-menyunat” akan makin meraja lela, dan program BLT justru akan menjadikan masyarakat kehilangan jati diri. Modus operandi pemotongan BLT oleh masyarakat yang berhati dengki ada-ada saja, namun ujung-ujungnya adalah demi diri sendiri, dan merugikan warga miskin yang berhak.(Haz).
Pentingnya Ilmu Farmasi dalam Kehidupan Manusia
3 bulan yang lalu
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".