Dua terdakwa dugaan korupsi teknologi informatika (TI) Nuryanto dan Hamid Subagyo harus tetap duduk di kursi pesakitan. Ini setelah keberatan hukum atau eksepsi yang diajukan lewat penasihat hukum keduanya ditolak majelis hakim.
Dalam sidang awal bulan Mei lalu, majelis hakim membacakan putusan sela untuk kedua terdakwa. Sidang pertama untuk terdakwa Hamid Subagio. Dalam sidang hakim yang diketuai Lilik Nuraini, salah satu majelis hakim Iwan Harry membacakan dasar pertimbangan putusan sela tersebu.
Pertama atas keberatan dari terdakwa dijadikan sebagai saksi mahkota. Yaitu saksi sesama terdakwa, dimana Hamid menjadi saksi bagi Nuryanto, begitu sebaliknya. Menanggapi hal ini, majelis hakim menilai bahwa kewenangan untuk memanggil saksi ada pada penyidik.
“Kalau keberatan menjadi saksi mahkota bisa mengajukan pada majelis, ini sudah diatur dalam KUHAP. Tapi kalau terkait pemanggilan saksi semua ada pada penyidik,” ucap Lilik Nuraini usai sidang. Selain keberatan terkait saksi mahkota, majelis juga menolak keberatan PH yang menilai dakwaan kabur. “Semuanya sudah dirinci dalam dakwaan,” lanjut Lilik.
Setelah sidang untuk Hamid ditutup majelis hakim kemudian membuka kembali pada pukul 14.00, sidang kedua untuk terdakwa Nuryanto. Seperti pernah diberitakan PH Nuryanto menilai dakwaan jaksa tidak cermat. Di sana tidak diuraikan peran Nuryanto dalam dugaan korupsi. Sebagai orang yang turut serta atau menyuruh.
PH juga menilai tidak ada tanggugjawab bagi Nuryanto terkait proyek. Karena dia haya menerima surat kuasa dari Hamid untuk menjalankan proyek. Juga sebagai penaggungjawab adalah pengguna anggaran dalam hal ini setda Pemkab Trenggalek. Lagi-lagi hakim menolak eksepsi tersebut. Hakim juga menilai dakwaan sudah cermat juga pada unsur-unsur yang didakwakan. Sementara terkait hal-hal yang masuk dalam materi perkara harus dibuktikan dalam persidangan.
“Majelis meminta pada jaksa untuk melanjutkan persidangan dan memanggil saksi. Satu minggu cukup ya bagi jaksa untuk menghadirkan saksi?” tanya Lilik pada jaksa penuntut umum M. Aslah F. Pertanyaan itu dijawab sanggup oleh Aslah.
Catatan CahNdeso:
Andai aku koruptor yang berjiwa korup, maka dengan lantang aku akan menolak semua tuduhan atas diriku. Sekali pun aku (umpama!) menjadi petinggi di KPK. Soal dikemudian hari nanti, Qadhi Rabbun Jalil menuntutku, itu urusan nanti. Yang Penting di dunia fana ini aku gak malu, gak dirangket, serta bisa hidup berlimpah kekayaan. Kan...Allah Gofururrokhim???
Dalam sidang awal bulan Mei lalu, majelis hakim membacakan putusan sela untuk kedua terdakwa. Sidang pertama untuk terdakwa Hamid Subagio. Dalam sidang hakim yang diketuai Lilik Nuraini, salah satu majelis hakim Iwan Harry membacakan dasar pertimbangan putusan sela tersebu.
Pertama atas keberatan dari terdakwa dijadikan sebagai saksi mahkota. Yaitu saksi sesama terdakwa, dimana Hamid menjadi saksi bagi Nuryanto, begitu sebaliknya. Menanggapi hal ini, majelis hakim menilai bahwa kewenangan untuk memanggil saksi ada pada penyidik.
“Kalau keberatan menjadi saksi mahkota bisa mengajukan pada majelis, ini sudah diatur dalam KUHAP. Tapi kalau terkait pemanggilan saksi semua ada pada penyidik,” ucap Lilik Nuraini usai sidang. Selain keberatan terkait saksi mahkota, majelis juga menolak keberatan PH yang menilai dakwaan kabur. “Semuanya sudah dirinci dalam dakwaan,” lanjut Lilik.
Setelah sidang untuk Hamid ditutup majelis hakim kemudian membuka kembali pada pukul 14.00, sidang kedua untuk terdakwa Nuryanto. Seperti pernah diberitakan PH Nuryanto menilai dakwaan jaksa tidak cermat. Di sana tidak diuraikan peran Nuryanto dalam dugaan korupsi. Sebagai orang yang turut serta atau menyuruh.
PH juga menilai tidak ada tanggugjawab bagi Nuryanto terkait proyek. Karena dia haya menerima surat kuasa dari Hamid untuk menjalankan proyek. Juga sebagai penaggungjawab adalah pengguna anggaran dalam hal ini setda Pemkab Trenggalek. Lagi-lagi hakim menolak eksepsi tersebut. Hakim juga menilai dakwaan sudah cermat juga pada unsur-unsur yang didakwakan. Sementara terkait hal-hal yang masuk dalam materi perkara harus dibuktikan dalam persidangan.
“Majelis meminta pada jaksa untuk melanjutkan persidangan dan memanggil saksi. Satu minggu cukup ya bagi jaksa untuk menghadirkan saksi?” tanya Lilik pada jaksa penuntut umum M. Aslah F. Pertanyaan itu dijawab sanggup oleh Aslah.
Catatan CahNdeso:
Andai aku koruptor yang berjiwa korup, maka dengan lantang aku akan menolak semua tuduhan atas diriku. Sekali pun aku (umpama!) menjadi petinggi di KPK. Soal dikemudian hari nanti, Qadhi Rabbun Jalil menuntutku, itu urusan nanti. Yang Penting di dunia fana ini aku gak malu, gak dirangket, serta bisa hidup berlimpah kekayaan. Kan...Allah Gofururrokhim???
2 Komentar:
kenapa tender seperti itu bisa jatuh ke tangan mereka ya??
Klo saya lihat kerugian trenggalek bukan hanya dari sisi materi (uang), tapi informasi dan pelayanan yang seharusnya didapat masyarakat juga adalah kerugian yang sulit di nilai dengan uang.
Kenapa bisa? Adalah pertanyaan yang sama yang dilontarkan banyak orang. CahNdeso sebenarnya mengerti (tapi bukan "tahu sama tahu"), mengapa tender bisa jatuh ke rekanan sejenis ini. Panjenengan mesthi pirsa, 70% dari aleg dan tokoh birokrasi kita punya niat dan talenta "blanthik sapi" dan dari hasil ini mereka bisa ke Mekah al Mukaromah, juga bisa bersedekah ke rumah ibadah atau konstituennya. Bisa punya BMW, serta hidup mewah, harta berlimpah. Iya kan?! CahNdeso sudah puluhan tahun "ngincengi" gaya hidup komunitas yang penuh intrik dan strategis neo-borjuis (baru-blanthik) ini, tapi apa daya.. Daku hanyalah "keturanane Bangsane Bilal", itupun hanya bisa manggil shalat (adzan) anak istriku belaka (adzannya gak pakai pengeras suara tur lirih). Permisii, mas Sulthon..mugi kulo panjenengan mbenjing bukan termasuk golongan neo-borjuis ini.
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".