Sebuah Lokomotif, siap berangkat !
(Foto: Saya ada di mana, ya?!)
(Foto: Saya ada di mana, ya?!)
Senin, 15 Juni 2009, pukul 19.47 (WIB), musim “mbediding”, saya meluncur dari rumah menuju Gedung DPRD Trenggalek, tiba di sana pukul 19.58. Para peserta sidang dan undangan lainnya,sudah banyak yang hadir - mereka telah siap di tempat duduk masing-masing dalam ruang sidang. Pukul 20.02 sidang dibuka. Anggota Dewan yang hadir hanya 26 orang, absen 19 orang termasuk Ketua Dewan Dawam Ismail, juga Akbar Abas, yang lain saya lupa. Kepala SKPD, lembaga, institusi dan hampir semua pejabat teras nampaknya hadir (para birokrat ini setiap acara yang dihadiri “kanjeng bupati”, saya lihat sangat tertib, antusias dan banyak yang berulah agar diperhatikan. Mungkin mereka ingin tebar pesona).
Malam ini, saya pakai batik yang terbilang masih baru, celana hitam, bersepatu – menurut saya sudah necis-lah, sudah rapi, dan berharap teman-teman (atau ada seseorang yang mungkin mau jadi teman saya) di gedung Dewan, nantinya tidak akan malu lagi menyapa saya. Memang benar, beberapa aleg (anggota legeslatif) yang ketemu sebelum sidang dimulai, mereka menyalami dan menjabat tangan saya, menyapa dengan gaya yang tidak mirip iklan salah satu produk rokok (maksud saya, tidak berjiwa “bukan basa-basi”). Kemudian saya duduk di lobbi persis di depan ruang sidang. Saya, biasanya berlagak tidak serius mengikuti acara sidang. Duduk bersandar jok kursi, santai, mata terpejam seolah ngantuk, tidak perduli dengan sekitar. Staf Setwan berseliweran, sibuk menata-nata. Saya diam.
Malam ini agenda sidang hanya satu, penyampaian pemandangan fraksi-fraksi atas pelaksanaan APBD Tahun 2008 dan LKPJ Bupati Trenggalek. Mengingat aleg yang hadir hanya 26 dari 45 walaupun Kanjeng Bupati dan Wakilnya hadir, saya jadi malas untuk serius (jadi bukan berlagak gak serius seperti biasa). Dari rumah, saya membawa angan, tentu akan ada “pemandangan dari fraksi-fraksi” yang menolak LKPJ dengan suara lantang dan tegas. Seperti misalnya, “APBD kita kok 99% untuk pembangunan fisik, yang non fisik alias pembinaan IES-Q (maksud saya pembangunan mental spiritual, gitu loh!) kok Cuma sekian prosen?” Dengan bla-bla-bla data terperinci. Namun, apa lacur?!
Ada lima fraksi di DPRD Trenggalek. F-PKB diberi kesempatan pertama untuk berorasi, lalu menyusul F-PDI, dst. Pembicara F-PKB adalah beliau Al-Mukarrom Imam Musadji. Saya lebih terkesan dengan “voice”nya yang mendekati bariton dari pada gramatikal, kosa kata, atau bahkan kalimat yang disajikan. Kritik PKB yang agak condong merakyat adalah dibatalkannya Pilkades di Desa Ngerdani dan Pemerintah Kabupaten menunjuk Pejabat Kades yang tidak “pas” karena orang itu sekarang masih bermasalah dengan hukum (sudah divonis pengadilan). Selebihnya, saya memprediksi (bukan su’udzon) : kemungkinan besar, pandangan F-PKB atau bahkan fraksi-fraksi yang lainnya akan sama, yakni penuh dengan formalitas, solidaritas, stabilitas dan “tas-tas” lain yang dirangkai dengan kalimat-kalimat puitis, sastrawi, agamis, penuh arti yang hanya dimengerti oleh mereka (anggota Legeslatif dan Eksekutif). Sementara saya yang “kawula alit” mengalami kesulitan untuk mencernanya.
Akhirnya, hanya sembilan menit saya bertahan di jok kursi depan ruang sidang, Al-Mukarrom belum selesai dengan “puisi”nya, tepat pukul 20.11 saya pulang, sambil menolak pemberian kotak berisi jajanan yang diulurkan oleh petugas dari Setwan (bukan bermaksud menolak rizki, hanya malu). Lebih baik saya di rumah, duduk bercengkerama dengan istri dan anak-anak menikmati acara-acara yang ditayangkan telivisi.
Sampai di rumah, ternyata TV yang ditonton istri saya channel sinetron melulu. Saya lupa, kalau istri saya lebih menyukai sinetron dari pada acara yang saya senangi. Ah…dengan demikian, nasib saya ternyata lebih baik, buktinya? Saya kemudian harus “ngetekur” depan laptop mengonsep novel-novel yang entah kapan akan terbit: namun saya tetap berharap kelak akan bisa terbit dan menghasilkan milyaran rupiah seperti A. Herata lewat Lasykar Pelangi-nya. Maybe…yes, maybe yes, maybe yes! Ya Malika Yaumiddin iyaka’abudu wa iyaka’asta’in. Dan yang pasti, saya bukan anggota salah satu partai politik. Saya pernah bermunajad agar diijinkan menjadi sastrawan yang berguna bagi Islam, karena sastrawan diberi tempat khusus dalam Kitab Suci agamaku, al Qur’anul Karim. Mudah-mudahan sebelum ajal menjemput, ada berkas novel yang berhasil saya selesaikan. Andai belum terbit, bukan masalah besar, paling tidak – anak cucu saya kelak mengerti bahwa saya sudah berusaha mengejar cita-cita yang saya munajadkan pada al Khaliq. Permisiiiiii…………
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".