Berawal dari Broken Home, Luapkan Perasaan dengan Menulis Puisi
Berawal dari senang menulis puisi, Nurani Soyomukti, warga Desa Margomulyo, Kecamatan Watulimo, Trenggalek, berhasil mengeluarkan dua belas buku. Bagaimana perjalanan pemuda usia 29 tahun itu hingga memantapkan hati menjadi penulis?
Dua hari lalu, bertempat di aula STKIP PGRI Trenggalek, Nurani didampingi dua pembicara lain. Yaitu Mamik Nuriyah yang juga penulis, serta Suparlan (Kasi Kebudayaan Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan Trenggalek).
Ketiganya terlihat gayeng menghadapi mahasiswa dalam acara ngaji buku berjudul Memahami Filsafat Cinta dengan tema Menggugat Cinta Palsu, Mewujudkan Cinta Sejati. Buku tersebut merupakan buku ketujuh Nurani yang diterbitkan pada Juni 2008 lalu.
“Buku ini sempat tidur selama lima tahun. Isinya memang agak sentimentil, dengan landasan filasafat yang sampai sekarang sebenarnya saya masih mencari-cari,” kata alumnus Hubungan Internasional (HI) Universitas Negeri Jember ini.
Dalam buku setebal 169 halaman tersebut, Nurani mengulas tentang cinta lewat kajian secara plural. Ada cinta antara dua jenis kelamin manusia sampai kajian cinta lewat perspektif sosial dan pandangan filsafat. “Cinta bagi saya hanyalah sebuah kata. Cinta sejati adalah sebuah tindakan, aksi nyata yang memunculkan produktivitas dan memberi manfaat, tidak hanya pada diri sendiri tapi juga sesama,” kata Nurani.
Begitulah diskusi yang berlangsung selama dua jam ini memberi pencerahan kepada mahasiswa. Meski akhirnya masih satu sisi saja pemahaman dari mahasiswa, jauh dari materi yang ingin disampaikan sang penulis.
Nurani yang kini memutuskan kembali ke Trenggalek ini mendapat kesenangan saat dia memulai menulis, dari karya puisi. Itu dilakukannya saat mengenyam pendidikan di bangku SMAN Durenan pada 1997 lalu. Mejadi anggota OSIS menangani seni dan sastra, hobi menulisnya semakin terasah, akhinya muncul keinginan untuk terus menulis. “Latar belakang saya dari keluarga broken home, yang membuat saya minder. Lewat tulisanlah saya bisa mengeluarkan keresahan saya. Seiring dengan berjalannya waktu dan bekal pengalaman, saya jadi sadar kalau menulis bisa sebagai cara untuk mendapatkan uang,” tutur lelaki yang terjun sebagai aktivis mahasiswa ini.
Menginjak dunia mahasiswa, Nurani melebarkan kualitas tulisan dalam berbagai artikel, opini dan beberapa buku berhasil diterbitkan. Antara lain; Pendidikan Berspektif Pendidikan diterbitkan Ar-ruzz Media Jogyakarta pada Januari 2008. Berikutnya buku Dari Demonstrasi Hingga Seks Bebas, Mahasiswa di Era Kapitalisme dan Hedonisme, Ada lagi Perjuangan Tanpa Akhir Melawan Neoliberalisme diterbitkan Garasi Jogyakarta juga pada Januari 2008.
Ada juga Hugo, Chavez Vs Amerika Serikat diterbitkan Garasi Jogyakarta pada Februari 2008, Revolusi Bolivarian, Hugo Chavez dan Politik Radikal diterbitkan Resist Book Jogyakarta pada Mei 2007.
Tahun 2007, di tengah kesibukannya di Jakarta sebagai peneliti dan pekerjaan lain Nurani mulai produktif lagi. Dia sempat vakum menulis saat asyik menjadi aktivis dan sempat menjadi buron lantaran membakar bendera salah satu partai politik dalam satu aksi massa.
Kini Nurani memutuskan untuk kembali ke Trenggalek. Beberapa tulisan dalam tahap penyelesaian. “Kontradiksi dalam diri, dari keresahan, kekecerawaan dan realita kehidupan, serta pergaulan luas menjadi modal untuk karya tulis,” ucap peraih juara umum pertama penulisan Esai Pemuda, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga bekerjasama dengan Forum Lingkar Pena (FLP) Jakarta tahun 2007 lalu itu.
Ingin membagi kemampuan menulisnya, Nurani dan teman-temannya menggagas program Sekolah Litera atau sekolah menulis. “Tujuannya untuk membangun kepribadian dan wawasan dengan cara menjadi pembaca karya literer berupa sastra dan buku, serta menjadi penulis,” ujar Nurani. (Titin Ratna, Ratu)
“Buku ini sempat tidur selama lima tahun. Isinya memang agak sentimentil, dengan landasan filasafat yang sampai sekarang sebenarnya saya masih mencari-cari,” kata alumnus Hubungan Internasional (HI) Universitas Negeri Jember ini.
Dalam buku setebal 169 halaman tersebut, Nurani mengulas tentang cinta lewat kajian secara plural. Ada cinta antara dua jenis kelamin manusia sampai kajian cinta lewat perspektif sosial dan pandangan filsafat. “Cinta bagi saya hanyalah sebuah kata. Cinta sejati adalah sebuah tindakan, aksi nyata yang memunculkan produktivitas dan memberi manfaat, tidak hanya pada diri sendiri tapi juga sesama,” kata Nurani.
Begitulah diskusi yang berlangsung selama dua jam ini memberi pencerahan kepada mahasiswa. Meski akhirnya masih satu sisi saja pemahaman dari mahasiswa, jauh dari materi yang ingin disampaikan sang penulis.
Nurani yang kini memutuskan kembali ke Trenggalek ini mendapat kesenangan saat dia memulai menulis, dari karya puisi. Itu dilakukannya saat mengenyam pendidikan di bangku SMAN Durenan pada 1997 lalu. Mejadi anggota OSIS menangani seni dan sastra, hobi menulisnya semakin terasah, akhinya muncul keinginan untuk terus menulis. “Latar belakang saya dari keluarga broken home, yang membuat saya minder. Lewat tulisanlah saya bisa mengeluarkan keresahan saya. Seiring dengan berjalannya waktu dan bekal pengalaman, saya jadi sadar kalau menulis bisa sebagai cara untuk mendapatkan uang,” tutur lelaki yang terjun sebagai aktivis mahasiswa ini.
Menginjak dunia mahasiswa, Nurani melebarkan kualitas tulisan dalam berbagai artikel, opini dan beberapa buku berhasil diterbitkan. Antara lain; Pendidikan Berspektif Pendidikan diterbitkan Ar-ruzz Media Jogyakarta pada Januari 2008. Berikutnya buku Dari Demonstrasi Hingga Seks Bebas, Mahasiswa di Era Kapitalisme dan Hedonisme, Ada lagi Perjuangan Tanpa Akhir Melawan Neoliberalisme diterbitkan Garasi Jogyakarta juga pada Januari 2008.
Ada juga Hugo, Chavez Vs Amerika Serikat diterbitkan Garasi Jogyakarta pada Februari 2008, Revolusi Bolivarian, Hugo Chavez dan Politik Radikal diterbitkan Resist Book Jogyakarta pada Mei 2007.
Tahun 2007, di tengah kesibukannya di Jakarta sebagai peneliti dan pekerjaan lain Nurani mulai produktif lagi. Dia sempat vakum menulis saat asyik menjadi aktivis dan sempat menjadi buron lantaran membakar bendera salah satu partai politik dalam satu aksi massa.
Kini Nurani memutuskan untuk kembali ke Trenggalek. Beberapa tulisan dalam tahap penyelesaian. “Kontradiksi dalam diri, dari keresahan, kekecerawaan dan realita kehidupan, serta pergaulan luas menjadi modal untuk karya tulis,” ucap peraih juara umum pertama penulisan Esai Pemuda, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga bekerjasama dengan Forum Lingkar Pena (FLP) Jakarta tahun 2007 lalu itu.
Ingin membagi kemampuan menulisnya, Nurani dan teman-temannya menggagas program Sekolah Litera atau sekolah menulis. “Tujuannya untuk membangun kepribadian dan wawasan dengan cara menjadi pembaca karya literer berupa sastra dan buku, serta menjadi penulis,” ujar Nurani. (Titin Ratna, Ratu)
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".