Perwakilan pedagang buah sayur melakukan dialog dengan perwakilan BPKAD,
dan Dewan Komisi B (Juli 2008).
Sobat saya, Kang Mul, menulis di blognya pada tanggal 11 Juli 2009 tentang amburadulnya pembangunan di daerah ini. Saya coba menggaris bawahi tentang perencanaan yang menyangkut kepentingan rakyat kecil, yakni tentang pembangunan pasar basah dan pasar-pasar lain di daerah ini. Pertengahan 2008 para pedagang buah yang seharusnya pindah dari pasar Pon, sempat ngotot balik lagi ke tempat mereka semula. Dialog berkali-kali terjadi antara perwakilan pedagang dengan pihak birokrasi dan juga wakil rakyat di Komisi B.
Dalam konteks ini, Pasar Basah sudah jadi, terpisah dari pasar induknya (Pasar Pon), ibarat nasi sudah matang (saya tidak menyebutnya dengan istilah "nasi sudah jadi bubur"). Pemkab dengan para pakar pembangunannya tentu memiliki perhitungan yang jeli dan teliti (tapi mudah-mudahan gak njelimet). Maka, tersisalah harapan, berupa kesadaran para pedagang untuk "meramaikan" kios-kios baru itu dengan dagangan mereka. Logika, pasar sepi karena pembeli biasanya hanya kenal Pasar Pon, bukan alasan untuk menolak kebijakan adanya pasar Basah. Karena, lambat laun, konsumen akan tahu bahwa bila mereka butuh yang "basah-basah", ya tempatnya di pasar Basah. Insyaallah, mereka akan mencarinya di tempat yang baru.
Sebagai kawula alit, saya setuju untuk menolak perencaan pembangunan yang amburadul. Tapi bila sesuatu itu sudah ada, dan memang layak eksistensi dan mafaatnya di masa datang, saya coba bersikap obyektif. Andaikata saya jadi wakil rakyat (tapi saya sama sekali tidak pernah berniat!), saya tidak akan serta merta memihak rakyat yang telah memilih saya. Masyarakat kita banyak yang masih awam dan butuh pembelajaran, dengan kata lain (maaf!) SDM-nya perlu ditingkatkan, sehingga memiliki IESQ yang lebih berbobot.
Tentang PDAU (mega-percetakan)...wah, saya setuju Kang Mul. Itu memang belum waktunya. Kalau cari orderan di kantor-kantor (SKPD), seberapa besar ya biaya produksinya? E..maksud saya nilai tambahnya...bukan keuntungannya. Lihatlah, banyak percetakan milik masyarakat yang gulung tikar karena kalah bersaing. Kan, Hebat!!! Bisa menambah angka pengangguran terselubung,hhmm... maksud saya mereka yang tadinya kerja di percetakan yang bangkrut itu bisa kreatif cari ganti profesi lainnya.
(Aku Tulis Buat : Keluargaku Tercinta. Tiada harta yang bisa kuwariskan, maafkan Abah)
Dalam konteks ini, Pasar Basah sudah jadi, terpisah dari pasar induknya (Pasar Pon), ibarat nasi sudah matang (saya tidak menyebutnya dengan istilah "nasi sudah jadi bubur"). Pemkab dengan para pakar pembangunannya tentu memiliki perhitungan yang jeli dan teliti (tapi mudah-mudahan gak njelimet). Maka, tersisalah harapan, berupa kesadaran para pedagang untuk "meramaikan" kios-kios baru itu dengan dagangan mereka. Logika, pasar sepi karena pembeli biasanya hanya kenal Pasar Pon, bukan alasan untuk menolak kebijakan adanya pasar Basah. Karena, lambat laun, konsumen akan tahu bahwa bila mereka butuh yang "basah-basah", ya tempatnya di pasar Basah. Insyaallah, mereka akan mencarinya di tempat yang baru.
Sebagai kawula alit, saya setuju untuk menolak perencaan pembangunan yang amburadul. Tapi bila sesuatu itu sudah ada, dan memang layak eksistensi dan mafaatnya di masa datang, saya coba bersikap obyektif. Andaikata saya jadi wakil rakyat (tapi saya sama sekali tidak pernah berniat!), saya tidak akan serta merta memihak rakyat yang telah memilih saya. Masyarakat kita banyak yang masih awam dan butuh pembelajaran, dengan kata lain (maaf!) SDM-nya perlu ditingkatkan, sehingga memiliki IESQ yang lebih berbobot.
Tentang PDAU (mega-percetakan)...wah, saya setuju Kang Mul. Itu memang belum waktunya. Kalau cari orderan di kantor-kantor (SKPD), seberapa besar ya biaya produksinya? E..maksud saya nilai tambahnya...bukan keuntungannya. Lihatlah, banyak percetakan milik masyarakat yang gulung tikar karena kalah bersaing. Kan, Hebat!!! Bisa menambah angka pengangguran terselubung,hhmm... maksud saya mereka yang tadinya kerja di percetakan yang bangkrut itu bisa kreatif cari ganti profesi lainnya.
(Aku Tulis Buat : Keluargaku Tercinta. Tiada harta yang bisa kuwariskan, maafkan Abah)
2 Komentar:
bagoes kang yaaaa...
foto - fotonya keren biar para wakil - wakil rakyat sadar dan lebih perhatikan nasib wong cilik
Terimakasih atas kesudian Mas Komandan Laskar Menak Sopal mampir di pondok saya. Sebenarnya, saya punya banyak catatan dan foto wajah kawula alit. Namun, kesempatan dan vitalitas membatasi saya. Mudah-mudahan dengan komposisi anggota Dewan kita yang merata (tidak ada dominasi partai tertentu), Trenggalek akan lebih sejahtera, lebih sentosa, lebih megah, lebih barokah. Amin.
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".