Musda VIII Partai Golkar Trenggalek yang berlangsung pada Sabtu (19/12), secara meyakinkan menetapkan Wakidi sebagai Ketua DPD Golkar Trenggalek periode 2009/2014. Wakidi terpilih setelah terlebih dahulu menyingkirkan kandidat Calon Ketua lainnya yakni Sukono. Padahal, Sukono saat ini sedang menjabat Ketua F-PG di DPRD Trenggalek.
Kemenangan Wakidi mengalahkan Sukono dalam pemilihan tersebut, sangat telak : 14 suara berbanding 3 dari total 17 suara yang diperebutkan. Sementara dalam proses penjaringan bakal calon, memang telihat sejak awal Wakidi sudah mendapatkan dukungan lebih dari standar minimal yang ditetapkan, yaitu di atas 30 prosen.
Musda yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPD Golkar Jatim, Gatot Sudjito tersebut berjalan sangat mulus dan tidak nampak adanya keretakan dalam tubuh partai berlambang beringin ini. Tanpa ada deadlock, dan tanpa ada lobby maupun negosiasi politis, yang bertujuan untuk mencari dukungan. Peserta Musda bisa bersinergi dan sepakat, untuk menerima Wakidi sebagai Ketua Partai Golkar Trenggalek.
Hasil Perjuangan
Terpilihnya H. Wakidi, ST., sebagai Ketua Golkar Trenggalek, bukan diraih dengan begitu saja. Sebelumnya, bursa bakal calon ketua menjelang pemilihan ada tiga orang kader yang aktif melakukan maneuver politis dan negosiasi ke 14 Pimpinan Kecamatan Parta Golkar. Mereka adalah Sukaji, Miklasiati, dan Sukardi. Sementara Wakidi dan Sukono tidak menunjukkan agresivitas yang ambisius untuk duduk sebaga bakal calon. Namun, menjelang pemilihan, ternyata ketiga orang tersebut membatalkan niatnya. Sehingga, hanya tersisa Sukono dan Wakidi yang mendaftarkan diri sebagai Calon Ketua.
Pada akhirnya, Wakidi berhasil menyingkirkan Sukono dengan perolehan suara yang signifikan 14 berbanding 3 suara. Dengan demikian, Wakidi, yang dikenal sebagai pengusaha perhotelan dan kontraktor ini berhak menggantikan Sudarso yang dalam Musda tersebut ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar Trenggalek.
Wakidi, adalah tokoh partai Golkar yang berangkat dari bawah. Semenjak masa Orba, dia sudah tercatat sebagai anggota Golkar. Pada saat itu, dirinya bukanlah apa-apa. Dan seandainya, dia mencalonkan dirinya menjadi bakal calon ketua Golkar sebelum reformasi, dipastikan tidak seorang pun kader yang akan mendukungnya. Sebab, dia bukan seorang birokrat, juga bukan fungsionaris yang layak diperhitungkan.
Wakidi, seorang buruh serabutan, pernah menjadi kernet, meningkat jadi sopir taksi, dan sebelumnya harus rela menderita sebagai pencari kayu bakar di punggung bebukitan, kuli bangunan yang dibayar harian dan sesekali menjadi penarik becak di Kota Kripik Tempe. Adalah seorang kader Golkar yang sangat erat dan bersahabat dengan masyarakat kelas bawah. Hampir seluruh warga Trenggalek dari strata paling bawah hingga kalangan elit, sudah mengenal profil Wakidi, sang Maestro Rakyat Kecil yang berhasil mencapai tingkat keberhasilan melebihi dari yang dia cita-citakan.
Reformasi Memberikan Kesempatan
Beberapa tahun menjelang Reformasi, Wakidi sudah menampakan taringnya. Berbagai usaha yang dipegangnya mengalami peningkatan. Sukses dalam usaha kontraktor bangunan, dia merambah pada dunia bisnis yang lain seperti perhotelan, sektor perekonomian dan transposrtasi angkutan darat. Keberhasilan usahanya, menempatkan Wakidi sebagai orang yang layak diperhitungkan oleh para pejabat dan tokoh politik, terutama di lingkungan Partai Golkar. Tapi, perlu dicatat, posisi itu bukan karena kekayaannya. Melainkan lebih didasari pada dimensi psikologi dan sumberdayanya sebagai figur rakyat bawah yang siap bekerja keras, tanpa mengenal lelah dengan logika yang elok dan strategis demi meraih cita-citanya yang nun tinggi di langit biru.
Partai Golkar yang lahir dari Sekber Golkar, sudah jauh berbeda dengan masa Orde Baru. Partai ini sekarang sangat menghargai loyalitas dan kepiawaian setiap kadernya. Wakidi, semenjak masih buruh serabutan hingga saat dia terpilih sebagai Ketua, adalah aktivis Golongan Karya. Sebagai buruh serabutan, dia tampil terdepan, mengkoordinir lingkungannya untuk senantiasa memenangkan Golkar dalam setiap Pemilihan Umum. Dia lakukan itu, tanpa pamrih, sebab dia sama sekali tidak berpernah bermimpi bisa menjadi tokoh partai yang dikenal sebagai milik kaum birokrat.
Reformasi bergulir, otonomi daerah diterapkan. Seakan memberikan keberuntungan bagi Wakidi untuk mencaplok kesempatan beraksi di panggung politik . Demikian tanggapan segelintir orang atas suksesnya di dunia politik. Padahal, tidaklah demikian. Sebab, keterbukaan Partai Golkar lah yang justru mendorong sang Maestro rakyat bawah ini untuk mensejajarkan Wakidi sebagai tokoh yang pantas diberi jabatan politik.
Banyak para lawan politik partai ini menilai, bahwa penetapan Wakidi sebagai Ketua Golkar agak terlambat. Seharusnya, lima tahun lalu dia sudah duduk di kursi itu. Demikian pengakuan kalangan politikus dari berbagai parpol islami maupun PDI-P Trenggalek yang menganggap Partai Golkar layaknya "Saudara Tua". Seandainya, lima tahun lalu dia sudah jadi ketua, niscaya, perolehan kursi Golkar bisa lebih dari yang sekarang.
Harapan masyarakat Trenggalek, kehadiran Wakidi sebagai Ketua Golkar periode lima tahun ini, dapat memberikan kontribusi yang berbeda namun pernuh prestasi yang bernuansa "Trenggalek". Artinya, visi dan misi partai Golkar diimplementasikan demi kesejahteraan dan kemaslahatan masyarakat bawah. Masyarakat dengan status sosial dari mana Wakidi berasal, juga untuk kedamaian seluruh warga kota Keripik Tempe ini.
Pasangan Pro-Rakyat
Mundurnya Sukaji dari bursa bakal calon Ketua Golkar, bukan tanpa alasan. Warga partai sudah memprediksi, dalam tingkat pemilihan formatur pengurus, pasti nama fungsionaris yang satu ini akan masuk dalam jajaran pimpinan. Ternyata itu sungguh-sungguh terbukti.
Ditingkat formatur, Sukaji yang mantan anggota legeslatif itu terpilih sebagai Sekretaris. Sukaji, seorang mantan birokrat dari dinas kesehatan, yang mengundurkan diri demi kebebasannya dalam berpolitik itu, memang sangat cocok digandeng oleh Wakidi. Keduanya adalah sepasang "pendekar" yang selama ini senantiasa memihak rakyat. Dengan demikian, lengkaplah sudah, visi dan misi Golkar untuk mencuatkan isu-isu kerakyatan dalam pembangunan daerah ini.
Kalangan pengamat menilai, Wakidi-Sukaji, tentu akan memperjuangkan sekuat daya untuk mewujudkan eksistensi dan kredibilitas Partai Golkar di mata masyarakat. Kendati kursi Golkar di Dewan saat ini hanya 5, namun berkat pengalaman serta kelihaian diplomasi dan hubungan prikologis kedua tokoh ini dalam menjalin kerja sama antar partai, energi legeslasi Golkar dipastikan jadi berlipat.
Selamat dan Sukses, semoga Trenggalek lebih bersinar.
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".