Hujan yang mengguyurKota Kripik Tempe (Trenggalek, Jawa Timur), sejak Rabu (5/5), telah mengakibatkan ribuan (bukan hanya ratusan!) rumah di Trenggalek terendam air. Bahkan 4 warga ditemukan tewas dengan kondisi yang mengenaskan, sementara belasan lainnya menderita luka ringan.
Empat korban tewas masing-masing bernama Yatemi, 70; Ropingah, 35; Muji, 85; dan Tambir, 85. Sementara, sedang korban luka-luka dua di antaranya bernama Poniran dan Yadi. Empat korban tewas merupakan warga dusun KayuJaran, Desa Gembleb,Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek. Mereka diduga tewas setelah terseret banjir setinggi dua meter yang datang dari arah lereng Gunung Rajeg Wesi.
Sejauh ini, Tim Search and Rescue (SAR) Kabupaten Trenggalek baru berhasil menemukan dua jasad korban tewas Yatemi dan Ropingah, sementara dua lainnya masih dalam pencarian.“Sebagian warga tidak sempat menyelamatkan diri saat air bah melanda,” papar Kepala Seksi Penanggulangan Bencana Kantor Kesbangpol Linmas Kabupaten Trenggalek, Maryono, kemarin.
Banjir di Kabupaten Trenggalek melanda ribuan rumah warga yang berada di tujuh kecamatan, yakni Kecamatan Trenggalek, Munjungan, Pogalan, Gandusari, Durenan, Kampak, dan Kecamatan Bendungan. Paling parah terjadi di Kecamatan Munjungan, karena ribuan rumah warga di enam desa terendam dengan ketinggian dua meter, bahkan mencapai atap rumah.
“Ketinggian banjir enam desa di Kecamatan Munjungan mencapai dua meter, masing-masing Desa Karangturi,Munjungan, Tawing,Masaran,Craken,dan Desa Bendoroto,” tandasnya. Banjir yang terjadi sekitar pukul 15.00 WIB itu juga menyebabkan sejumlah tebing longsor hingga menutup ruas jalan yang menghubungkan antardaerah di kabupaten tersebut.
“Curah hujan yang turun di Kecamatan Munjungan memang sangat tinggi,”ungkapnya. Selain hujan deras, kata Maryono, luapan sungai yang berada di Kabupaten Trenggalek juga memperparah musibah tersebut.“Hujan deras yang terjadi sejak Rabu (5/5) siang hingga malam hari menyebabkan Sungai Ngasinan dan sungai-sungai lainnya yang berada di tujuh kecamatan meluap,” ujar Maryono.
Satuan Pelaksana (Satlak) Penanggulangan Bencana Kabupaten Trenggalek telah melakukan sejumlah tindakan tanggap darurat terhadap korban banjir. Bahkan Pemerintah Kabupaten Trenggalek telah menetapkan status Siaga I dalam penanganan musibah banjir.
“Sejumlah petugas dari Tim SAR telah melakukan evakuasi terhadap para korban banjir.Sekarang kami masih melakukan pemantauan di lokasi bencana,” papar Maryono.
Maryono mengaku, pada tahun 2006 lalu musibah serupa pernah melanda Kabupaten Trenggalek hingga menewaskan 27 orang, serta ratusan hewan ternak hilang terseret banjir. Bupati Trenggalek Soeharto ketika dihubungi melalui selulernya mengatakan terus memantau proses penangguklangan dan melakukan pendataan terhadap warga yang menjadi korban banjir.
“Kerugian yang disebabkan banjir belum diketahui. Yang terpenting,semua warga bisa diselamatkan terlebih dahulu, saya sudah memerintahkan pada Tim Basarnas untuk mengerahkan semua kemampuannya,” tandas Soeharto.
Proses penemuan jasad korban tidak sekaligus. Pertama kali ditemukan adalah mayat Yatemi dan Ropingah, dua korban terakhir yang sempat dinyatakan hilang, yakni Muji (85) dan Tambir (70), jenazahnya dievakuasi, Kamis (6/5/2010) pagi, kondisi korban tersangkut tumpukan material bangunan serta kayu yang hanyut terbawa arus air.
“Seluruh korban tewas berjumlah empat orang. Dua korban terakhir ditemukan sekitar pukul 07.00 WIB dengan sebagian tubuh tertimbun lumpur dan material kayu,” kata salah seorang tokoh warga Desa Gembleb, Guswanto aktivis PDI-P.
Dia menuturkan, proses pencarian korban sempat menemui kesulitan. Hal itu disebabkan kondisi di sekitar lokasi bencana yang rusak parah, sehabis diterjang air bah dari lereng Gunung Rajekan Wesi yang berada persis di sisi timur pemukiman penduduk di Dukuh Kayu Jaran, Desa Gembleb. Sedikitnya tujuh rumah hancur, rata dengan tanah, sementara tiga rumah lain rusak parah.
Ketinggian air saat bencana terjadi dilaporkan mencapai dua meter lebih. Hujan yang mengguyur kawasan perbukitan ini sejak Rabu (5/5/2010) mulai pukul 17.00 WIB, turun begitu deras, sehingga menyebabkan Sungai Sabuk yang melingkari Gunung Rajeg Wesi meluap. Pohon-pohon besar di lereng gunung tumbang dan terbawa arus banjir hingga ke pemukiman penduduk.
Banjir yang datang tiba-tiba ini membuat warga panik. Beberapa warga mengaku sempat terpana saat menyaksikan air Sungai Sabuk mulai meluap.
“Sebagian mencoba kabur, tapi terlambat,” kata Saridi, salah satu korban yang rumahnya mengalami rusak ringan.
Kerugian Miliaran rupiah
Kerugian akibat banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah kawasan di Kabupaten Trenggalek tersebut ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Kabag Humas Pemkab Trenggalek, Yoso Miarso belum mengkonfirmasi berapa kerugian materiil akibat bencana tersebut.
Namun, Bupati Trenggalek, Soeharto memperkirakan, jika melihat banyaknya rumah dan infrastruktur jalan dan jembatan yang rusak parah akibat terjangan banjir bandang Rabu sore (5/5), besar kemungkinan kerugiannya mencapai miliaran rupiah.
Apalagi, kerusakan tidak hanya terjadi pada pemukiman penduduk, banjir akibat luapan air beberapa sungai utama di Trenggalek itu juga menyebabkan ribuan hektare lahan pertanian dan perkebunan warga tergenang air, dan dipastikan gagal panen.
Data terbaru versi satuan pelaksana penanggulangan bencana (Satlak PB) Kabupaten Trenggalek, banjir bandang yang dilaporkan mulai terjadi antara pukul 16.00 hingga 18.30 WIB tersebut telah merendam sedikitnya 885 rumah warga.
Bencana tidak hanya terjadi di Kecamatan Pogalan dan Munjungan, tetapi juga melanda beberapa kecamatan lain seperti Kecamatan Durenan, Gandusari, Kampak, Bendungan serta Trenggalek (kota).
Total desa terendam banjir sebanyak 22 desa. Kerusakan paling parah terutama terjadi di Desa Gembleb, Kecamatan Pogalan, serta delapan desa di Kecamatan Munjungan.
“Di Munjungan beberapa jembatan dilaporkan roboh, sehingga menyebabkan jalur Munjungan-Trenggalek serta Munjungan-Panggul putus total,” papar Yoso mengungkapkan.
Pihak pemerintah daerah saat ini masih terus berupaya melakukan evakuasi. Sejumlah peralatan berat dikerahkan untuk menyingkirkan material longsoran tanah yang menutup ruas-ruas jalan di Munjungan maupun Bendungan.
Bantuan pangan berupa sembako dan obat-obatan juga telah dikirim. “Warga saat ini masih terus bahu-membahu menyingkirkan material longsoran serta membersihkan rumah warga yang roboh ataupun rusak akibat banjir sore kemarin,” kata Guswanto, tokoh warga Desa Gembleb yang siang tadi terlihat ikut membantu kerja bakti di lokasi bencana. (prigibeach)
Empat korban tewas masing-masing bernama Yatemi, 70; Ropingah, 35; Muji, 85; dan Tambir, 85. Sementara, sedang korban luka-luka dua di antaranya bernama Poniran dan Yadi. Empat korban tewas merupakan warga dusun KayuJaran, Desa Gembleb,Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek. Mereka diduga tewas setelah terseret banjir setinggi dua meter yang datang dari arah lereng Gunung Rajeg Wesi.
Sejauh ini, Tim Search and Rescue (SAR) Kabupaten Trenggalek baru berhasil menemukan dua jasad korban tewas Yatemi dan Ropingah, sementara dua lainnya masih dalam pencarian.“Sebagian warga tidak sempat menyelamatkan diri saat air bah melanda,” papar Kepala Seksi Penanggulangan Bencana Kantor Kesbangpol Linmas Kabupaten Trenggalek, Maryono, kemarin.
Banjir di Kabupaten Trenggalek melanda ribuan rumah warga yang berada di tujuh kecamatan, yakni Kecamatan Trenggalek, Munjungan, Pogalan, Gandusari, Durenan, Kampak, dan Kecamatan Bendungan. Paling parah terjadi di Kecamatan Munjungan, karena ribuan rumah warga di enam desa terendam dengan ketinggian dua meter, bahkan mencapai atap rumah.
“Ketinggian banjir enam desa di Kecamatan Munjungan mencapai dua meter, masing-masing Desa Karangturi,Munjungan, Tawing,Masaran,Craken,dan Desa Bendoroto,” tandasnya. Banjir yang terjadi sekitar pukul 15.00 WIB itu juga menyebabkan sejumlah tebing longsor hingga menutup ruas jalan yang menghubungkan antardaerah di kabupaten tersebut.
“Curah hujan yang turun di Kecamatan Munjungan memang sangat tinggi,”ungkapnya. Selain hujan deras, kata Maryono, luapan sungai yang berada di Kabupaten Trenggalek juga memperparah musibah tersebut.“Hujan deras yang terjadi sejak Rabu (5/5) siang hingga malam hari menyebabkan Sungai Ngasinan dan sungai-sungai lainnya yang berada di tujuh kecamatan meluap,” ujar Maryono.
Satuan Pelaksana (Satlak) Penanggulangan Bencana Kabupaten Trenggalek telah melakukan sejumlah tindakan tanggap darurat terhadap korban banjir. Bahkan Pemerintah Kabupaten Trenggalek telah menetapkan status Siaga I dalam penanganan musibah banjir.
“Sejumlah petugas dari Tim SAR telah melakukan evakuasi terhadap para korban banjir.Sekarang kami masih melakukan pemantauan di lokasi bencana,” papar Maryono.
Maryono mengaku, pada tahun 2006 lalu musibah serupa pernah melanda Kabupaten Trenggalek hingga menewaskan 27 orang, serta ratusan hewan ternak hilang terseret banjir. Bupati Trenggalek Soeharto ketika dihubungi melalui selulernya mengatakan terus memantau proses penangguklangan dan melakukan pendataan terhadap warga yang menjadi korban banjir.
“Kerugian yang disebabkan banjir belum diketahui. Yang terpenting,semua warga bisa diselamatkan terlebih dahulu, saya sudah memerintahkan pada Tim Basarnas untuk mengerahkan semua kemampuannya,” tandas Soeharto.
Proses penemuan jasad korban tidak sekaligus. Pertama kali ditemukan adalah mayat Yatemi dan Ropingah, dua korban terakhir yang sempat dinyatakan hilang, yakni Muji (85) dan Tambir (70), jenazahnya dievakuasi, Kamis (6/5/2010) pagi, kondisi korban tersangkut tumpukan material bangunan serta kayu yang hanyut terbawa arus air.
“Seluruh korban tewas berjumlah empat orang. Dua korban terakhir ditemukan sekitar pukul 07.00 WIB dengan sebagian tubuh tertimbun lumpur dan material kayu,” kata salah seorang tokoh warga Desa Gembleb, Guswanto aktivis PDI-P.
Dia menuturkan, proses pencarian korban sempat menemui kesulitan. Hal itu disebabkan kondisi di sekitar lokasi bencana yang rusak parah, sehabis diterjang air bah dari lereng Gunung Rajekan Wesi yang berada persis di sisi timur pemukiman penduduk di Dukuh Kayu Jaran, Desa Gembleb. Sedikitnya tujuh rumah hancur, rata dengan tanah, sementara tiga rumah lain rusak parah.
Ketinggian air saat bencana terjadi dilaporkan mencapai dua meter lebih. Hujan yang mengguyur kawasan perbukitan ini sejak Rabu (5/5/2010) mulai pukul 17.00 WIB, turun begitu deras, sehingga menyebabkan Sungai Sabuk yang melingkari Gunung Rajeg Wesi meluap. Pohon-pohon besar di lereng gunung tumbang dan terbawa arus banjir hingga ke pemukiman penduduk.
Banjir yang datang tiba-tiba ini membuat warga panik. Beberapa warga mengaku sempat terpana saat menyaksikan air Sungai Sabuk mulai meluap.
“Sebagian mencoba kabur, tapi terlambat,” kata Saridi, salah satu korban yang rumahnya mengalami rusak ringan.
Kerugian Miliaran rupiah
Kerugian akibat banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah kawasan di Kabupaten Trenggalek tersebut ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Kabag Humas Pemkab Trenggalek, Yoso Miarso belum mengkonfirmasi berapa kerugian materiil akibat bencana tersebut.
Namun, Bupati Trenggalek, Soeharto memperkirakan, jika melihat banyaknya rumah dan infrastruktur jalan dan jembatan yang rusak parah akibat terjangan banjir bandang Rabu sore (5/5), besar kemungkinan kerugiannya mencapai miliaran rupiah.
Apalagi, kerusakan tidak hanya terjadi pada pemukiman penduduk, banjir akibat luapan air beberapa sungai utama di Trenggalek itu juga menyebabkan ribuan hektare lahan pertanian dan perkebunan warga tergenang air, dan dipastikan gagal panen.
Data terbaru versi satuan pelaksana penanggulangan bencana (Satlak PB) Kabupaten Trenggalek, banjir bandang yang dilaporkan mulai terjadi antara pukul 16.00 hingga 18.30 WIB tersebut telah merendam sedikitnya 885 rumah warga.
Bencana tidak hanya terjadi di Kecamatan Pogalan dan Munjungan, tetapi juga melanda beberapa kecamatan lain seperti Kecamatan Durenan, Gandusari, Kampak, Bendungan serta Trenggalek (kota).
Total desa terendam banjir sebanyak 22 desa. Kerusakan paling parah terutama terjadi di Desa Gembleb, Kecamatan Pogalan, serta delapan desa di Kecamatan Munjungan.
“Di Munjungan beberapa jembatan dilaporkan roboh, sehingga menyebabkan jalur Munjungan-Trenggalek serta Munjungan-Panggul putus total,” papar Yoso mengungkapkan.
Pihak pemerintah daerah saat ini masih terus berupaya melakukan evakuasi. Sejumlah peralatan berat dikerahkan untuk menyingkirkan material longsoran tanah yang menutup ruas-ruas jalan di Munjungan maupun Bendungan.
Bantuan pangan berupa sembako dan obat-obatan juga telah dikirim. “Warga saat ini masih terus bahu-membahu menyingkirkan material longsoran serta membersihkan rumah warga yang roboh ataupun rusak akibat banjir sore kemarin,” kata Guswanto, tokoh warga Desa Gembleb yang siang tadi terlihat ikut membantu kerja bakti di lokasi bencana. (prigibeach)
2 Komentar:
membaca kisah ini aq geram juga miris.tapi semua telah terjadi.yang q mau Indonesia dihuni oleh pemimpin yg bisa mengatur tanah Indonesia,menata tanahnya sesuai aturan Pencipta.artinya posisikan sesuai keadaannya.jangan tanah subur dijadikan perumahan,sungai jadi jalan.sebaliknya.UU tdk sebatas terpampang tp terlaksana tanpa pandang bulu.mari dimulai dr diri sendiri
@ Radhen Ayu Nurmillah: Saya setuju banget, Jenk; dari diri sendiri, keluarga, lalu berlanjut kepada lingkungan kita. Thanks, salam sahabat.. God bless you, Princess..
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".