GERD BINNIG, Ahli fisika Jerman. Ia dikenal luas dalam dunia sains sebagai penemu mikroskop saluran penginderaan (STM). Atas capaian ilmiahnya ini ia memperoleh Hadiah Nobel Fisika di tahun 1986 bersama Heinrich Rohrer yang menjadi teman risetnya serta Ernst Ruska yang berhasil merancang dan menemukan mikroskop elektron.
Gerd Binnig lahir pada tahun 1947 di kota Frankfurt, Jerman. Ia anak sulung dari dua bersaudara yang semuanya laki-laki. Masa kecilnya sangat terpengaruh oleh masa-masa awal rehabilitasi Jerman dari kehancuran akibat Perang Dunia II. Sampai umur 31, Binnig tinggal di Frankfurt dan Offenbach. Ia bersekolah di kedua kota yang berdekatan itu. Saat berumur 10 tahun, ia sudah memutuskan untuk menjadi fisikawan tanpa sebab-musabab yang jelas dan pasti.
Saat betul-betul memperoleh pelajaran fisika dari sekolah, ia mulai meragukan cita-citanya. Sebab, kala itu ia merasa fisika teoritis terlalu teknis, relatif tidak filosofis dan tidak imajinatif. Pada tahun-tahun awal itu ia lebih berkonsentrasi pada permainan musik dengan teman-temannya daripada belajar fisika. Ibunya telah memperkenalkan musik klasik sejak ia masih seorang balita dan memiliki keyakinan penuh bahwa dengan mengapresiasi musik itu ia akan tumbuh dewasa sebagai seseorang yang memiliki karakter dan bakat yang tinggi.
Pada usia 15, Binnig belajar bermain biola dan langsung menunjukkan ketangkasan alami yang tinggi dengan instrumen itu. Namun tak lama kemudian ia mengubah hobi musiknya dari tataran klasik ke tataran pop dengan Beatles dan Rolling Stones sebagai idola barunya. Ia betul-betul menyukai jalur musik yang baru itu dan kerap berpartisipasi dalam band-band sekolah. Dari pengembaraannya di dunia musik pop ini Binnig memperoleh pengalaman yang berharga bagi karir ilmiahnya di masa depan. Ia menjadi tahu betapa tak mudah bekerjasama sebagai sebuah tim, betapa melegakan dan membahagiakan menjadi kreatif dan betapa tak terduganya aksi-reaksi publik penonton.
Selepas SMA yang penuh warna itu, Binnig masuk Universitas Frankfurt dan belajar di Fakultas Fisika. Ia menggulir riset diplomanya di bawah arahan Prof. Dr. W. Martiensen dan Dr. E. Hoenig. Ia menyadari nikmatnya memecahkan tantangan-tantangan fisika jika itu semua ia lakukan tidak hanya di atas kertas tetapi juga dalam eksperimen di laboratorium. Binnig sangat mengagumi Martiensen, terutama karena kemampuan sang profesor merumuskan dan menyusun sebuah statemen yang sangat efisien menangkap intisari konteks ilmiah sebuah masalah.
Hatinya juga tertambat pada Dr Hoenig yang lihai melakukan berbagai ragam percobaan dan selalu menunjukkan kesabaran yang tinggi dalam segala hal. Pada tahun 1978, dengan gelar Ph.D dan pengalaman mengajar yang lumayan panjang, ia menerima tawaran dari Laboratorium Penelitian IBM di Zurich untuk bergabung dengan sebuah tim periset. Ini terbukti langkah yang sangat tepat dan sangat penting bagi dirinya. Di lembaga itulah ia berkenalan dengan Heinrich Rohrer, mitra risetnya yang utama dalam penemuan mikroskop penyaluran dan pemantauan (STM).
Banyak ketidaktahuan Binnig mengenai fisika berakhir berkat kehebatan Rohrer dalam mentransfer ilmunya kepada sang mitra dengan gaya yang sangat manusiawi dan humoris. Tahun-tahun yang ia lalui di laboratorium IBM itu betul-betul sangat mengesankan. Penyebabnya bukan semata-mata penemuan STM yang kemudian mengganjar dia dan Rohrer dengan Nobel Fisika 1986, tetapi juga suasana kerja dan pergaulan yang menyenangkan bersama seluruh mitra profesionalnya di tempat itu.
Secara khusus ia mensyukuri kerja barengnya dengan Heinrich Rohrer, Christoph Gerber dan Edmund Weibel. Prestasi yang tercapai dalam kerja riset bersama ini mendatangkan tak hanya Nobel Fisika tetapi juga Hadiah Fisika Jerman, Hadiah Otto Klung, Hadiah Hewlett Packard dan Hadiah Raja Faisal. Pada tahun 1990, Bennig bergabung dengan Daimler Benz Holding sebagai anggota Dewan Pengawas.
Pada tahun-tahun selanjutnya, seraya memikul tugas di lembaga ini, ia juga melibatkan diri dalam sejumlah kegiatan politik. Bennig menikah dengan Lore Wagner di tahun 1969. Mereka berdua giat belajar selama bertahun-tahun dan baru memutuskan punya anak setelah situasi yang berkembang di sekitar mereka terasa sudah pas untuk maksud itu. Bennig dan Lore, seorang psikolog kenamaan, akhirnya punya anak perempuan dan anak lelaki. Bagi Bennig, kehadiran putra-putrinya merupakan karunia hidup yang mentakjubkan. Demi mendidik dan mendampingi mereka, ia rela melepaskan seluruh hobinya (menyanyi, bermain gitar, menggesek biola, sepakbola, tenis, ski, berlayar dan golf) untuk beberapa waktu lamanya.
(Dari berbagai sumber. Foto wikipedia)
Gerd Binnig lahir pada tahun 1947 di kota Frankfurt, Jerman. Ia anak sulung dari dua bersaudara yang semuanya laki-laki. Masa kecilnya sangat terpengaruh oleh masa-masa awal rehabilitasi Jerman dari kehancuran akibat Perang Dunia II. Sampai umur 31, Binnig tinggal di Frankfurt dan Offenbach. Ia bersekolah di kedua kota yang berdekatan itu. Saat berumur 10 tahun, ia sudah memutuskan untuk menjadi fisikawan tanpa sebab-musabab yang jelas dan pasti.
Saat betul-betul memperoleh pelajaran fisika dari sekolah, ia mulai meragukan cita-citanya. Sebab, kala itu ia merasa fisika teoritis terlalu teknis, relatif tidak filosofis dan tidak imajinatif. Pada tahun-tahun awal itu ia lebih berkonsentrasi pada permainan musik dengan teman-temannya daripada belajar fisika. Ibunya telah memperkenalkan musik klasik sejak ia masih seorang balita dan memiliki keyakinan penuh bahwa dengan mengapresiasi musik itu ia akan tumbuh dewasa sebagai seseorang yang memiliki karakter dan bakat yang tinggi.
Pada usia 15, Binnig belajar bermain biola dan langsung menunjukkan ketangkasan alami yang tinggi dengan instrumen itu. Namun tak lama kemudian ia mengubah hobi musiknya dari tataran klasik ke tataran pop dengan Beatles dan Rolling Stones sebagai idola barunya. Ia betul-betul menyukai jalur musik yang baru itu dan kerap berpartisipasi dalam band-band sekolah. Dari pengembaraannya di dunia musik pop ini Binnig memperoleh pengalaman yang berharga bagi karir ilmiahnya di masa depan. Ia menjadi tahu betapa tak mudah bekerjasama sebagai sebuah tim, betapa melegakan dan membahagiakan menjadi kreatif dan betapa tak terduganya aksi-reaksi publik penonton.
Selepas SMA yang penuh warna itu, Binnig masuk Universitas Frankfurt dan belajar di Fakultas Fisika. Ia menggulir riset diplomanya di bawah arahan Prof. Dr. W. Martiensen dan Dr. E. Hoenig. Ia menyadari nikmatnya memecahkan tantangan-tantangan fisika jika itu semua ia lakukan tidak hanya di atas kertas tetapi juga dalam eksperimen di laboratorium. Binnig sangat mengagumi Martiensen, terutama karena kemampuan sang profesor merumuskan dan menyusun sebuah statemen yang sangat efisien menangkap intisari konteks ilmiah sebuah masalah.
Hatinya juga tertambat pada Dr Hoenig yang lihai melakukan berbagai ragam percobaan dan selalu menunjukkan kesabaran yang tinggi dalam segala hal. Pada tahun 1978, dengan gelar Ph.D dan pengalaman mengajar yang lumayan panjang, ia menerima tawaran dari Laboratorium Penelitian IBM di Zurich untuk bergabung dengan sebuah tim periset. Ini terbukti langkah yang sangat tepat dan sangat penting bagi dirinya. Di lembaga itulah ia berkenalan dengan Heinrich Rohrer, mitra risetnya yang utama dalam penemuan mikroskop penyaluran dan pemantauan (STM).
Banyak ketidaktahuan Binnig mengenai fisika berakhir berkat kehebatan Rohrer dalam mentransfer ilmunya kepada sang mitra dengan gaya yang sangat manusiawi dan humoris. Tahun-tahun yang ia lalui di laboratorium IBM itu betul-betul sangat mengesankan. Penyebabnya bukan semata-mata penemuan STM yang kemudian mengganjar dia dan Rohrer dengan Nobel Fisika 1986, tetapi juga suasana kerja dan pergaulan yang menyenangkan bersama seluruh mitra profesionalnya di tempat itu.
Secara khusus ia mensyukuri kerja barengnya dengan Heinrich Rohrer, Christoph Gerber dan Edmund Weibel. Prestasi yang tercapai dalam kerja riset bersama ini mendatangkan tak hanya Nobel Fisika tetapi juga Hadiah Fisika Jerman, Hadiah Otto Klung, Hadiah Hewlett Packard dan Hadiah Raja Faisal. Pada tahun 1990, Bennig bergabung dengan Daimler Benz Holding sebagai anggota Dewan Pengawas.
Pada tahun-tahun selanjutnya, seraya memikul tugas di lembaga ini, ia juga melibatkan diri dalam sejumlah kegiatan politik. Bennig menikah dengan Lore Wagner di tahun 1969. Mereka berdua giat belajar selama bertahun-tahun dan baru memutuskan punya anak setelah situasi yang berkembang di sekitar mereka terasa sudah pas untuk maksud itu. Bennig dan Lore, seorang psikolog kenamaan, akhirnya punya anak perempuan dan anak lelaki. Bagi Bennig, kehadiran putra-putrinya merupakan karunia hidup yang mentakjubkan. Demi mendidik dan mendampingi mereka, ia rela melepaskan seluruh hobinya (menyanyi, bermain gitar, menggesek biola, sepakbola, tenis, ski, berlayar dan golf) untuk beberapa waktu lamanya.
(Dari berbagai sumber. Foto wikipedia)
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".