Makam Chairil di TPU Karet Bivak |
Saya mengagumi Chairil Anwar sesudah membaca beberapa tulisannya yang asli, khususnya yang berjudul "Aku", Ibu saya memiliki buku Deru Campur Debu yang asli, sayang... kini sudah musnah entah kemana. Sajak Chairil dikompilasi dalam tiga buku : "Deru Campur Debu" (1949); "Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus" (1949); dan "Tiga Menguak Takdir" (1950) kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin.
Sajak-sajak pilihan karya Chairil Anwar dalam sebuah buku berjudul "Aku Ini Binatang Jalang: koleksi sajak 1942-1949", disunting oleh Pamusuk Eneste, kata penutup oleh Sapardi Djoko Damono (1986), pernah saya miliki, namun kemudian dipinjam seorang teman dan kemudian -sudah saya ramal- tidak kembali.
Chairil Anwar lahir 26 Juli 1922 di Medan dan meninggal 28 April 1949 di CBZ (RSCM) Jakarta. Ia mulai menulis sajak ketika menapak usia 21 tahun hingga akhir hayatnya menjelang usia 27 tahun. Dia meninggal akibat TBC, Tifus dan Spilis, seakan menjadi bukti bahwa dia memang "binatang jalang" yang terbuang dari kumpulannya. Simaklah sajak yang awalnya bertajuk ‘Semangat’ sebelum berganti menjadi "Aku": “Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Aku mau hidup seribu tahun lagi”
Ia produktif menulis puisi yang kebanyakan bertema kematian, tentang Ketuhanan dan perjuangan yang menggugah semangat anak muda. Salah satu sajaknya yang terkenal dan juga sangat saya suka adalah Krawang-Bekasi (1948).
Kendati tidak tamat SMP( MULO), Chairil Anwar fasih bicara bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman; serta gagasan, baik yang diwujudkan dalam sejumlah puisi, maupun dalam esai-esainya yang menegaskan sikap hidup dan pandangannya tentang kesusasteraan dan kebudayaan Indonesia, ternyata begitu inspiratif. Tidak hanya mempengaruhi teman-teman sesama sastrawan, tetapi juga para seniman. Chairil Anwar memang reputasional tidak hanya menjadi salah satu ikon kesusasteraan Indonesia, melainkan telah menanamkan tonggak penting dalam sastra Indonesia .
Sri Ayati |
Senja di Pelabuhan Kecil
(buat Sri Ayati)
Ini kali tidak ada yang mencari cinta
Di antara gedung, rumah tua, pada cerita
Tiang serta temali, kapal, perahu tidak berlaut
Menghembus diri dalam mempercaya maut berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kepak elang
Menyinggung muram, desir hari lari berenang
Menemu bujuk pangkal akanan.Tidak bergerak
Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
Menyisir semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
Dari pantai ke empat, sedu penghabisan bisa terdekap.
Apakah Anda juga merasakan energi asmara, "the power of love" rintihan dan ratapan kasih dari puisi tersebut? Agar mudah meresapinya, cobalah ikuti latar belakang inspirasi sajak ini.
Sri Ayati lahir di Tegal 19 Desember 1919. Sejak berumur 8 tahun ayahnya membawanya pindah ke Jakarta yang membuatnya lebih sering merasa sebagai orang Betawi daripada Jawa. Ia pernah menjadi penyiar radio Jakarta Hoso Kyokam pada masa pendudukan Jepang -tempat yang sekarang menjadi gedung RRI Pusat. Lihatlah betapa cantiknya Konon dari sinilah perempuan yang menguasai beberapa bahasa asing ini bertemu dengan Chairil Anwar, sosok pemuda berperawakan kecil berkulit putih dengan mata selalu memerah (mungkin karena kurang tidur) dan rambut acak-acakan. Satu hal yang menjadi ciri khasnya adalah tangannya yang selalu membawa beberapa buku ke mana pun ia pergi, mencerminkan pribadi yang selalu haus akan ilmu.
Mereka berdua bergaul dan berteman secara wajar, tak terlihat adanya sebuah ikatan emosi yang khusus. Namun siapa sangka ternyata sang pujangga memendam bara asmara terhadap perempuan yang di masa mudanya begitu cantik ini. Seorang maestro seni lukis, Basuki Abdullah pun pernah mengabadikan wajahnya dalam bentuk goresan sketsa. Hal ini cukup menjadi bukti tentang kecantikannya di masa lalu, meski yang bersangkutan sendiri menyangkalnya. Sebuah sisi yang menunjukkan kerendahan hatinya, barangkali.
Sebuah cinta yang tak pernah terungkapkan sebelumnya, sampai akhirnya mereka menemukan pasangan hidup masing-masing, Sri Ayati dengan dr. R.H. Soeparsono (menikah pada tahun 1944) sementara Chairil Anwar menikah dengan Hapsah Wiriaredja (asal Karawang, Jawa Barat) pada tahun 1946 (dikaruniai satu-satunya anak bernama Evawani Alissa), tahun yang sama saat ia mencipta puisi berjudul "Senja di Pelabuhan Kecil" tersebut.
"Senja di Pelabuhan Kecil" dinilai oleh kritikus sastra HB Jassin berisi ‘kerawanan hati, suatu kesedihan yang mendalam yang tidak terucapkan.’ ”Saya tahu dari almarhumah Mimiek, anak angkat Sutan Syahrir, bahwa Chairil Anwar membuat sajak untuk saya,” kata Sri Ayati.
Bila saya menyukai "Senja di Pelabuhan Kecil", bukan karena senasib dengan Chairil Anwar, yang menikah dengan wanita bukan pujaannya. Saya suka, sebab semangat cinta, aura kasih dan ratapan pilu yang memancar dari setiap kata sajak ini sungguh-sungguh luar biasa menghunjam kalbu. Barangkali saja, Chairil tidak lagi menggubris kondisi fisiknya karena patah hati tak bersatu dengan sang kekasih.
(Lebih jauh simak juga sumber ide artikel ini:
http://blog.bukukita.com/users/arild_94/?postId=8048,
http://www.youtube.com/watch?v=6Y7XnBIPWko,
http://alwishahab.wordpress.com/2007/08/03/bertemu-pujaan-chairil-anwar,
http://www.borobudurlinks.com/2010/04/misteri-sri-ayati-dalam-senja-di.html,
gambar makam Chairil Anwar: http://id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar).
Sebuah cinta yang tak pernah terungkapkan sebelumnya, sampai akhirnya mereka menemukan pasangan hidup masing-masing, Sri Ayati dengan dr. R.H. Soeparsono (menikah pada tahun 1944) sementara Chairil Anwar menikah dengan Hapsah Wiriaredja (asal Karawang, Jawa Barat) pada tahun 1946 (dikaruniai satu-satunya anak bernama Evawani Alissa), tahun yang sama saat ia mencipta puisi berjudul "Senja di Pelabuhan Kecil" tersebut.
"Senja di Pelabuhan Kecil" dinilai oleh kritikus sastra HB Jassin berisi ‘kerawanan hati, suatu kesedihan yang mendalam yang tidak terucapkan.’ ”Saya tahu dari almarhumah Mimiek, anak angkat Sutan Syahrir, bahwa Chairil Anwar membuat sajak untuk saya,” kata Sri Ayati.
Bila saya menyukai "Senja di Pelabuhan Kecil", bukan karena senasib dengan Chairil Anwar, yang menikah dengan wanita bukan pujaannya. Saya suka, sebab semangat cinta, aura kasih dan ratapan pilu yang memancar dari setiap kata sajak ini sungguh-sungguh luar biasa menghunjam kalbu. Barangkali saja, Chairil tidak lagi menggubris kondisi fisiknya karena patah hati tak bersatu dengan sang kekasih.
(Lebih jauh simak juga sumber ide artikel ini:
http://blog.bukukita.com/users/arild_94/?postId=8048,
http://www.youtube.com/watch?v=6Y7XnBIPWko,
http://alwishahab.wordpress.com/2007/08/03/bertemu-pujaan-chairil-anwar,
http://www.borobudurlinks.com/2010/04/misteri-sri-ayati-dalam-senja-di.html,
gambar makam Chairil Anwar: http://id.wikipedia.org/wiki/Chairil_Anwar).
Artikel terkait :
23 Komentar:
maaf, kesulitan baca entrynya. Background gelap plus berlatar tulisan juga? Atau koneksi saya yg eror shg page tdk tampil secara maksimal ya?
Sangat lengkap urainnya sobat, jadi inget masa sd karya puisi chairil anwar menjadi pelajaran wajib yang harus dipelajari dan sering dipentaskan hehe...
Jaman sekarang, pujangga yang sehebar ckairil anwar siapa ya sob?
@ Ririe Khayan: Salam sahabat; Jenk Riri bisa mereload page tersebut, karena saya yakin koneksi internet Jenk Ririe sedang bermasalah. Saya tetap pakai backgroun default, kecuali huruf pada puisinya.
Thanks, Jenk.. God bless you..
@ Anak Rantau: Salam sahabat; Akan lebih asyik lagi, bila sahabat menelusuri tautan yang saya sertakan.
Insyallah suatu saat nanti akan ada pujangga sebesar Chairil Anwar. Peace and love for you, Guys. Thanks for coming...
puisi chairil anwar memang bgus" sob
follback #915 sukses sob :)
Saya paling favorit dg karya Khairil Anwar, terutama sajak "Aku".
Karena sajak ini dulu (semasa sekolah) saya buat ikut lomba baca puisi dan juara pertama se kodya surabaya ehehehehe...
Sampai sekarang pun masih apal masbro :)
khairil anwar memank terkenal tp sy blum prnah bc karyax
Puisinya Keren ..
Nice post bang ..
@ AdHiE ToKeKx: Setuju, Sob.. Thanks for foll-back.
Salam sahabat;
@ arie5758: Wow...keren..! Juara Pertama se-Kodya Surabaya!!! Congratz, Gan.. (ini gak terlambat, loh, kan saya baru tahu?!). Saya juga senang banget dengan sajak "Aku".. salam sahabat;
@ Ultrabook Notebook Tipis Harga Murah Terbaik: Anda kini sudah pernah baca puisi "Senja di Pelabuhan Kecil
(buat Sri Ayati)" karya Chairil Anwar, kan?
Salam sahabat;
Wah keren sajak nya gan..
aku ingatnya cuman yang judulnya AKU... wah, serius penggemar sajak yah...
@ cik awi: Hmmm... kalau karya saya sendiri sudah tentu gak keren, Guys. Thanks for coming by...
@ Ratnawati Utami: Sama dah kita.. yang jelas saya memang suka sastra. Salam sahabat, God bless you, Princcess..
Dari sekian banyak itu, aku malah cuma ingat dua puisi. Karawang bekasi sama Aku Ini Binatang Jalang....nice share and happy blogging!
@ Iskaruji dot com: Meskipun hanya dua judul, itu menjadi bukti bahwa Chairil Anwar memang sastrawan kondang... matursuwun sudah meluangkan waktu ke sini, Gus... Salam sahabat;
sungguh beliau adalah seorang maestro dalam berkarya, karya-karyanya menjadi maha karya yang tidak akah hilang ditelan masa, luar biasa
@ prokes: Setuju banget. Dan Ibu Pertiwi memang memiliki banyak penyair berkaliber dunia.. Salam sahabat;
apa orang/anak2 sekarng ada yang seperti dia??/ kayaknya ga ada ... ga terganti :D
Dulu saat lg kcil ane pgen kyk dia hehe
chairil anwar emang sastrawan hebat saya suka caranya memaparkan kata-kata indah ke dalam tulisannya, saya juga punya bukunya waktu masih skolah dulu tapi uda ilang hihi...nice share sobat
yang menarik dari Chairil Anwar bagi saya adalah bahasa yang digunakannya: bahasa sehari hari
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".