Pengusiran terhadap dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah oleh beberapa anggota Komisi III DPR berbuntut panjang. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) segera melaporkan anggota Komisi III ke Badan Kehormatan (BK) DPR.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Badan Pengurus YLBHI Erna Ratnaningsih di Jakarta, Sabtu (5/2). Erna mengatakan ada dua aturan yang telah dilanggar oleh anggota Komisi III. Yakni Pasal 79 huruf h UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Juga Pasal 17 ayat (1) Keputusan DPR Nomor 16/DPR RI/I/2004-2005 tentang Kode Etik DPR RI.
"Kami menilai aturan dan etika DPR telah dilanggar oleh anggota Komisi III. Untuk itulah kita akan ajukan pengaduan ke BK hari Senin (7/2)," tegas Erna.
Erna mengatakan, pengusiran terhadap Bibit dan Chandra merupakan bentuk pelanggaran etika dalam hubungan kerja dengan lembaga lain. Untuk itu YLBHI mengarahkan masalah itu ke BK seabgai lembaga penegak moral dan etik dewan. "Tindakan pengusiran itu melanggar etika DPR dalam bekerja dengan lembaga lain," paparnya.
Erna mengatakan, ada sekitar 20 anggota Komisi III DPR yang akan dilaporkan ke BK. "Kami masih melakukan identifikasi, saat ini yang kami lakukan penyisiran 20 orang, namun pastinya belum kami finalkan. Pokoknya semua yang menolak Bibit-Chandra akan diadukan ke BK," tegas Erna.
Adegan pengusiran terhadap Bibit dan Chandar terjadi ketika rapat dengar pendapat antara KPK dan KOmisi III DPR, Senin (31/1). Keputusan rapat internal komisi yang dicapai melalui mekanisme voting, 23 legislator tidak setuju Bibit dan Chandra hadiri rapat, dan 15 lainnya mengizinkan.
Komisi Hukum Melawan Hukum
KOMISI III DPR adalah komisi hukum. Namun, inilah komisi hukum yang tidak mengindahkan pimpinan KPK sebagai penegak hukum. Bahkan, juga tidak menghormati undang-undang yang memberi kewenangan hukum kepada Jaksa Agung untuk melakukan pendeponiran.
Penolakan Komisi III atas kehadiran pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah dengan alasan status tersangka masih melekat pada Bibit-Chandra, meski Jaksa Agung telah mendeponir perkara mereka.
Hujan interupsi yang terjadi saat itu lebih merupakan kegaduhan yang sarat dendam dan kepentingan. Rapat menolak Bibit-Chandra itu berlangsung hanya tiga hari setelah KPK menjebloskan ke dalam tahanan 19 politikus, anggota/mantan anggota DPR, terkait kasus dugaan suap cek pelawat Bank Indonesia.
Mendeponir adalah menyampingkan perkara demi kepentingan umum, yang merupakan tugas dan wewenang Jaksa Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Mendeponir perkara Bibit-Chandra dilakukan Jaksa Agung yang definitif. Jadi, itu memiliki kekuatan hukum yang kuat dan tetap.
Lagi pula, Bibit dan Chandra bukan pimpinan KPK palsu, liar, atau gadungan. Keduanya pimpinan KPK yang resmi dan sah. Keppres No 101/P/2009 yang mengangkat mereka menjadi pimpinan KPK belum pernah dicabut Presiden. Dari sudut pandang itu, Komisi III sebenarnya juga tidak mengindahkan keppres tersebut.
Komisi III DPR juga layak dinilai tidak pernah membuka Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di situ disebutkan kepemimpinan KPK bersifat kolektif. Menolak seorang saja pemimpin KPK sama artinya dengan menolak seluruh pemimpin KPK.
Begitulah, Komisi III DPR telah melawan tiga aturan hukum sekaligus. Pertama, melawan keppres yang mengangkat Bibit-Chandra. Kedua, melawan Undang-Undang Kejaksaan yang mengatur tugas dan wewenang Jaksa Agung untuk menyampingkan perkara. Ketiga, melawan Undang-Undang KPK yang mengatur pimpinan KPK bersifat kolektif. Padahal, undang-undang itu dibuat DPR dan Bibit-Chandra juga hasil seleksi DPR.
Yang tidak kalah penting untuk ditegaskan, Komisi III tidak hanya melawan hukum, tetapi juga hipokrit. Ada anggota Komisi III yang berstatus tersangka, tetapi Komisi III tidak menyuruh keluar orang itu dari rapat-rapat Komisi III.
Bahkan, sekali lagi perlu digarisbawahi, DPR pun pernah dipimpin seorang terdakwa. Semua itu telah menjadi sejarah yang sepertinya pura-pura dilupakan Komisi III.
Celakalah negeri ini bila komisi hukum di DPR berkelakuan melawan hukum, hipokrit, dan berpura-pura lupa akan sejarah sendiri.
Hal itu diungkapkan oleh Ketua Badan Pengurus YLBHI Erna Ratnaningsih di Jakarta, Sabtu (5/2). Erna mengatakan ada dua aturan yang telah dilanggar oleh anggota Komisi III. Yakni Pasal 79 huruf h UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Juga Pasal 17 ayat (1) Keputusan DPR Nomor 16/DPR RI/I/2004-2005 tentang Kode Etik DPR RI.
"Kami menilai aturan dan etika DPR telah dilanggar oleh anggota Komisi III. Untuk itulah kita akan ajukan pengaduan ke BK hari Senin (7/2)," tegas Erna.
Erna mengatakan, pengusiran terhadap Bibit dan Chandra merupakan bentuk pelanggaran etika dalam hubungan kerja dengan lembaga lain. Untuk itu YLBHI mengarahkan masalah itu ke BK seabgai lembaga penegak moral dan etik dewan. "Tindakan pengusiran itu melanggar etika DPR dalam bekerja dengan lembaga lain," paparnya.
Erna mengatakan, ada sekitar 20 anggota Komisi III DPR yang akan dilaporkan ke BK. "Kami masih melakukan identifikasi, saat ini yang kami lakukan penyisiran 20 orang, namun pastinya belum kami finalkan. Pokoknya semua yang menolak Bibit-Chandra akan diadukan ke BK," tegas Erna.
Adegan pengusiran terhadap Bibit dan Chandar terjadi ketika rapat dengar pendapat antara KPK dan KOmisi III DPR, Senin (31/1). Keputusan rapat internal komisi yang dicapai melalui mekanisme voting, 23 legislator tidak setuju Bibit dan Chandra hadiri rapat, dan 15 lainnya mengizinkan.
Komisi Hukum Melawan Hukum
KOMISI III DPR adalah komisi hukum. Namun, inilah komisi hukum yang tidak mengindahkan pimpinan KPK sebagai penegak hukum. Bahkan, juga tidak menghormati undang-undang yang memberi kewenangan hukum kepada Jaksa Agung untuk melakukan pendeponiran.
Penolakan Komisi III atas kehadiran pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah dengan alasan status tersangka masih melekat pada Bibit-Chandra, meski Jaksa Agung telah mendeponir perkara mereka.
Hujan interupsi yang terjadi saat itu lebih merupakan kegaduhan yang sarat dendam dan kepentingan. Rapat menolak Bibit-Chandra itu berlangsung hanya tiga hari setelah KPK menjebloskan ke dalam tahanan 19 politikus, anggota/mantan anggota DPR, terkait kasus dugaan suap cek pelawat Bank Indonesia.
Mendeponir adalah menyampingkan perkara demi kepentingan umum, yang merupakan tugas dan wewenang Jaksa Agung sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan.
Mendeponir perkara Bibit-Chandra dilakukan Jaksa Agung yang definitif. Jadi, itu memiliki kekuatan hukum yang kuat dan tetap.
Lagi pula, Bibit dan Chandra bukan pimpinan KPK palsu, liar, atau gadungan. Keduanya pimpinan KPK yang resmi dan sah. Keppres No 101/P/2009 yang mengangkat mereka menjadi pimpinan KPK belum pernah dicabut Presiden. Dari sudut pandang itu, Komisi III sebenarnya juga tidak mengindahkan keppres tersebut.
Komisi III DPR juga layak dinilai tidak pernah membuka Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di situ disebutkan kepemimpinan KPK bersifat kolektif. Menolak seorang saja pemimpin KPK sama artinya dengan menolak seluruh pemimpin KPK.
Begitulah, Komisi III DPR telah melawan tiga aturan hukum sekaligus. Pertama, melawan keppres yang mengangkat Bibit-Chandra. Kedua, melawan Undang-Undang Kejaksaan yang mengatur tugas dan wewenang Jaksa Agung untuk menyampingkan perkara. Ketiga, melawan Undang-Undang KPK yang mengatur pimpinan KPK bersifat kolektif. Padahal, undang-undang itu dibuat DPR dan Bibit-Chandra juga hasil seleksi DPR.
Yang tidak kalah penting untuk ditegaskan, Komisi III tidak hanya melawan hukum, tetapi juga hipokrit. Ada anggota Komisi III yang berstatus tersangka, tetapi Komisi III tidak menyuruh keluar orang itu dari rapat-rapat Komisi III.
Bahkan, sekali lagi perlu digarisbawahi, DPR pun pernah dipimpin seorang terdakwa. Semua itu telah menjadi sejarah yang sepertinya pura-pura dilupakan Komisi III.
Celakalah negeri ini bila komisi hukum di DPR berkelakuan melawan hukum, hipokrit, dan berpura-pura lupa akan sejarah sendiri.
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".