Gunung Spikul - anak Bukit Kambe di Watulimo.
Geger!!! warga Kecamatan Munjungan dan Watulimo Kabupaten Trenggalek, Jatim, dengan munculnya suara gemuruh disertai dentuman keras. Warga menduga suara mencurigakan tersebut dari Gunung Kambing-an (masyarakat mengenalnya dengan sebutan Gunung Kambengan) yang berlokasi di Desa Karangturi Kecamatan Munjungan, Trenggalek. Suara dentuman disertai gemuruh yang terdengar dari radius lebih dari dua puluh kilometer tersebut terdengar setiap malam dengan menimbulkan getaran sampai kaca warga pecah. Bahkan pada siang hari pun ada masyarakat yang mendengarnya. (Baca: Apakah Gunung Kambing-an Munjungan Aktif?)
Gempa Tektonik di Kedalaman 33 KM
Setelah melakukan penelitian selama 3 hari non-stop, Tim BMKG yang langsung dipimpin oleh Kepala Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tretes, Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Petrus Demon Sili, menyimpulkan bahwa getaran itu berada di arah dominan 220-260 derajat (Barat-Barat Daya) dengan sebaran di radius 4-40 Km dari Desa Timahan, Kecamatan Kampak, Trenggalek.
Suara gemuruh disertai dentuman yang dirasakan warga Kecamatan Watulimo, Munjungan dan Kampak Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, dipastikan bersumber dari aktivitas gempa tektonik, dan bukan aktivitas magma gunung api, pertambangan ilegal atau latihan militer di wilayah eks-Karsidenan Madiun. Gejolak yang menimbulkan gema tersebut berada pada kedalaman 33 kilometer, dengan pusat di wilayah Desa Timahan Kecamatan Kampak.
"Ini hasil monitoring kita selama tiga hari (15-18 Februari 2011) di Trenggalek dengan menggunakan perangkat portabel digital seismograf dan analog seismograf, " ujarnya kepada wartawan dalam pemaparan hasil analisa fenomena getaran yang terjadi di Kabupaten Trenggalek.
Ada 25 Titik Pusat Gempa
Selain melakukan penelitian di wilayah Kecamatan Kampak, tim BMKG juga melakukan survei di wilayah Kecamatan Munjungan. Selama tiga hari tersebut, BMKG menemukan sebanyak 25 titik sebaran dari pusat gempa yang berada di Desa Timahan. Yakni meliputi wilayah Kecamatan Dongko, Pule, Suruh, Watulimo hingga Munjungan. Gempa tektonik yang berlangsung terus menerus ini rata-rata berada pada kekuatan dibawah 3,2 skala richter.
"Yang terbesar pada kekuatan 3,2 Skala Richter, yakni pada arah 8.00 LS-111.78 BT, berjarak 20,5 Km Timur Laut Desa Timahan, Kecamatan Kampak," jelas Petrus. Di hadapan Bupati Trenggalek H.Mulyadi WR, Sekda Trenggalek Cipto Wiyono, Ketua DPRD Akbar Abbas dan sejumlah Muspida, Petrus menjelaskan, bahwa secara topografis, Kabupaten Trenggalek berada di wilayah lempeng India-Australia. Keberadaan ini sama halnya dengan Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, Malang hingga Banyuwangi. Resikonya, Trenggalek rawan diguncang gempa yang diakibatkan gesekan atau tumbukan dengan lempeng Eurasia atau lempeng Pasifik. "Tapi ini gempa darat yang tidak menimbulkan tsunami," tambahnya.
Penyebab Gempa Belum Bisa Dipastikan
Pada akhir uraiannya ternyata Tim BMKG belum bisa menentukan penyebab gempa yang meresahkan masyarakat Trenggalek selama beberapa minggu ini. Kepala BMKG Petrus Demon Sili menegaskan belum bisa memastikan penyebab dari gempa tektonik yang berpusat di wilayah Kecamatan Kampak tersebut. Topografi yang berada di wilayah lempeng memang berkaitan, namun semua itu secara ilmiah belum bisa menjadi kesimpulan sebagai penyebab gempa.
"Saya butuh waktu sekitar sepekan lagi untuk bisa memastikan penyebab gempa ini," katanya. Ketika ditanya sampai kapan fenomena yang meresahkan masyarakat itu berlangsung, Petrus juga belum bisa memastikan sampai kapan dentuman yang terdengar siang-malam itu akan segera berakhir.
"Untuk interval dan berapa banyak dentuman dalam sehari saja saat ini kita masih mempelajarinya," ujarnya. Sambil menambahkan bahwa tim BMKG juga melakukan penyelidikan serupa di wilayah Kecamatan Ngebel, Kecamatan Pulung dan Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo. Pihaknya menemukan 54 titik sebaran gempa yang juga terjadi di wilayah Kabupaten Ponorogo. "Saat ini kita juga sedang mendalaminya," tegasnya.
PVMBG: Getaran dan Dentuman di Trenggalek Bukan Gempa Tektonik
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung mementahkan hasil penelitian Balai Besar wilayah III Stasiun Geofisika Kelas II BMKG Tretes, terkait getaran dan dentuman di 4 kecamatan di Kabupaten Trenggalek. Kejadian tersebut dipastikan bukan gempa tektonik, melainkan sebuah dampak dari terjadinya pergerakan tanah lambat.
"Kalau istilah teknisnya, kami biasa menyebut kriting. Di Indonesia, khususnya yang memiliki kemiringan tanah sedang, itu biasa terjadi," kata Kepala PVMBG Surono kepada detiksurabaya.com saat dihubungi, Sabtu (19/2/2011).
Dalam catatan PVMBG, kejadian yang sama di Kabupaten Trenggalek pernah terjadi di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dan Bandung Utara, Jawa Barat. Kejadian itu biasanya akan selalu terjadi saat musim penghujan, dan akan berhenti dengan
sendirinya saat kemarau tiba.
"Itu adalah gesekan antara tanah dengan kelembapan tinggi karena air hujan, dengan lapisan dalam yang kedap air. Gesekan dan gerakannya sangat lambat, makanya disebut pergerakan tanah lambat dan getarannya tidak begitu keras," jelas Surono.
Untuk mempermudah penjelasan, Surono mencontohkan sebuah meja dengan beban berat di atasnya, bila ditarik secara tiba-tiba dapat dipastikan akan memunculkan suara yang merupakan hasil pergesekan antara kaki meja dengan lantai. Getaran juga dipastikan muncul di bagian atas meja, juga sebagai akibat gesekan tersebut.
Ditanya mengenai hasil penelitian Balai Besar wilayah III Stasiun Geofisika Kelas II BMKG Tretes, Pasuruan, yang menyebut kejadian tersebut adalah gempa tektonik, dengan tegas Surono membantahnya. "Gempa tektonik tidak mungkin ada di kedalaman 33 Km," sangkalnya.
Dalam penjelasannya Surono juga membantah adanya kemungkinan tanah longsor dalam skala besar, sebagai akibat getaran dan dentuman di Kabupaten Trenggalek tersebut. Ancaman tanah longsor tetap ada, namun tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
"Dampak yang paling mungkin terjadi adalah tanah retak. Kalau longsor kemungkinannya kecil, kecuali daerah tempat kejadiannya memiliki kemiringan yang curam," tandasnya.
Sebelumnya, dalam 2 pekan terakhir masyarakat di 4 kecamatan di Kabupaten Trenggalek, masing-masing Watulimo, Munjungan, Kampak, dan Panggul, dikagetkan dengan munculnya suara dentuman menyerupai bom dan getaran ringan di permukaan tanah.
Kejadian yang juga dilaporkan terjadi di Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo tersebut, berdasarkan penelitian oleh Balai Besar wilayah III Stasiun Geofisika Kelas II BMKG Tretes, Pasuruan, dianggap sebagai gempa tektonik di kedalaman kurang dari 33 Km.(prigibeach.com/surabaya-detik.com)
Gempa Tektonik di Kedalaman 33 KM
Setelah melakukan penelitian selama 3 hari non-stop, Tim BMKG yang langsung dipimpin oleh Kepala Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tretes, Pandaan, Kabupaten Pasuruan, Petrus Demon Sili, menyimpulkan bahwa getaran itu berada di arah dominan 220-260 derajat (Barat-Barat Daya) dengan sebaran di radius 4-40 Km dari Desa Timahan, Kecamatan Kampak, Trenggalek.
Suara gemuruh disertai dentuman yang dirasakan warga Kecamatan Watulimo, Munjungan dan Kampak Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, dipastikan bersumber dari aktivitas gempa tektonik, dan bukan aktivitas magma gunung api, pertambangan ilegal atau latihan militer di wilayah eks-Karsidenan Madiun. Gejolak yang menimbulkan gema tersebut berada pada kedalaman 33 kilometer, dengan pusat di wilayah Desa Timahan Kecamatan Kampak.
"Ini hasil monitoring kita selama tiga hari (15-18 Februari 2011) di Trenggalek dengan menggunakan perangkat portabel digital seismograf dan analog seismograf, " ujarnya kepada wartawan dalam pemaparan hasil analisa fenomena getaran yang terjadi di Kabupaten Trenggalek.
Ada 25 Titik Pusat Gempa
Selain melakukan penelitian di wilayah Kecamatan Kampak, tim BMKG juga melakukan survei di wilayah Kecamatan Munjungan. Selama tiga hari tersebut, BMKG menemukan sebanyak 25 titik sebaran dari pusat gempa yang berada di Desa Timahan. Yakni meliputi wilayah Kecamatan Dongko, Pule, Suruh, Watulimo hingga Munjungan. Gempa tektonik yang berlangsung terus menerus ini rata-rata berada pada kekuatan dibawah 3,2 skala richter.
"Yang terbesar pada kekuatan 3,2 Skala Richter, yakni pada arah 8.00 LS-111.78 BT, berjarak 20,5 Km Timur Laut Desa Timahan, Kecamatan Kampak," jelas Petrus. Di hadapan Bupati Trenggalek H.Mulyadi WR, Sekda Trenggalek Cipto Wiyono, Ketua DPRD Akbar Abbas dan sejumlah Muspida, Petrus menjelaskan, bahwa secara topografis, Kabupaten Trenggalek berada di wilayah lempeng India-Australia. Keberadaan ini sama halnya dengan Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Pacitan, Malang hingga Banyuwangi. Resikonya, Trenggalek rawan diguncang gempa yang diakibatkan gesekan atau tumbukan dengan lempeng Eurasia atau lempeng Pasifik. "Tapi ini gempa darat yang tidak menimbulkan tsunami," tambahnya.
Penyebab Gempa Belum Bisa Dipastikan
Pada akhir uraiannya ternyata Tim BMKG belum bisa menentukan penyebab gempa yang meresahkan masyarakat Trenggalek selama beberapa minggu ini. Kepala BMKG Petrus Demon Sili menegaskan belum bisa memastikan penyebab dari gempa tektonik yang berpusat di wilayah Kecamatan Kampak tersebut. Topografi yang berada di wilayah lempeng memang berkaitan, namun semua itu secara ilmiah belum bisa menjadi kesimpulan sebagai penyebab gempa.
"Saya butuh waktu sekitar sepekan lagi untuk bisa memastikan penyebab gempa ini," katanya. Ketika ditanya sampai kapan fenomena yang meresahkan masyarakat itu berlangsung, Petrus juga belum bisa memastikan sampai kapan dentuman yang terdengar siang-malam itu akan segera berakhir.
"Untuk interval dan berapa banyak dentuman dalam sehari saja saat ini kita masih mempelajarinya," ujarnya. Sambil menambahkan bahwa tim BMKG juga melakukan penyelidikan serupa di wilayah Kecamatan Ngebel, Kecamatan Pulung dan Kecamatan Pudak Kabupaten Ponorogo. Pihaknya menemukan 54 titik sebaran gempa yang juga terjadi di wilayah Kabupaten Ponorogo. "Saat ini kita juga sedang mendalaminya," tegasnya.
PVMBG: Getaran dan Dentuman di Trenggalek Bukan Gempa Tektonik
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung mementahkan hasil penelitian Balai Besar wilayah III Stasiun Geofisika Kelas II BMKG Tretes, terkait getaran dan dentuman di 4 kecamatan di Kabupaten Trenggalek. Kejadian tersebut dipastikan bukan gempa tektonik, melainkan sebuah dampak dari terjadinya pergerakan tanah lambat.
"Kalau istilah teknisnya, kami biasa menyebut kriting. Di Indonesia, khususnya yang memiliki kemiringan tanah sedang, itu biasa terjadi," kata Kepala PVMBG Surono kepada detiksurabaya.com saat dihubungi, Sabtu (19/2/2011).
Dalam catatan PVMBG, kejadian yang sama di Kabupaten Trenggalek pernah terjadi di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dan Bandung Utara, Jawa Barat. Kejadian itu biasanya akan selalu terjadi saat musim penghujan, dan akan berhenti dengan
sendirinya saat kemarau tiba.
"Itu adalah gesekan antara tanah dengan kelembapan tinggi karena air hujan, dengan lapisan dalam yang kedap air. Gesekan dan gerakannya sangat lambat, makanya disebut pergerakan tanah lambat dan getarannya tidak begitu keras," jelas Surono.
Untuk mempermudah penjelasan, Surono mencontohkan sebuah meja dengan beban berat di atasnya, bila ditarik secara tiba-tiba dapat dipastikan akan memunculkan suara yang merupakan hasil pergesekan antara kaki meja dengan lantai. Getaran juga dipastikan muncul di bagian atas meja, juga sebagai akibat gesekan tersebut.
Ditanya mengenai hasil penelitian Balai Besar wilayah III Stasiun Geofisika Kelas II BMKG Tretes, Pasuruan, yang menyebut kejadian tersebut adalah gempa tektonik, dengan tegas Surono membantahnya. "Gempa tektonik tidak mungkin ada di kedalaman 33 Km," sangkalnya.
Dalam penjelasannya Surono juga membantah adanya kemungkinan tanah longsor dalam skala besar, sebagai akibat getaran dan dentuman di Kabupaten Trenggalek tersebut. Ancaman tanah longsor tetap ada, namun tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
"Dampak yang paling mungkin terjadi adalah tanah retak. Kalau longsor kemungkinannya kecil, kecuali daerah tempat kejadiannya memiliki kemiringan yang curam," tandasnya.
Sebelumnya, dalam 2 pekan terakhir masyarakat di 4 kecamatan di Kabupaten Trenggalek, masing-masing Watulimo, Munjungan, Kampak, dan Panggul, dikagetkan dengan munculnya suara dentuman menyerupai bom dan getaran ringan di permukaan tanah.
Kejadian yang juga dilaporkan terjadi di Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo tersebut, berdasarkan penelitian oleh Balai Besar wilayah III Stasiun Geofisika Kelas II BMKG Tretes, Pasuruan, dianggap sebagai gempa tektonik di kedalaman kurang dari 33 Km.(prigibeach.com/surabaya-detik.com)
2 Komentar:
emang ngeri suaranya bro .. dari rumah ane juga kedengeran. rumah ane di bendorejo ..
@ antena modem : Wow, rumah panjenengan di Bendorejo, taaa??? Salam kompak, Guys.
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".