Hampir semua provinsi di negeri kita tersandera korupsi karena ada saja kepala daerah yang saat ini berstatus tersangka atau terdakwa. Berdasarkan catatan Kompas, hanya lima dari 33 provinsi di Indonesia -yang hingga Minggu (23/1/2011)- tak ada kepala daerahnya yang terjerat perkara hukum.
Sebanyak 138 kepala daerah (Bupati/Walikota), dan 17 orang Gubernur, terkena persoalan hukum. Mayoritas terkait dengan tindak pidana korupsi. Ini belum termasuk mantan kepala daerah serta anggota DPR dan DPRD.
Barangkali, sudah biasa bagi kita untuk mengatakan negeri ini bobrok karena korupsi. Kepala daerah atau para birokrat dan anggota legeslatif atau siapa pun yang tersangkut persoalan seperti ini selalu dihujat. Namun, ada sisi yang seringkali kita lupakan terhadap para pejabat publik yang terkena kasus hukum ini, khususnya korupsi. Sisi tanggung jawab moral dari pejabat yang berkasus itu sering kita lupakan. Alhasil, dengan status tersangka mereka masih bisa jadi kepala daerah atau menduduki jabatannya dengan tenang. Bahkan, ada yang dengan santainya melenggang mengajukan dirinya atau isterinya sebagai calon kepala daerah.
Dengan alasan masih berstatus tersangka atau keputusan pengadilan belum berkekuatan hukum tetap (incraht), mereka bisa santai menikmati jabatannya sebagai pemimpin daerah. Entah itu berstatus aktif atau non-aktif. Karena dasar berhenti secara definitif tidak atau belum ada. Semua itu merupakan fakta riil bahwa selama ini, daerah dari Sabang sampai Merauke, dari Mangias hingga Rote dipimpin oleh tersangka kasus pidana. Fantastis! Inikah buah dari sebuah Reformasi yang diperjuangkan Mei 1998?!
Dibalik itu semua, sesungguhnya ada contoh yang seharusnya jadi "teladan" bagi para pejabat publik yang terkait kasus hukum. Walau tidak serta merta ditetapkan sebagai tersangka, Muhammad Iqbal bisa menjadi isnpirasi yang memberi perspektif lain terkait persoalan moralitas. Kasus suap eksekutif Lippo Grup Billy Sindoro yang melibatkan komisioner KPPU Muhammad Iqbal pada Agustus 2008 silam. Pengunduran diri Muhammad Iqbal layak dicontoh oleh para pejabat yang terkena masalah hukum.
Menurut pengakuan Muhammad Iqbal, ia mengajukan pengunduran diri sebagai komisioner KPPU pada 5 Februari 2009. Padahal, saat itu yang bersangkutan masih berstatus terdakwa. Ia mundur dari jabatannya meski kasus yang melibatkannya belum berkekuatan hukum tetap. Masih dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor tahap pertama. "Ini sebagai wujud dari tanggung jawab publik saya sebagai anggota KPPU," katanya waktu itu pada wartawan yang meliputnya.
Namun, apakah yang dilakukan Muhammad Iqbal, ternyata tidak diteladani oleh para pejabat publik yang terkena kasus serupa. Mayoritas pejabat publik yang terkena kasus hukum, terutama korupsi, lebih-lebih di daerah kabupaten/kota- tetap berkeras di tampuk jabatannya. Paling maksimal mereka hanya dinon-aktifkan. Bahkan, ada pula yang tetap digaji penuh seperti biasanya meski berstatus sebagai tersangka korupsi. Padahal mereka selama digaji penuh tersebut tidak melakukan apa pun, hanya mendekam di rumah tahanan.
Memang, legalitasnya, para tersangka tersebut belum bisa dinyatakan bersalah selama belum ada keputusan yang berkekuatan hukum tetap. Hal ini merupakan hak asasi dari setiap tersangka dan siapa pun tak berhak menghalanginya. Namun, fenomena ini sangat bertentangan dengan sikap ksatria.
Sebagai pejabat publik, mereka harusnya tak hanya bersandar pada legalitas hukum formal belaka. Aspek moral sebagai wujud tanggung jawab publik harus diperlihatkan seperti yang dilakukan mantan Muhammad Iqbal tersebut. Mundur sebagai wujud pertanggungjawaban moral dan sikap ksatria, kepada publik atas persoalan yang melilitnya.
Tanggung jawab publik seperti ini sangat langka. Para kepala daerah atau pejabat yang terkena kasus hukum masih berlindung pada aspek legal formal. Tak perlu kita jauh-jauh mencontoh Jepang atau Rusia tentang soal hal ini. Kasus hukum Muhammad Iqbal seyogyanya jadi contoh bagi pejabat publik lainnya. Bukan sekedar non-aktif, tapi mengundurkan diri dari jabatannya.(prigibeach.com)
2 Komentar:
Memang tidak mudah untuk merubah kebiasaan buruk yang sudah dianggap tidak buruk yaitu korupsi, tapi yakinilah mas, korupsi pasti bisa diberantas semua hanya masakah waktu. Mulailah dari diri sendiri, keluarga, teman dan orang2 yang terdekat dengan kita. oke mas. keep spirit and positive thinking. Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka teman menghilang, teman menghilang maka rezeki kurang. ha.ha pantunnya jelek.
waduh baru tau ternyata hampir seluruh kepala daerah di Indo ini doyan korupsi..
sampai2 daerah ane yg gak ada di dalam peta pun kepala daerahnya ikutan korupsi juga..
miriss
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".