Aku Tahu Gerakan Jenderal Soeharto
Menjadi seorang Presiden mungkin “tidak terlalu sulit,” tetapi menjadi seorang pemimpin negeri sangatlah tidak mudah. Meraih jabatan sebagai Presiden banyak ditopang oleh kematangan strategi politik, tetapi menjadi pemimpin sebuah negeri sangat membutuhkan kekuatan mental serta kesediaan sakit dan berkorban demi negeri serta rakyat yang dipimpinnya.
Konsep sebagai seorang pemimpin besar telah ditunjukkan secara nyata oleh Presiden Soekarno dalam menyikapi langkah-langkah kudeta Jenderal Soeharto dan kroninya.
Tindakan Soeharto menyelewengkan Surat Perintah 11 Maret 1966 sangat menyakiti perasaan Bung Karno. Sejumlah petinggi militer yang masih setia pada Sukarno ketika itu pun merasa geram. Mereka meminta agar Sukarno bertindak tegas dengan memukul Soeharto dan pasukannya. Tetapi Sukarno menolak.
Sukarno tak mau terjadi huru-hara, apalagi sampai melibatkan tentara. Perang saudara, menurut Sukarno, adalah hal yang ditunggu-tunggu pihak asing—kaum kolonial yang mengincar Indonesia–sejak lama. Begitu perang saudara meletus, pihak asing, terutama Amerika Serikat dan Inggris akan mengirimkan pasukan mereka ke Indonesia dengan alasan menyelamatkan fasilitas negara mereka, mulai dari para diplomat kedutaanbesar sampai perusahaan-perusahaan asing milik mereka.
Kesaksian mengenai keengganan Sukarno menggunakan cara-cara kekerasan dalam menghadapimanuver Soeharto disampaikan salah seorang menteri Kabinet Dwikora, Muhammad Achadi. Saya bertemu Achadi, mantan menteri transmigrasi dan rektor Universitas Bung Karno itu dua pekan lalu di Jalan Taman Amir Hamzah, Jakarta Pusat. Achadi bercerita dengan lancar kepada saya dan beberapa teman. Air putih dan pisang rebus menemani pembicaraan kami sore itu.
Komandan Korps Komando (KKO) Letjen Hartono termasuk salah seorang petinggi militer yangmenyatakan siap menunggu perintah pukul dari Sukarno. KKO sejak lama memang dikenal sebagai barisan pendukung utama Soekarno. Kalimat Hartono: “hitam kata Bung Karno, hitam kata KKo” yang populer di masa-masa itu masih sering terdengar hingga kini.
Suatu hari di pertengahan Maret 1966, Hartono yang ketika itu menjabat sebagai Menteri/Wakil Panglima Angkatan Laut itu datang ke Istana Merdeka menemui Bung Karno. Ketika itu Achadi sedang memberikan laporan pada Sukarno tentang penahanan beberapa menteri yang dilakukan oleh pasukan yang loyal pada Soeharto.
Mendengar laporan itu, menurut Achadi, Bung Karno berkata (kira-kira), “Kemarin sore Harto datang ke sini. Dia minta izin melakukan pengawalan kepada para menteri yang menurut informasi akan didemo oleh mahasiswa.”
“Tetapi itu bukan pengawalan,” kata Achadi. Untuk membuktikan laporannya, Achadi memerintahkan ajudannya menghubungi menteri penerangan Achmadi. Seperti Achadi, Achmadi juga duduk di Tim Epilog yang bertugas menghentikan ekses buruk pasca-pembunuhan enam jenderal dan perwira muda Angkatan Darat dinihari 1 Oktober 1965. Soeharto juga berada di dalam tim itu. Tetapi setelah beberapa kali dicoba, Achmadi tidak dapat dihubungi. Tidak jelas dimana keberadaannya.
Saat itulah Hartono minta izin untuk menghadapi Soeharto dan pasukannya. Tetapi Bung Karno menggelengkan kepala, melarang. Padahal masih kata Achadi, selain KKO, Panglima Kodam Jaya Amir Machmud, Panglima Kodam Siliwangi Ibrahim Adji, dan beberapa panglima kodam lainnya juga bersedia menghadapi Soeharto.
“Bung Karno tetap menggelengkan kepala. Dia sama sekali tidak mau terjadi pertumpahan darah, dan perang saudara.”
Kalau begitu apa yang harus kami lakukan, tanya Achadi dan Hartono.
Bung Karno memerintahkan Hartono untuk menghalang-halangi upaya Soeharto agar jangan sampai berkembang lebih jauh. “Hanya itu tugasnya, Hartono diminta menjabarkan sendiri. Yang jelas jangan sampai ada perang saudara,” kata Achadi.
Menghindari perang saudara inilah sebagai wujud kecintaan Presiden Soekarno terhadap rakyat dan negeri ini. Pantang bagi Bung Karno meneteskan darah diatas negeri ini, apabila hanya akan ditukar dengan sebuah kekuasaan. Salam Revolusi .
Penuh kontroversi
Seusai pemakaman Pak Harto, A Budi Hartono SH selaku kuasa hukum Letda (Inf) Soekardjo Wilardjito, saksi mata Supersemar, mendesak keluarga Soeharto segera menyerahkan naskah asli Supersemar (28/1/2008). Anggota Tjakrabirawa, Soekardjo, pada 1998 mengaku melihat Jenderal Panggabean enodongkan pistolnya kepada Presiden Soekamrno, sementara Jenderal Jusuf menyodorkan map surat untuk ditandatangani. Pengakuan itu didukung oleh Kaswadi dan Rian Ismail. Sumber lain membantah pengakuan Soekardjo.
Soal naskah asli, publik juga pernah berharap pada Jenderal M Jusuf. Namun, hingga M Jusuf meninggal pada 8 September 2004, publik tetap tidak tahu. Saat hadir di rumah almarhum, Jusuf Kalla yang saat itu masih menjadi calon wakil presiden menuturkan, menurut M Jusuf, naskah asli ada di tangan Pak Harto.
Begitulah salah satu kontroversi Supersemar. Hingga kini pun keberadaan naskah Supersemar belum diketahui. Mungkin saja pihak yang menyimpannya tak akan mengungkapkan ke publik. Takut dipenjara. UU No 7/1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan Fasal 11 berbunyi:
"Barangsiapa dengan sengaja dan dengan melawan hukum memiliki arsip sebagaimana dimaksud dalam Fasal 1 huruf a Undang-Undang ini dapat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 10 (sepuluh) tahun."
Atau mungkin benar dugaan Ben Anderson, kemungkinan naskah asli Supersemar dihilangkan karena diketik dengan kop Markas Besar Angkatan Darat.
Itu baru satu kontroversi Supersemar, belum kontroversi lain seperti siapa pengetik sebenarnya, bagaimana kondisi Bung Karno saat itu sehingga mau menandatangani surat itu, lalu apa kata Jenderal Jusuf, Basuki Rachmad, dan Amir Machmud kepada Bung Karno maupun Soeharto dan sebagainya. Kontroversi itu hingga kini belum terjawab, padahal penulisan sejarah Indonesia yang obyektif, termasuk sejarah Supersemar, amat penting bagi perjalanan bangsa.
Soeharto Paling Diuntungkan
Beragam kontroversi seputar Supersemar, tetap saja menjadikan Soeharto keluar sebagai pihak yang paling diuntungkan. Pak Harto telah menggunakan Supersemar demi politiknya, yakni mendapat peran sebagai orang nomor satu di negeri ini, seperti kebijakan membubarkan PKI pada 12 Maret 1966.
Bahkan, agar posisinya kian kuat, Soeharto mendorong MPRS memberikan legitimasi agar Supersemar dinilai konstitusional. Bayangkan, MPRS telah menjadikan Supersemar sebagai payung hukum melalui Tap MPRS IX/MPRS/ 1966 sehingga Soekarno -sang pemberi mandat- pun tak berhak mencabutnya. Supersemar telah menjadi Surat Izin Menguasai Indonesia dan punya implikasi luas atas negeri dan bangsa ini.
Meski sekarang Soeharto telah tiada, implikasi atas Supersemar masih ada karena para sejarawan Indonesia kini punya tugas berat untuk menulis sejarah Supersemar dan sejarah lain secara obyektif dan mengutamakan kebenaran sesuai metode dalam penulisan sejarah.
Yang memprihatinkan, ternyata kebiasaan memanipulasi masih menjadi gaya para penguasa pasca-Soeharto. Coba simak, rakyat tampak tidak berdaya atas banyak kasus pelanggaran HAM pada era Soeharto. Banyak peristiwa pelanggaran HAM dibiarkan dalam misteri. Banyak pertanyaan korban atau keluarganya tidak terjawab.
Rakyat berharap akan ada penjelasan bagi para korban. Apalagi, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM yang telah membentuk dua tim ad hoc. Yang pertama untuk menyelidiki kemungkinan pelanggaran HAM berat tahun 1965-1966. Yang lain untuk menyelidiki kasus penembakan misterius (Kompas, 4/3/2008).
Sebenarnya bukan hanya demi kepentingan para korban, tetapi keberanian mengungkap kebenaran yang harus dilakukan tim ad hoc juga penting untuk rakyat banyak, sejarah, dan eksistensi Indonesia ke depan. Hasil kerja tim harus menginspirasi para penguasa atau pejabat. Ataukah kita akan membiarkan Ibu Pertiwi dibangun dan dipelihara dengan landasan kebohongan?!
Tak Mungkin Jadi Sumber Penelitian
Beberapa naskah kuno dan daun lontar didaftarkan menjadi warisan sejarah bangsa, Indonesia memiliki sumber-sumber penelitian sangat banyak. Para peneliti dari dalam dan luar negeri tidak menemui kesulitan untuk menulis penelitiannya tentang Indonesia. Guru Besar Sosiologi Universitas Gajah Mada Sunyoto Usman, menyatakan hendaknya perguruan tinggi di Indonesia mengembangkan ilmu-ilmu berbasis keindonesiaan.
"Tak semua ilmu dan metodologi yang dikembangkan Barat bisa digunakan untuk melihat kondisi Indonesia... akibatnya, perguruan tinggi Indonesia tertinggal dari perguruan tinggi asing yang telah lama mengembangkan ilmu tersebut.," ujarnya.
Di bahagian lain Ketua Pusat Studi Pancasila Universitas Gajah Mada Sindung Tjahyadi mengatakan, lemahnya pengembangan ilmu juga dipicu oleh perguruan tinggi yang semakin berorientasi pada pasar. Hanya ilmu yang diminati masyarakat yang diperhatikan. Ilmu-ilmu yang tak diminati pasar akhirnya tak dikembangkan.
Namun, apabila mengenai sejarah mutakhir, misalnya tentang data mengenai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 apa yang bisa kita peroleh? Jawabannya tidak ada, karena surat asli yang akan menjadi dasar sebuah penelitian, tidak ada. Kalaulah ada, seorang peneliti tidak langsung percaya. Masih ada sederet pertanyaan yang harus diajukan, diuji. Pertama, apakah sumber yang diperolehnya itu otentik (asli). Kedua, apakah sumbernya shahih, sah dan benar (validity), Ketiga, apakah terpercaya, sungguh-sungguh benar (realibility dan kuat, kredebility) ?
Oleh karenanya naskah Supersemar itu tidak akan pernah menjadi sumber penelitian, karena surat aslinya tidak ada. Jika sejarah Indonesia mengalami hal seperti ini, mulai dari manakah mengembangkannya? Bagaimana pula mengembangkan Ilmu Ke-Indonesia-an buat generasi-generasi yang berikutnya, jika tidak ada warisan data yang lengkap dan terpercaya mengenai Indonesia itu sendiri?
(Habis, namun kan dilanjutkan lagi bila sudah ada data baru....xixixi...)
(Habis, namun kan dilanjutkan lagi bila sudah ada data baru....xixixi...)
(dari berbagai sumber)
Bacalah artikel ini secara berurutan:





06.03
Lina CahNdeso




Posted in: 






![Validate my RSS feed [Valid RSS]](valid-rss-rogers.png)





1 Komentar:
INGIN MERASAKAN KEMENANGAN DI DALAM BERMAIN TOGEL TLP KI ANGEN JALLO DI NMR (_0_8_5_2_8_3_7_9_0_4_4_4_) JIKA INGIN MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH 7X TERBUKTI TRIM’S ROO,MX SOBAT
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".