Kreatif, inovatif dan prduktif adalah salah satu kunci untuk mengatasi berbagai kesulitan hidup di era global. Itulah antara lain yang dilakukan warga di pesisiran selatan Bumi Menak Sopal, terutama ketika ikan sedang tidak musim. Contohnya adalah budi daya Bonsai, yang didesain dari sisa-sisa batang pohon. Sisa-sisa pohon yang berbentuk brungkahan , diolah lalu ditata dan dibentuk dengan gaya artistik. Bonggolan pohon itu banyak terdapat di pulau-pulau kecil atau perengan laut (tebing-tebing pulau di pantai selatan). Bisa juga, dari tetumbuhan yang sudah lama mati dan bekas hutan jarahan yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan.
“Kami punya aturan yang harus kami taati yaitu saat-saat mengambil bonggolan, kami harus menggantinya dengan menancapkan bibit-bibit pohon seperti sengon, jati, atau pinus”, ujar Rokhman Hudi, warga RT 05/RW 01 Munjungan. Rokhman sudah cukup lama menekuni budi daya ini, demikian pula dengan rekan-rekannya Slamet Hadinoto warga desa Masaran dan Adam, warga dukuh Ngalinan (Kecamatan Munjungan).
Hebatnya, mereka tak segan-segan untuk memburu sisa-sisa pohon itu, sampai pesisir Banyuwangi dan Pacitan Jawa Timur. Selain sebagai mata pencaharian, kreasi budi daya ini juga bertujuan untuk memanfaat limbah pohon yang sudah mati menjadi hiasan yang indah dan artistik sekaligus mencoba melestarikan hutan di mana mereka mendapatkan bonggolan itu yakni dengan menanam kembali bibit pohon baru sebagai ganti brungkahan yang mereka ambil.
Kata Rokhman, dia mampu menjual koleksinya dengan harga sampai puluhan juta rupiah, bahkan dari keterangannya ada yang pernah di bawa ke Istana Negara sebagai penghias. “Harganya tergantung jenis dan desaign-nya, Mas“ ucapnya polos. Disain tak hanya memenuhi karakteristik seni, namun juga ditentukan bobot kesulitan dalam pembuatannya.
Jenis-jenis Bonsai koleksi pemuda-pemuda kreatif ini bervariasi, ada “waung laut”, “laban semut”, “apak laut”, “wareng laut”, “santigi laut” dan lainnya. Peminatnya banyak, ada yang datang dari Ponorogo, Madiun, Kediri juga dari sekitar Trenggalek, ujar para pembudi daya Bonsai dengan wajah sumringah penuh kebanggaan.
“Kami punya aturan yang harus kami taati yaitu saat-saat mengambil bonggolan, kami harus menggantinya dengan menancapkan bibit-bibit pohon seperti sengon, jati, atau pinus”, ujar Rokhman Hudi, warga RT 05/RW 01 Munjungan. Rokhman sudah cukup lama menekuni budi daya ini, demikian pula dengan rekan-rekannya Slamet Hadinoto warga desa Masaran dan Adam, warga dukuh Ngalinan (Kecamatan Munjungan).
Hebatnya, mereka tak segan-segan untuk memburu sisa-sisa pohon itu, sampai pesisir Banyuwangi dan Pacitan Jawa Timur. Selain sebagai mata pencaharian, kreasi budi daya ini juga bertujuan untuk memanfaat limbah pohon yang sudah mati menjadi hiasan yang indah dan artistik sekaligus mencoba melestarikan hutan di mana mereka mendapatkan bonggolan itu yakni dengan menanam kembali bibit pohon baru sebagai ganti brungkahan yang mereka ambil.
Kata Rokhman, dia mampu menjual koleksinya dengan harga sampai puluhan juta rupiah, bahkan dari keterangannya ada yang pernah di bawa ke Istana Negara sebagai penghias. “Harganya tergantung jenis dan desaign-nya, Mas“ ucapnya polos. Disain tak hanya memenuhi karakteristik seni, namun juga ditentukan bobot kesulitan dalam pembuatannya.
Jenis-jenis Bonsai koleksi pemuda-pemuda kreatif ini bervariasi, ada “waung laut”, “laban semut”, “apak laut”, “wareng laut”, “santigi laut” dan lainnya. Peminatnya banyak, ada yang datang dari Ponorogo, Madiun, Kediri juga dari sekitar Trenggalek, ujar para pembudi daya Bonsai dengan wajah sumringah penuh kebanggaan.
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".