Tampak ruangan Kasi Intel Kejari Trenggalek (Hamzah)
Trenggalek, Memo
Keluarga Puput, (korban pencabulan yang terjadi tahun 2006) meradang, mereka membatah menerima dana jaring aspirasi masyarakat (jasmas) tahun 2008 lalu, yang jumlahnya cukup vantastis mencapai Rp 235 juta, “Tidak benar, kami tidak pernah menerima sepeserpun uang yang dikatakan untuk upaya pendampingan kepada kami ,” terang Ismail, ayah Puput.
Ismail mengaku mengetahui kabar adanya dana untuk upaya pendampingan terhadap Puput, setelah dirinya didatangi staf dari Kejaksaan Negeri Trenggalek. “Belum lama lalu, ada yang datang menanyakan tentang kebenaran penerimaan dana tersebut,” kata lelaki yang tinggal di Kelurahan Surodakan, Trenggalek ini.
Lelaki 56 tahun ini menyayangkan jika kemudian ada muncul item ‘program pendampingan korban pencabulan anak dan perempuan di bawah umur di SDN II Gandusari, Trenggalek’. “Jangankan menerima dana, upaya pendampingan selama persidangan saja tidak ada, kalaupun ada itu tidak dilakukan oleh Bu Wiwik,” ujar Ismail.
Sekadar diketahui, bahwa pada tahun 2008 lalu Pemprov Jatim mengeluarkan anggaran jaring aspirasi masyarakat. Untuk Kabupaten Trenggalek dana yang dikucurkan melalui 13 orang wakil rakyat di DPRD provinsi sebanyak Rp 6,2 miliar. Para wakil rakyat tersebut yang menyalurkan proposal yang dibuat oleh elemen masyarakat di Trenggalek.
Nah, untuk program pendampingan korban pencabulan di SDN II Gandusari tersebut diajukan oleh Wiwik Laila Mukromin, sebagai ketua LSM PEKP. Dari pengajuan dana tersebut diduga telah cair pada Mei 2008 lalu dengan surat perintah pencairan dana (SP2D) bernomor LS/5066/2008.
Ismail menceritakan, dirinya memang pernah menandatangani pelimpahan penanganan kasus yang menimpa anaknya terhadap salah seorang pengacara dari Tulungagung. “Tapi pengacara itu hanya nongol sebentar saja, mungkin lima menit, Setelah itu tidak pernah lagi,” ujar Ismail.
Tak pelak, Puput kala itu harus sendirian dalam persidangan, sementara empat orang tersangka yang akhirnya diputus bersalah didampingi dua orang pengacara. “Saya ndak boleh masuk saat sidang, saya hanya bisa meratapi anak saya saja, dari luar ruang sidang saya hanya bisa mendoakan anak saya,” kata Ismail.
Di kesempatan yang lain Kajari Trenggalek Fentje E Loway, SH MHum membantah menghentikan proses yang merugikan uang negara cukup banyak ini . “ Persisnya kami masih berupaya mengumpulkan tambahan bukti “ Jlentrehnya. “ Semua laporan temuan kita sudah kami sampaikan ke kejaksaan tinggi , karena kasus ini atensi Kejati “ Imbuh Kasi intel kejari Trenggalek Bayu Danarko, SH
Sementara Ketua LSM PEKP Wiwik Laila Mukromin belum bisa dikonfirmasi. Dua nomor ponselnya tidak dapat dihubungi. (Sumber : Memo Trenggalek Online)
Catatan CahNdeso:
Kalau korban penecabulan tersebut tidak peroleh dana itu, lalu kemana larinya uang ratusan juta itu, ya?
Wih, andai aku yang dapat duit sebesar itu....ku buat apa ya?? Kalau uang Rp.235.000.000,- itu aku tukar dengan uang receh seribuan yang panjangnya 14 cm perlembar, kemudian uang itu aku jejer di jalan, memanjang dari desaku sampai mana ya? Jaraknya mencapai 32.900 meter atau 32,9 KM. Wah, bisa sampai Tulungagung!!! Tapi,...belum sampai neraka !!! Masih Jauh...........
Keluarga Puput, (korban pencabulan yang terjadi tahun 2006) meradang, mereka membatah menerima dana jaring aspirasi masyarakat (jasmas) tahun 2008 lalu, yang jumlahnya cukup vantastis mencapai Rp 235 juta, “Tidak benar, kami tidak pernah menerima sepeserpun uang yang dikatakan untuk upaya pendampingan kepada kami ,” terang Ismail, ayah Puput.
Ismail mengaku mengetahui kabar adanya dana untuk upaya pendampingan terhadap Puput, setelah dirinya didatangi staf dari Kejaksaan Negeri Trenggalek. “Belum lama lalu, ada yang datang menanyakan tentang kebenaran penerimaan dana tersebut,” kata lelaki yang tinggal di Kelurahan Surodakan, Trenggalek ini.
Lelaki 56 tahun ini menyayangkan jika kemudian ada muncul item ‘program pendampingan korban pencabulan anak dan perempuan di bawah umur di SDN II Gandusari, Trenggalek’. “Jangankan menerima dana, upaya pendampingan selama persidangan saja tidak ada, kalaupun ada itu tidak dilakukan oleh Bu Wiwik,” ujar Ismail.
Sekadar diketahui, bahwa pada tahun 2008 lalu Pemprov Jatim mengeluarkan anggaran jaring aspirasi masyarakat. Untuk Kabupaten Trenggalek dana yang dikucurkan melalui 13 orang wakil rakyat di DPRD provinsi sebanyak Rp 6,2 miliar. Para wakil rakyat tersebut yang menyalurkan proposal yang dibuat oleh elemen masyarakat di Trenggalek.
Nah, untuk program pendampingan korban pencabulan di SDN II Gandusari tersebut diajukan oleh Wiwik Laila Mukromin, sebagai ketua LSM PEKP. Dari pengajuan dana tersebut diduga telah cair pada Mei 2008 lalu dengan surat perintah pencairan dana (SP2D) bernomor LS/5066/2008.
Ismail menceritakan, dirinya memang pernah menandatangani pelimpahan penanganan kasus yang menimpa anaknya terhadap salah seorang pengacara dari Tulungagung. “Tapi pengacara itu hanya nongol sebentar saja, mungkin lima menit, Setelah itu tidak pernah lagi,” ujar Ismail.
Tak pelak, Puput kala itu harus sendirian dalam persidangan, sementara empat orang tersangka yang akhirnya diputus bersalah didampingi dua orang pengacara. “Saya ndak boleh masuk saat sidang, saya hanya bisa meratapi anak saya saja, dari luar ruang sidang saya hanya bisa mendoakan anak saya,” kata Ismail.
Di kesempatan yang lain Kajari Trenggalek Fentje E Loway, SH MHum membantah menghentikan proses yang merugikan uang negara cukup banyak ini . “ Persisnya kami masih berupaya mengumpulkan tambahan bukti “ Jlentrehnya. “ Semua laporan temuan kita sudah kami sampaikan ke kejaksaan tinggi , karena kasus ini atensi Kejati “ Imbuh Kasi intel kejari Trenggalek Bayu Danarko, SH
Sementara Ketua LSM PEKP Wiwik Laila Mukromin belum bisa dikonfirmasi. Dua nomor ponselnya tidak dapat dihubungi. (Sumber : Memo Trenggalek Online)
Catatan CahNdeso:
Kalau korban penecabulan tersebut tidak peroleh dana itu, lalu kemana larinya uang ratusan juta itu, ya?
Wih, andai aku yang dapat duit sebesar itu....ku buat apa ya?? Kalau uang Rp.235.000.000,- itu aku tukar dengan uang receh seribuan yang panjangnya 14 cm perlembar, kemudian uang itu aku jejer di jalan, memanjang dari desaku sampai mana ya? Jaraknya mencapai 32.900 meter atau 32,9 KM. Wah, bisa sampai Tulungagung!!! Tapi,...belum sampai neraka !!! Masih Jauh...........
2 Komentar:
Parah banget, klo itu di lakukan oleh insan hukum.
Lebih payah lagi bila dengan label "atas nama rakyat" yang terkena musibah, yang identitasnya jelas : korban pelecehan seksual.
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".