Upacara Hari Jadi Trenghgalek tahun ini terkesan sederhana namun tetap sakral dan dogmatis dalam nuansa Bulan Suci Ramadhan. Acara berlangsung siang hari Senin, (31/08) di Pendapa Trenggalek. Kirab pusaka oleh Bapak Wabup Mahsun Ismail diikuti para pejabat eselon tiga ke bawah, dengan rute keliling aloon-aloon. Pusaka yang dikirab adalah dua tombak koro welang, tiga songsong tunggul projo, tunggul nogo dan tunggul wibowo. Ada juga prasasti Kamulan dan penghargaan Parasamya Purna Karya Nugraha.
Sebelum memasuki prosesi hari ini, kemarin diselenggarakan rangkaian acara. Mulai dari ziarah makam ke makam para leluhur yakni makam Mbah Kawak di Kelurahan Ngantru; makam Minak Sopal di SentonoGedong, Kelurahan Ngantru. Berikutnya ke makam Kyai Kanjeng Jimat di Aryo Ayu, Kecamatan Pogalan;serta ke Pemakaman Sumber. Ziarah ke makam para leluhur dilakukan Bupati Trenggalek Soeharto, para unsur muspida dan pejabat lain, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Selain ziarah makam, malam hari juga diselenggarakan tahlilan, istighotsah dan diakhiri dengan mocopatan oleh para sesepuh.
Dalam prosesi tetap ada tari gambyong , namun jika biasanya penari mengenakan kemben, maka hari ini penari berpakaian muslimah dengan aurat tertutup. Prosesi berjalan lancar, hingga pada pembacaan sejarah Trenggalek, sambutan bupati dan terakhir pemotongan tumpeng agung. Panitia menyediakan delapan ribu nasi bungkus bagi masyarakat yang mau berbuka bersama. Terakhir Bupati Soeharto menyebar ‘udik-udik’, yaitu uang recehan yang bisa diambil oleh warga Trenggalek yang datang ke pendapa. Udik-udik ini baru pertama kali dilakukan, dan kemungkinan akan bisa jadi tradisi setiap prosesi Hari Jadi Trenggalek dilaksanakan.
Sebelum memasuki prosesi hari ini, kemarin diselenggarakan rangkaian acara. Mulai dari ziarah makam ke makam para leluhur yakni makam Mbah Kawak di Kelurahan Ngantru; makam Minak Sopal di SentonoGedong, Kelurahan Ngantru. Berikutnya ke makam Kyai Kanjeng Jimat di Aryo Ayu, Kecamatan Pogalan;serta ke Pemakaman Sumber. Ziarah ke makam para leluhur dilakukan Bupati Trenggalek Soeharto, para unsur muspida dan pejabat lain, tokoh agama dan tokoh masyarakat. Selain ziarah makam, malam hari juga diselenggarakan tahlilan, istighotsah dan diakhiri dengan mocopatan oleh para sesepuh.
Dalam prosesi tetap ada tari gambyong , namun jika biasanya penari mengenakan kemben, maka hari ini penari berpakaian muslimah dengan aurat tertutup. Prosesi berjalan lancar, hingga pada pembacaan sejarah Trenggalek, sambutan bupati dan terakhir pemotongan tumpeng agung. Panitia menyediakan delapan ribu nasi bungkus bagi masyarakat yang mau berbuka bersama. Terakhir Bupati Soeharto menyebar ‘udik-udik’, yaitu uang recehan yang bisa diambil oleh warga Trenggalek yang datang ke pendapa. Udik-udik ini baru pertama kali dilakukan, dan kemungkinan akan bisa jadi tradisi setiap prosesi Hari Jadi Trenggalek dilaksanakan.
3 Komentar:
Kenapa uang receh yang dibagikan??
Kenapa bukan sembako??
Kalau sembako kan sudah ada yang nyiapin, di pasar-pasar, tapi kalau uang receh, mana ada yang mau nyiapin gratis seperti itu...?!
@Sulton@Bang Onenk dari TVne dhewe. Iya-ya...Kangmas Sulthon pertanyaannya tepat; pernyataan Bang Onenk dari TVne dhewe. juga bisa diterima logika. Thanx
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".