Foto : Ratusan warga Desa Bangun Kecamatan Munjungan melakukan aksi di depan Mapolres Trenggalek.
Bulan Suci Ramadhan - bulan yang penuh berkah. Logikanya, selama satu bulan puasa ini warga Trenggalek, Jawa Timur, akan menikmati kehidupan bernuansa damai dan sentausa. Namun, kemarin Kamis (26/8), Kota Trenggalek dihebohkan oleh kehadiran konvoi belasan kendaraan pick-up yang memuat ratusan warga Bangun, Kecamatan Munjungan, Trenggalek - meluncur menuju Markas Kepolisian Resor Trenggalek. Akibatnya, suasana kesucian bulan Ramadhan pun sedikit tercederai.
Ratusan warga yang terdiri dari kaum lelaki ini, berbondong-bondong menuju Mapolres Trenggalek dengan satu tujuan, yakni menuntut pihak Polres agar melepaskan dua orang temannya yang akan menjalani penyidikan atas kasus penganiayaan. Menurut koordinator aksi massa, demo mereka gelar bukan untuk melawan hukum, sebaliknya untuk menegakkan proses hukum sesuai kesepakatan yang telah ditandatangani antara korban penganiayaan dengan massa pendemo.
Ini semua adalah ekses negatif dari ketidak-siapan warga masyarakat kita untuk menerapkan demokrasi yang telah diproklamasikan dalam era reformasi. Sehingga apabila mereka merasa dicederai suatu proses pengambilan kebijakan dan atau penerapan sebuah peraturan perundangan, maka mereka menggunakan kekuatan manusia untuk menentangnya. Naluri memenangkan kepentingan pribadi dan golongan mencuat dalam kancah peradilan dan proses hukum, kemudian mereka berusaha menolak segala bentuk peraturan perundangan yang sudah ditetapkan dan diberlakukan dalam tata hukum di negeri kita.
Raturan warga Desa Bangun Kecamatan Munjungan, Trenggalek, Jawa Timur, tersebut mendatangi Polres Trenggalek, mereka mengantarkan dua teman mereka - Sutikno (30) serta Sumadi (28) yang akan diperiksa polisi terkait dugaan penganiyaan yang dialami Sadjuri (34) warga Desa Bendoroto Kecamatan Munjungan. Sadjuri adalah korban penganiayaan saat padepokan aliran Tariqoh Fathariyah yang diduga sesat di Gunung Kukusan Munjungan dirobohkan oleh ratusan massa Juli lalu.
Selain itu, kedatangan ratusan warga meminta polisi untuk tidak memperpanjang masalah dirusaknya padepokan serta penganiayaan yang dialami salah satu pengikutnya. Sebab, beberapa saat setelah peristiwa bulan Juli lalu sudah ada kesepakatan antara warga dengan pengikut padepokan, bahwa kasus perusakan padepokan akan diselesaikan dengan jalan damai.
Menurut Purwito, salah satu perwakilan warga, sesaat setelah perusakan padepokan oleh massa kala itu, terjadi kesepakatan antara pengikut padepokan dengan warga bahwa masalah perusakan padepokan tidak akan dilanjutkan hingga ke ranah hukum. Bahkan, bukti kesepakatan tersebut telah ditandatangani seluruh pengikut padepokan.
"Surat kesepakatannya sudah ada. Kami sepakat damai," terangnya.
Purwito menegaskan mereka datang ke Polres Trenggalek untuk mendampingi sekaligus memberikan support dua temannya. Alasannya, mereka merasa ikut bertanggungjawab atas semua yang terjadi saat peristiwa perusakan padepokan Tariqoh Fathariyah pimpinan Alif Fudin asal Tulungagung itu.
"Tentu saja. Ini semua kami lakukan sebagai dukungan moral," kata Purwito.
Ratusan warga yang datang ke Polres Trenggalek sekitar pukul 10.00 dengan mengendarai puluhan mobil bak terbuka. Sayang, keinginan mereka untuk mendampingi secara langsung proses pemeriksaan Sutikno dan Sumadi urung kesampaian. Pasalnya, halaman Polres Trenggalek digunakan untuk kegiatan ujian pemohon SIM. Dengan sangat terpaksa, ratusan massa itupun tertahan di depan Mapolres Trenggalek. Saat aksi tersebut, polisi terpaksa menutup jalur Jalan Raya Brigjen Soetran. Kendaraan umum yang melintas juga dialihkan untuk melalui jalur lain.
Seperti diberitakan prigibeach.com sebelumnya, padepokan Tariqoh Fathariyah yang berada di hutan Gunung Kukusan Desa Bendoroto Kecamatan Munjungan dirobohkan ribuan massa. Alasannya, warga menilai ajaran padepokan menyimpang dari kaidah Islam. Massa memulai aksinya sekitar pukul 08.00. Mengunakan alat seadaanya, hanya dalam waktu kurang dari tiga jam padepokan yang atapnya dari ijuk dengan dinding dan lantai kayu tersebut luluh lantah rata dengan tanah.
Beberapa pengikut padepokan yang menyaksikan tak bisa berbuat banyak ketika ratusan orang yang berasal dari beberapa desa di Kecamatan Munjungan tersebut menghancurkan tempatnya mencari ilmu. Mereka hanya bisa termangu melihat padepokan yang sekitar enam bulan lalu mereka bangun luluh lantah. Bahkan seorang pengikut Tariqoh Fathariyah nyaris tewas dihakimi massa, karena pengikut yang bernama Sadjuri(34) tersebut nekat menghalang-halangi massa yang akan merobohkan padepokan. Karena mengalami luka cukup parah, pengikut tersebut harus mendapat perawatan medis di Puskesmas Munjungan. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, petugas akhirnya mengamankan Sadjuri tersebut ke Polres Trenggalek.
Waduh.... hukum di negeri ini ternyata tidak membuat warga takut. Setelah main hakim sendiri, mereka pun berbondong-bondong unjuk kekuatan untuk menolak kasusnya di proses sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Namun, barang kali juga karena selama ini para penegak hukum kita sering bermain-main dalam menjalankan kewajibannya, serta memberikan peluang bagi maraknya makelar kasus!
Baca postingan terkait :
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".