Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur terletak di pesisir selatan Pulau Jawa. Lokasinya termasuk kawasan mandalungan yakni pertemuan budaya Jawa-timuran dan Mataraman. Kabupaten ini dipenuhi dengan bebukitan kapur, dengan kondisinya yang kurang subur. Sejak era 1980-an, Trenggalek dikenal sebagai produsen ketela pohon, dan pada akhir 2009 lalu Trenggalek juga dikenal sebagai kota Cassava, selain juga berjuluk kota Kripik Tempe.
Penduduk Trenggalek terkenal gigih dan siap bekerja keras demi memenuhi tanggungjawab untuk menghidupi keluarganya. Kondisi lahan yang berbukit-bukit, menyebabkan pertanian yang mengandalkan irigasi dari aliran sungai yang ada di daerah ini sangat terbatas serta akan mengalami kesulitan apabila musim kemarau melanda. Karena itulah, masyarakat Trenggalek banyak yang berprofesi sebagai buruh kasar di sektor bangunan, tambang batu putih, atau kuli jasa angkutan, nelayan dan buruh perkebunan, daripada sebagai petani. Selain itu masih banyak lagi profesi yang lain yang mereka tekuni antara lain menjadi tukang kayu, pengrajin anyaman bambu, pembuat tepung cassava, atau makanan khas daerah. Serta ada ribuan angkatan kerja Trenggalek yang saat ini merantau ke luar negeri sebagai TKI atau TKW.
Dalam pada itu banyak juga warga yang bekerja di sentra industri batu bata dan genteng, yang tersebar di kecamatan Gandusari, Kampak, dan Karangan. Genteng produksi daerah ini sudah dikenal dan memiliki standar kualitas yang tidak kalah dengan genteng produksi di daerah lain.
Pada bulan Ramadhan baru lalu, saya menyempatkan diri untuk berkunjung di salah satu sentra industri anyaman bambu dan rotan. Setiap menjelang bulan Ramadhan dan menyongsong Lebaran, omzet para pengrajin anyaman bambu di Trenggalek, biasanya meningkat. Berbagai bentuk anyaman dari rautan bambu dengan pernik-pernik khas yang bernuansa Islami membanjiri kios-kios souvenir. Pada hari-hari biasa, kelompok pengrajin daerah ini juga mengerjakan anyaman dari rotan dengan bentuk produksi berupa tas tangan, bola takraw dan sebagainya.
Sukatno (41), salah seorang pengrajin anyaman bambu yang berlokasi di desa Wonoanti, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek, mengungkapkan, bahwa omzet kerajinannya terutama tempat untuk parcel, meningkat hingga tiga kali lipat dari hari biasa. Pada hari-hari biasa sentra industri anyaman bambu "Indah", banyak memproduksi perabotan rumah juga sovenir yang terbuat dari bambu; akan tetapi selama bulan Ramadhan menjelang lebaran banyak memproduksi jenis tempat untuk parcel. Tingginya permintaan pasar, menyebabkan para pengrajin mengupayakan untuk memenuhinya, bahkan hari-hari ini banyak pekerja yang lembur.
Harga setiap produk yang ditawarkan sangat bervariasi, antara 15.000 hingga 30.000 rupiah per-unit tergantung dari tingkat kesulitan design dan keinginan konsumen. Walau permintaan meningkat, Sukatno tidak merubah harga dari sebelumnya.
"Kami berusaha untuk tetap pada harga standar, sekalipun permintaan melonjak. Harga bahan baku bambu juga tidak mengalami kenaikan, Mas", ujarnya seperti dikatakan oleh teman-teman seprofesinya yang lain.
Saat ini jenis kerajinan yang banyak dibikin di rumah Sukatno dan para pengrajin lain adalah jenis wadah untuk parcel. Tempat parcel anyaman bambu karya Sukatno ternyata bukan hanya melayani pasar lokal Trenggalek, namun juga sudah merambah ke pasar nasional, antara lain Surabaya, Semarang, hingga Jakarta. Bahkan sampai ke luar negeri yaitu ke Brunei Darussalam. Akan tetapi karena kebutuhan pasar dalam negeri meningkat, Sukatno dan teman-teman pengrajin lainnya untuk sementara menghentikan pengiriman produksi ke pasar luar negeri.
Menurut Sukatno, seni membuat anyaman bambu membutuhkan keterampilan tersendiri. Mulai dari pemilihan jenis bambu berkualitas bagus, teknis membuat design/bentuk, hingga cara meraut dan menganyamnya. Sentra industri anyaman bambu "Indah" sudah berdiri sejak lama dan turun temurun, dengan anggota mencapai 11 keluarga.
Jika Anda tertarik, coba saja baca postingan berikut ini:
- Trenggalek, Make Cassava Flour as Agriculture Mainstay Production
- “Watu Selokondo” Tempat Bertapa Untuk Kadigdayan
- Ramuan Tradisi Untuk Lestarikan Keharmonisan Suami-Isteri
8 Komentar:
Patut disyukuri apa yang telah dicapai para pengrajin ini. Perlu perhatian khusus dari pemerintah supaya apa yang sudah dicapi ini berkelanjutan. Salam
@Sukadi Brotoadmojo: Benar, sahabatku, salam hangat semoga selalu sukses..
dikenal sebagai kota Cassava
artinya Cassava apa yaa ?..nice info
@anak nelayan: Cassava adalah nama tepung yang terbuat dari ketela pohon disebut juga sebagai tepung Mocaf. Dimasa depan, tepung ini akan mampu menyaingi tepung terigu. Please read my post: Trenggalek, Make Cassava Flour as Agriculture Mainstay Production
yang mesti diingat bila menangani produk unggulan harus serius..... jangan setengah2 produk mau jalan dengan baik..... permintaan pasar belum terpenuhi,justru dana dialihkan pada produk yang lain.... yang belum pasti pasar atau menjadi produk unggulan dari kota ini ! mestinya Cassava itu digali lagi bagaimana memperoleh bahan bakunya..... bagaimana pasar yang ada..... sehingga rakyat ada kepastian bila akan menyediakan bahan baku (ketela pohong), jangan rakyat sudah susah2 lahanya ditanami ketela pasca panen harganya dipermainkan.... ya... kacian dong........ suwun.
@CahKutho: Dimas benar, tapi masalah pemasaran bagus, kok. Tentang harganya..iyaaaa... tergantung pada situasi kondisi...gitulah hukum dagang, dimas...
La.... mangkanya gmn pemerintah mengupayakan harga itu tetap stabil ! kalau pemerintah tetap diam seperti masa bodoh apalagi bila ikut dalam permainan dagang.... yah.... rakyat lagi yang jadi korban ! segala sesuatu bisa diatur dan lebih baik ada aturanya ! suwun....
@CahKutho: Good-good-good... (Jawa-ne: sae-leres-gathuk-mathuk, gituuuu, Dimas). Salam hangat selalu...
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".