Seorang ibu muda, ambil air tadah hujan di lokasi penampungan pengungsi, desa Depok, Bendungan, Trenggalek |
Sejak pemerintahan Bupati H. Soeharto, dan kini berganti dengan H. Mulyadi WR, nasib para pengungsi korban longsor di desa Depok, Kecamatan Bendungan Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, masih terkatung-katung. Berbagai fasilitas yang seharusnya mereka peroleh sebagai hak korban bencana alam, hingga kini ternyata masih belum mereka rasakan sebagaimana seharusnya. Senandung Kawula Alit di sini terdengar bagai bayu nan lunglai, layaknya bisikan para penderita kelaparan, yang telah kehabisan energi.
Tanah longsor yang melanda Desa Depok, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, terjadi pada tahun 2007 silam. Meluluhlantahkan tempat tinggal 37 kepala keluarga, sampai kini hanya memberi duka yang tak kunjung hilang. pada segenap korban. Mereka hidup terlantar selama 3 tahun lebih dan hingga kini tak sekalipun menerima bantuan.
Salah satu pengungsi, Paini (42 thn) mengatakan, rumahnya hancur dan tidak bisa dipakai lagi karena terkena longsor. Bersama warga yang bernasib sama, dirinya dan keluarga mengungsi ke atas pegunungan Tumpak Ndolo. Lokasinya 1,5 kilometer dari lokasi rumahnya yang lama. Di lokasi milik perhutani ini, warga lalu mendirikan rumah-rumah sementara. Tidak ada rumah permanen, semuanya berdinding bambu dan berlantaikan tanah saja. Sebagian kecil memilih menumpang di rumah saudaranya yang mempunyai rumah di lokasi yang lebih aman. Namun selama 3 tahun lebih menempati gubuk mereka, bantuan yang sangat diharapkan tak kunjung datang. Beberapa kali pihak Pemkab Trenggalek melakukan pendataan dan pengukuran, namun tetap saja para korban longsor masih tinggal di pengungsian.
Paeran (47 th) juga mengeluhkan kondisi pengungsian yang sangat tidak layak. Selain kondisinya yang berlantaikan tanah, tidak ada sumber air di lokasi ini. Untuk kebutuhan sehari-hari, warga mengandalkan turunnya air hujan. Setiap kali cuaca mendung, para pengungsi harus menyediakan tong penampung air. Air yang mereka tampung harus diendapkan semalam, kemudian baru bisa dipakai untuk keperluan sehari-hari. Air yang jauh dari higienis ini dipakai memasak dan minum. Masih beruntung belakangan hari masih kerap turun hujan. Jika 5 hari saja tak turjun hujan, para pengungsi harus pergi ke sungai. Meski air di sungai lebih jernih dan lebih sehat, namun jaraknya 1 kilometer dari pengungsian warga.
Mereka mengharapkan pemerintah setempat bisa merelokasi pemukiman mereka. Selain memberi kepastian, di pemukiman baru nantinya mereka bisa mendirikan rumah yang lebih layak, seperti rumah mereka yang diterjang longsor.
Kabag Humas Pemkab Trenggalek, Yoso Mihardi mengatakan, Pemkab Trenggalek saat ini masih fokus untuk mencarikan lokasi relokasi para pengungsi. Salah satu jalan yang diupayakan melalui tukar guling dengan pihak perhutani.
"Kami tawarkan kepada Perhutani, lokasi perumahan warga yang terkena longsor menjadi milik perhutani, sebagai ganti tanah perhutani yang dipakai pengungsi saat ini," terangnya.
Sayangnya hingga kini belum ada titik temu antara kedua belah pihak. Disinggung bantuan yang belum juga turun, Yoso menjawab, bantuan masih menunggu kejelasan status tanah hunian para pengungsi. Jika nanti proses tukar guling berhasil dan status tanah warga sudah diakui, maka pemerintah akan membantu proses relokasi dan pembangunan. Bahkan Yoso menyebut, pemerintah provinsi Jawa Timur pun telah memastikan akan mengirim bantuan bagi proses relokasi para korban longsor ini. (prigibeach)
Tanah longsor yang melanda Desa Depok, Kecamatan Bendungan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, terjadi pada tahun 2007 silam. Meluluhlantahkan tempat tinggal 37 kepala keluarga, sampai kini hanya memberi duka yang tak kunjung hilang. pada segenap korban. Mereka hidup terlantar selama 3 tahun lebih dan hingga kini tak sekalipun menerima bantuan.
Salah satu pengungsi, Paini (42 thn) mengatakan, rumahnya hancur dan tidak bisa dipakai lagi karena terkena longsor. Bersama warga yang bernasib sama, dirinya dan keluarga mengungsi ke atas pegunungan Tumpak Ndolo. Lokasinya 1,5 kilometer dari lokasi rumahnya yang lama. Di lokasi milik perhutani ini, warga lalu mendirikan rumah-rumah sementara. Tidak ada rumah permanen, semuanya berdinding bambu dan berlantaikan tanah saja. Sebagian kecil memilih menumpang di rumah saudaranya yang mempunyai rumah di lokasi yang lebih aman. Namun selama 3 tahun lebih menempati gubuk mereka, bantuan yang sangat diharapkan tak kunjung datang. Beberapa kali pihak Pemkab Trenggalek melakukan pendataan dan pengukuran, namun tetap saja para korban longsor masih tinggal di pengungsian.
Paeran (47 th) juga mengeluhkan kondisi pengungsian yang sangat tidak layak. Selain kondisinya yang berlantaikan tanah, tidak ada sumber air di lokasi ini. Untuk kebutuhan sehari-hari, warga mengandalkan turunnya air hujan. Setiap kali cuaca mendung, para pengungsi harus menyediakan tong penampung air. Air yang mereka tampung harus diendapkan semalam, kemudian baru bisa dipakai untuk keperluan sehari-hari. Air yang jauh dari higienis ini dipakai memasak dan minum. Masih beruntung belakangan hari masih kerap turun hujan. Jika 5 hari saja tak turjun hujan, para pengungsi harus pergi ke sungai. Meski air di sungai lebih jernih dan lebih sehat, namun jaraknya 1 kilometer dari pengungsian warga.
Mereka mengharapkan pemerintah setempat bisa merelokasi pemukiman mereka. Selain memberi kepastian, di pemukiman baru nantinya mereka bisa mendirikan rumah yang lebih layak, seperti rumah mereka yang diterjang longsor.
Kabag Humas Pemkab Trenggalek, Yoso Mihardi mengatakan, Pemkab Trenggalek saat ini masih fokus untuk mencarikan lokasi relokasi para pengungsi. Salah satu jalan yang diupayakan melalui tukar guling dengan pihak perhutani.
"Kami tawarkan kepada Perhutani, lokasi perumahan warga yang terkena longsor menjadi milik perhutani, sebagai ganti tanah perhutani yang dipakai pengungsi saat ini," terangnya.
Sayangnya hingga kini belum ada titik temu antara kedua belah pihak. Disinggung bantuan yang belum juga turun, Yoso menjawab, bantuan masih menunggu kejelasan status tanah hunian para pengungsi. Jika nanti proses tukar guling berhasil dan status tanah warga sudah diakui, maka pemerintah akan membantu proses relokasi dan pembangunan. Bahkan Yoso menyebut, pemerintah provinsi Jawa Timur pun telah memastikan akan mengirim bantuan bagi proses relokasi para korban longsor ini. (prigibeach)
2 Komentar:
kasihan juga mereka ia sob moga cepet selesai tuh permasalahannya
@ Masih Berharap : Makasih, Sob... doa Anda pasti mujarab, Insyaallah.
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".