(Tulisan ini, saya buat dengan harapan bapak Darsono dan bapak Mahyudin Lakawa mau berkomentar atau bahkan menulis demi kepedulian pada Trenggalek)
Awal 1999, saya lihat di Trenggalek jarang orang yang pegang Hand Phone. Jika pun ada yang punya, signalnya lemah (hanya Telkomsel). Saya masih ingat betul, bahwa instansi pemerintah di daerah ini pun masih minim komputer, bahkan boleh dikata sangat langka. Kala itu, saya aktif di PT Mega Nusa Lintas Buana yang bergerak di Internet Service Provider dengan label MegaNet (pecahan dari Jawa Pos News Network) saya berakting manager pemasaran pada anak perusahaannya yakni PT STI Global Solution (konsultan pendidikan dan managemen perusahaan), di Surabaya. Seraya membantu di MegaNet ISP -mengonsep beberapa produk perusahaan seperti IDEC (Kartu identitas elektronik), mesin absensi dengan sidik jari, menyusun proposal Ujung Pandang Pos (bersama teman-teman wartawan antara lain dari harian Memorandum), dan menerbitkan buku alamat email dan Website seluruh Indonesia.
Namun dipenghujung 1999 saya mundur dari PT STI Global Solution . Meskipun pengunduran saya secara halus ditolak oleh Presiden Direktur PT Mega Nusa Lintas Buana (bapak Darsono), kata beliau saat itu, saya disiapkan sebagai kandidat Creative Director pada PT Mega Nusa Lintas Buana (MegaNet ISP). Saya tetap mundur, antara lain karena tidak setuju pada keputusan managemen perusahaan yang telah dua kali menolak "lamaran rujuk" dari Jawa Pos News Network (JPNN).
Saya berargumen, jika tidak menerima lamaran rujuk tersebut, niscaya perusahaan tidak akan "berumur panjang". (Apa yang saya prediksi akhirnya terjadi. Sekalipun waktu itu MegaNet ISP sudah punya cabang di 24 kota besar, tahun 2002 MegaNet ISP colaps).
Alasan pengunduran diri saya yang kedua, karena bung Zul Nasution (saat itu menjabat Ketua PWI Kalimantan Tengah) pemilik sekaligus Pemimpin Redaksi tabloid Borneo, meminta saya untuk membantu mengelola media ini, menjadi redaksi/perwakilan di pulau Jawa bertempat di Surabaya, dengan sistem 'remote control'. Sehingga saya pikir, bisa jadi 'sambilan' dan saya bisa kembali menekuni pekerjaan saya di Trenggalek.
Sebelumnya, bulan Juni-Juli 1999, tim MegaNet ISP dan PT STI Global Solution bersafari promosi ke beberapa kota di Jawa Timur. Dalam kesempatan itu saya sempatkan mengunjungi beberapa sekolah favorit di Trenggalek (a.l. SMAN 1, SMPN 1). Saya menawarkan design dan host homepage (webblog gratis masih langka!) plus 5 account e-mail dengan harga 50% di bawah harga umum (ini atas persetujuan perusahaan dengan alasan saya berasal dari Trenggalek). Namun, respons dari sekolah tidak ada. Saya juga sowan Kepala Kantor Dikbud, menawarkan hal yang sama plus menanyakan proposal penerbitan tabloid khusus untuk siswa dan lingkungan pendidikan di daerah ini, yang pernah saya ajukan. Tanggapan pihak instansi nol besar. Sebelum itu, tahun 1991, 1992 dan 1994, saya besama bapak Mahyudin Lakawa dan bapak Darsono (keduanya dari Jawa Pos) berkali-kali menawarkan proposal kerja sama pada instansi ini tapi tidak pernah ada kesepakatan. Padahal kami yang menyiapkan modalnya sedangkan instansi cuma menyediakan informasi berita dan konsumen (pasar).
Pada masa awal otonomi daerah diberlakukan di Trenggalek, ada beberapa instansi yang digabungkan. Namun saat itu bagian Pengelola Data Elektronik belum ada. Rancangan pengembangan dan penerapan teknologi informasi di lingkungan Pemkab Trenggalek (e-goverment) masih berupa wacana. Saya bukan ahli IT hanya senang. Jadi, saya mengikuti perkembangan teknologi ini di daerah kita, dari "luar lingkaran sistem kebijakan pemerintah". Saya 'nguping sedikit-sedikit', sejak proses awal, hingga jaringan (LAN, Intranet) dan website http://www.trenggalek.go.id online. Saya juga tahu siapa saja rekanan yang menanganinya, kapan proyek ini menemui jalan buntu (kata halusnya "gagal") atau berapa banyak tower antena yang mubazir, serta hardware yang tidak sesuai harga dengan spesifikasi yang seharusnya. (bersambung)
Awal 1999, saya lihat di Trenggalek jarang orang yang pegang Hand Phone. Jika pun ada yang punya, signalnya lemah (hanya Telkomsel). Saya masih ingat betul, bahwa instansi pemerintah di daerah ini pun masih minim komputer, bahkan boleh dikata sangat langka. Kala itu, saya aktif di PT Mega Nusa Lintas Buana yang bergerak di Internet Service Provider dengan label MegaNet (pecahan dari Jawa Pos News Network) saya berakting manager pemasaran pada anak perusahaannya yakni PT STI Global Solution (konsultan pendidikan dan managemen perusahaan), di Surabaya. Seraya membantu di MegaNet ISP -mengonsep beberapa produk perusahaan seperti IDEC (Kartu identitas elektronik), mesin absensi dengan sidik jari, menyusun proposal Ujung Pandang Pos (bersama teman-teman wartawan antara lain dari harian Memorandum), dan menerbitkan buku alamat email dan Website seluruh Indonesia.
Namun dipenghujung 1999 saya mundur dari PT STI Global Solution . Meskipun pengunduran saya secara halus ditolak oleh Presiden Direktur PT Mega Nusa Lintas Buana (bapak Darsono), kata beliau saat itu, saya disiapkan sebagai kandidat Creative Director pada PT Mega Nusa Lintas Buana (MegaNet ISP). Saya tetap mundur, antara lain karena tidak setuju pada keputusan managemen perusahaan yang telah dua kali menolak "lamaran rujuk" dari Jawa Pos News Network (JPNN).
Saya berargumen, jika tidak menerima lamaran rujuk tersebut, niscaya perusahaan tidak akan "berumur panjang". (Apa yang saya prediksi akhirnya terjadi. Sekalipun waktu itu MegaNet ISP sudah punya cabang di 24 kota besar, tahun 2002 MegaNet ISP colaps).
Alasan pengunduran diri saya yang kedua, karena bung Zul Nasution (saat itu menjabat Ketua PWI Kalimantan Tengah) pemilik sekaligus Pemimpin Redaksi tabloid Borneo, meminta saya untuk membantu mengelola media ini, menjadi redaksi/perwakilan di pulau Jawa bertempat di Surabaya, dengan sistem 'remote control'. Sehingga saya pikir, bisa jadi 'sambilan' dan saya bisa kembali menekuni pekerjaan saya di Trenggalek.
Sebelumnya, bulan Juni-Juli 1999, tim MegaNet ISP dan PT STI Global Solution bersafari promosi ke beberapa kota di Jawa Timur. Dalam kesempatan itu saya sempatkan mengunjungi beberapa sekolah favorit di Trenggalek (a.l. SMAN 1, SMPN 1). Saya menawarkan design dan host homepage (webblog gratis masih langka!) plus 5 account e-mail dengan harga 50% di bawah harga umum (ini atas persetujuan perusahaan dengan alasan saya berasal dari Trenggalek). Namun, respons dari sekolah tidak ada. Saya juga sowan Kepala Kantor Dikbud, menawarkan hal yang sama plus menanyakan proposal penerbitan tabloid khusus untuk siswa dan lingkungan pendidikan di daerah ini, yang pernah saya ajukan. Tanggapan pihak instansi nol besar. Sebelum itu, tahun 1991, 1992 dan 1994, saya besama bapak Mahyudin Lakawa dan bapak Darsono (keduanya dari Jawa Pos) berkali-kali menawarkan proposal kerja sama pada instansi ini tapi tidak pernah ada kesepakatan. Padahal kami yang menyiapkan modalnya sedangkan instansi cuma menyediakan informasi berita dan konsumen (pasar).
Pada masa awal otonomi daerah diberlakukan di Trenggalek, ada beberapa instansi yang digabungkan. Namun saat itu bagian Pengelola Data Elektronik belum ada. Rancangan pengembangan dan penerapan teknologi informasi di lingkungan Pemkab Trenggalek (e-goverment) masih berupa wacana. Saya bukan ahli IT hanya senang. Jadi, saya mengikuti perkembangan teknologi ini di daerah kita, dari "luar lingkaran sistem kebijakan pemerintah". Saya 'nguping sedikit-sedikit', sejak proses awal, hingga jaringan (LAN, Intranet) dan website http://www.trenggalek.go.id online. Saya juga tahu siapa saja rekanan yang menanganinya, kapan proyek ini menemui jalan buntu (kata halusnya "gagal") atau berapa banyak tower antena yang mubazir, serta hardware yang tidak sesuai harga dengan spesifikasi yang seharusnya. (bersambung)
8 Komentar:
perlu di berikan pemahaman akan manfaat IT mas. Kayaknya pemimpin trenggalek masih banyak yang belum melek teknologi.
Bukan kayaknya, mas. Tapi memang kebanyakan mereka gaptek. Atau..barangkali perlu kita rame-rame milih caleg yang mengerti IT.
Mungkin bisa di bantu sama mak erot pak!!
Biar towernya tegak berdiri dan sinyal nya bagus...
Salam
Sayangnya, sekarang mak ERot sedang bulan madu di democrazy bersama barak prawiro, mas.
Jadi towernya nayeng, sebentar lagi pasti dingkluk (roboh!) ngebruki bathukè caleg yang kepilih. Syukur lek ngebruke KPK tahun depan !
sekarang warnet di trenggalek juga udah banyak banget, pengunjungnya juga pada penuh2 sampe antri2, kbanyakan anak2 muda..
mudah2an gak pada mbukak yg aneh2..
#5# wahai taxmania, Trenggalek kita kian hari kian berkembang. Masyarakat kita semakin maju dan memang sejak dulu selalu di depan. Kalau saya amati, para netter yang hadir di warnet-warnet, nampaknya mereka serius dengan apa yang mereka cari, tapi sedikit sekali yang "buka-buka". mudah-mudahan para penyedia warnet sudah memasang software dari Depkominfo. Namun, semuanya kemabli pada diri kita sendiri, karena pendidikan "sex" juga suatu kebutuhan. kira-kira tergantung pada basic moralitas dan religi kita. Trims, atas kesediaan Anda mampir di blog ini.
sip lah dah banak warnet g ogut-ogut...!!!
qlo yg namanya teknologi pasti ada efek negatifnya...ga d mana wae...sing penting morale to...??
:)
Buat anonim, anda betul 100%, yang penting moralitas dan kembali pada diri sendiri. Siiip..
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".