Malam ini, akhir tahun 1429 H. Selesai isya' aku berkunjung ke http://pembawacerita.wordpress.com aku temukan entri khutbah Idul Adha 1429 H di Masjid Baiturrahman Banda Aceh.
Allahuakbar walillahilhamd. Besok 1 Muharram 1430 H. Aku merasa beruntung bisa baca khutbah ini. Seakan, aku tengah berada di antara mereka yang sholat Ied di Baiturrahman, tapi.. Jiwaku lebih banyak melayang melebur dengan nafas kaum muslimin yang tengah menunaikan ibadah haji. Sebuah khutbah yang menggetarkan sendiku, mencairkan sumsumku, menggelegakkan darahku, memacu jantungku, menyentak otakku, membenturkan dahiku, daku..mencium tanah dalam haribaan ke-tak-berdayaan-ku.
Adakah, Dikau sempatkan daku mencium Hajarul Aswad?! Besok, waktuku telah makin Dikau persempit.
Satu tahun ini, aku merasa banyak makan, minum dan memakai sesuatu yang niscaya menurut Dikau tidak layak. Aku sadar itu. Tapi, apa yang kulakukan bukan sepenuhnya karena kemauanku. Mereka yang merasa bersih, memaksaku. Mereka yang tidak pernah mau tegas dalam komunikasi. Mereka yang lebih mengutamakan "kira-kira- tanpa konfirmasi. Mereka yang hanya mau 'didengar' tapi tak pernah bisa mengerti kata yang diucap karena Ilahi.
Aku, dicampakkan dicomberan seakan anjing yang layak makan barang haram. Aku diisolasi bagai pengidap penyakit yang pantas dikarantina. Aku ditelikung formalitas dan komunitas karena tiada kesepahaman. Aku mereka jauhi seakan kehinaan dan kebencian yang mematikan.
Wahai, Dikau ya Sami'ul Alim. Ridloilah segala yang kulanggar.
Daku telah berkata karena Mu, namun mereka ukur bajuku mungkin seukuran mereka.
Telah kulaksanakan hakku, mencoba agar diriku tidak jadi alasan mereka untuk berbuat dosa. Sayangnya, keterlenaan pada jumawa angkara murka, sudah membutakan mata hati.
Adakah Dikau sudi menerima kekufuranku ini?
Daku sudah memakan umurku dengan kemalasan yang diusung kemalangan nasibku.
Wahai, Dikau ya Robbiyal 'ala.
Selama ini daku merasa paling pintar, paling berkuasa karena aku kepala rumah tangga. Daku paling benar karena aku malu dikalahkan anak kecilku. Daku adalah yang paling istimewa di antara mereka, tapi bukan karena aku jumawa. Daku tidak sombong, daku tidak arogan, daku tidak temahak, daku tidak pernah makan hak orang lain. Daku bukan koruptor, bukan penguasa atau atasan yang zalim. Daku adalah hambamu yang bertakwa dan istiqamah.
(hanya Dikau ya tak bisa aku bohongi, siapakah daku ini layaknya!!!)
Allahuakbar walillahilhamd. Besok 1 Muharram 1430 H. Aku merasa beruntung bisa baca khutbah ini. Seakan, aku tengah berada di antara mereka yang sholat Ied di Baiturrahman, tapi.. Jiwaku lebih banyak melayang melebur dengan nafas kaum muslimin yang tengah menunaikan ibadah haji. Sebuah khutbah yang menggetarkan sendiku, mencairkan sumsumku, menggelegakkan darahku, memacu jantungku, menyentak otakku, membenturkan dahiku, daku..mencium tanah dalam haribaan ke-tak-berdayaan-ku.
Adakah, Dikau sempatkan daku mencium Hajarul Aswad?! Besok, waktuku telah makin Dikau persempit.
Satu tahun ini, aku merasa banyak makan, minum dan memakai sesuatu yang niscaya menurut Dikau tidak layak. Aku sadar itu. Tapi, apa yang kulakukan bukan sepenuhnya karena kemauanku. Mereka yang merasa bersih, memaksaku. Mereka yang tidak pernah mau tegas dalam komunikasi. Mereka yang lebih mengutamakan "kira-kira- tanpa konfirmasi. Mereka yang hanya mau 'didengar' tapi tak pernah bisa mengerti kata yang diucap karena Ilahi.
Aku, dicampakkan dicomberan seakan anjing yang layak makan barang haram. Aku diisolasi bagai pengidap penyakit yang pantas dikarantina. Aku ditelikung formalitas dan komunitas karena tiada kesepahaman. Aku mereka jauhi seakan kehinaan dan kebencian yang mematikan.
Wahai, Dikau ya Sami'ul Alim. Ridloilah segala yang kulanggar.
Daku telah berkata karena Mu, namun mereka ukur bajuku mungkin seukuran mereka.
Telah kulaksanakan hakku, mencoba agar diriku tidak jadi alasan mereka untuk berbuat dosa. Sayangnya, keterlenaan pada jumawa angkara murka, sudah membutakan mata hati.
Adakah Dikau sudi menerima kekufuranku ini?
Daku sudah memakan umurku dengan kemalasan yang diusung kemalangan nasibku.
Wahai, Dikau ya Robbiyal 'ala.
Selama ini daku merasa paling pintar, paling berkuasa karena aku kepala rumah tangga. Daku paling benar karena aku malu dikalahkan anak kecilku. Daku adalah yang paling istimewa di antara mereka, tapi bukan karena aku jumawa. Daku tidak sombong, daku tidak arogan, daku tidak temahak, daku tidak pernah makan hak orang lain. Daku bukan koruptor, bukan penguasa atau atasan yang zalim. Daku adalah hambamu yang bertakwa dan istiqamah.
(hanya Dikau ya tak bisa aku bohongi, siapakah daku ini layaknya!!!)
1 Komentar:
Masya Allah...
merinding saia baca muhasabahnya Pak
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".