K. ALEX MULLER, Fisikawan asal Swiss. Dalam dunia sains tenar sebagai penemu prinsip-prinsip superkonduktivitas dalam bahan keramik atau Perovskit. Berkat prestasi ilmiahnya yang fantastik ini ia berbagi Hadiah Nobel Fisika di tahun 1987 bersama rekan risetnya, J. Georg Bednorz.
K. Alex Muller lahir pada tahun 1927 di kota Basel, Swiss. Masa kecilnya dihabiskan bersama orang tuanya di kota Salzburg, Austria, tempat ayah dan ibunya belajar musik. Setelah itu, ia dan sang ibu pindah ke Dornach, dekat Basel, untuk tinggal bersama kakek dan neneknya. Dari sini ia lantas menetap di Lugano, sebuah kota Swiss yang masyarakatnya menggunakan bahasa Italia sebagai bahasa pengantar.
Di kota itulah ia memulai pendidikan formalnya dan menjadi fasih berbicara ala orang Italia. Saat berumur 11 tahun, sang ibu meninggal dunia dan ia kemudian hidup dalam asuhan keluarga dari pihak ibunya yang cukup kaya. Muller bersekolah di Kolese Evangelical di kota Schiers yang terletak di lembah pegunungan Swiss. Ia lulus dengan gelar BSc tujuh tahun kemudian. Ia masuk Schiers menjelang PD II dan pergi dari kota itu setelah PD II berakhir. Periode ini merupakan periode yang sangat membekas bagi pemuda seperti dirinya.
Di Swiss yang netral, ia dan rekan-rekan mudanya mengikuti berbagai peristiwa perang di seluruh dunia dan mendiskusikan pelbagai bentrok senjata yang sangat berdarah itu di dalam ruang-ruang kelas. Masa-masa yang ia habiskan di Schiers memberi arti tersendiri bagi karir masa depannya. Kampus tempatnya menimba ilmu tergolong liberal kareka beroperasi di bawah semangat abad-19. Ia dan kawan-kawan mahasiswanya juga aktif berolah raga, terutama bermain ski di pegunungan Alpen.
Di waktu senggangnya, Muller merakit radio dan sangat menggemari pekerjaan ini sehingga sempat tertancap dalam hatinya keinginan menjadi seorang insinyur elektro. Tetapi dosen kimianya, Dr. Saurer, yang tahu kejeniusannya berhasil meyakinkan dia bahwa fisika jauh lebih cocok untuk didalami oleh orang dengan bakat sehebat dirinya.
Di akhir usia 19, tak lama setelah menyelesaikan kursus latihan infantri di dinas ketentaraan Swiss, Muller diterima masuk ke Institut Teknologi Federasi Swiss (ETH) di kota Zurich. Di perguruan tinggi yang sangat tersohor ini ia, seperti kebanyakan mahasiswa baru lainnya, tertarik dengan fisika nuklir, sebuah cabang baru fisika yang sontak terkenal menyusul peledakan Hiroshima dan Nagasaki di akhir PD II. Kuliah mengenai bidang ini disampaikan Paul Scherrer dengan cara yang sangat memikat.
Bagi Muller, berbagai mata kuliah lainnya tidak memiliki prospek sejelas fisika nuklir kendati ia tetap memperoleh nilai yang sangat baik untuk pelajaran-pelajaran itu. Pada semester selanjutnya Wolfgang Pauli tampil sebagai dosennya. Sosok ini menanamkan kesan khusus di hati Muller. Di matanya ia adalah ilmuwan jenius yang sangat bijaksana dengan pengertian yang mendalam mengenai manusia dan alam semesta.
Perkenalannya dengan Pauli membuat Muller betah untuk terus bersitekun dalam dunia fisika. Ia menyelesaikan skripsinya di bawah arahan G. Busch mengenai efek Hall timah abu-abu yang kini dikenal sebagai semimetal. Setelah meraih gelar sarjana, sesuai dengan minatnya yang besar pada aspek aplikasi, Muller berada di Departemen Penelitian Industri ETH selama satu tahun untuk mengkaji masalah eidofor. Selanjutnya, ia kembali bergabung dengan tim bimbingan G. Busch sebagai asisten dan mulai mengerjakan tesis doktoralnya mengenai resonansi paramagnetik (EPR). Bahan yang menjadi fokus risetnya adalah sintesa oksida ganda SrTiO3 yang baru saja ditemukan.
Ia meraih sukses yang cemerlang ketika berhasil menemukan dan mengenali jalur EPR pada ketidakmurnian Fe3 +. Gelar Ph.D didapat Muller dengan predikat summa cum laude pada tahun 1958. Ia kemudian menerima tawaran dari Institut Batelle Memorial di Jenewa untuk bergabung ke sana sebagai staf. Ia memimpin grup ilmuwan yang meneliti masalah resonansi magnetik. Selain persoalan EPR, ia juga menggulir riset yang menarik mengenai campuran berlapis-lapis serta kerusakan radiasi pada grafit dan grafit-grafit alkalimetal. Selagi berada di Jenewa, ia direkrut pula sebagai dosen (dengan gelar guru besar di tahun 1970) di Universitas Zurich.
Tahun 1963, ia meninggalkan Institut Batelle Memorial dan pindah ke Laboratorium Penelitian IBM di Ruschlikon. Di tempat baru inilah Muller bekerja hampir terus-menerus selama banyak tahun hingga saat sekarang. Lima belas tahun pertamanya ia gunakan untuk meneliti SrTiO3 dan campuran-campuran perovskit yang lain. Mitra kerjanya adalah Walter Berlinger. Keduanya menelisik bentuk-bentuk fotokromik dari ion logam-transisi dan ikatan kimianya serta fenomena kritis dan multikritis dari fase transisi struktural ion-ion tersebut.
Saat cuti panjang dari Pusat Penelitian IBM, Muller memulai kerjasamanya dengan Gerd Binnig mengenai mikroskop saluran penginderaan. Ia berhasil memasukkan Binnig ke IBM dan setelah itu ia sendiri pergi selama dua tahun ke Amerika Serikat untuk bekerja di Pusat Penelitian IBM Thomas J. Watson di New York.
Sekembali ke Ruschlikon, Muller memperoleh kemajuan pesat dalam risetnya mengenai STM dan ia kemudian diangkat sebagai pemimpin proyek-proyek fisika di tahun 1972. Jabatan manajerial ini ia tinggalkan pada tahun 1985 karena ia ingin memperoleh keleluasaan untuk melakukan riset. IBM mengabulkan kehendaknya dan ia diberi status sebagai anggota Dewan Komisaris IBM. Pada tahap riset berikutnya, ia bekerja bersama Georg Bednorz yang datang ke Laboratorium IBM untuk mengerjakan disertasi doktoralnya mengenai SrTiO3.
Ia memang banyak memberi bimbingan kepada Bednorz tetapi ia sendiri merasa memperoleh banyak juga dari fisikawan muda itu. Ia menghormati Bednorz lantaran pengetahuannya yang mendalam tentang fisika zat padat, kebaikan hatinya yang menonjol, kapasitas kerjanya yang prima serta kegigihannya dalam mencapai tujuan.
Kerjasama kedua orang ini pada akhirnya berujung pada temuan mengenai superkonduktivitas bahan keramik, sebuah terobosan ilmiah yang hebat yang mengantar keduanya ke posisi peraih Nobel Fisika 1987. Bagi Muller, hadiah ini hanya salah satu penghargaan yang ia peroleh di sepanjang karir ilmiahnya yang panjang. Penghargaan-penghargaan lainnya cukup banyak. Ia misalnya tercatat sebagai peraih gelar doktor kehormatan dari 11 perguruan tinggi ternama di Eropa dan Amerika.
Muller menikah dengan Marie Louise Winkler pada tahun 1956 dan memperoleh dua anak dari perkawinan ini. Bagi Muller, Marie adalah seorang pendamping hebat yang selalu memberinya dukungan dan rasa percaya diri. Ia juga menunjukkan diri sebagai pembimbing sekaligus mitra yang hebat dalam pekerjaan maupun urusan-urusan lainnya.
Dari berbagai sumber - Ponijoputera. Foto : Nobelprize
K. Alex Muller lahir pada tahun 1927 di kota Basel, Swiss. Masa kecilnya dihabiskan bersama orang tuanya di kota Salzburg, Austria, tempat ayah dan ibunya belajar musik. Setelah itu, ia dan sang ibu pindah ke Dornach, dekat Basel, untuk tinggal bersama kakek dan neneknya. Dari sini ia lantas menetap di Lugano, sebuah kota Swiss yang masyarakatnya menggunakan bahasa Italia sebagai bahasa pengantar.
Di kota itulah ia memulai pendidikan formalnya dan menjadi fasih berbicara ala orang Italia. Saat berumur 11 tahun, sang ibu meninggal dunia dan ia kemudian hidup dalam asuhan keluarga dari pihak ibunya yang cukup kaya. Muller bersekolah di Kolese Evangelical di kota Schiers yang terletak di lembah pegunungan Swiss. Ia lulus dengan gelar BSc tujuh tahun kemudian. Ia masuk Schiers menjelang PD II dan pergi dari kota itu setelah PD II berakhir. Periode ini merupakan periode yang sangat membekas bagi pemuda seperti dirinya.
Di Swiss yang netral, ia dan rekan-rekan mudanya mengikuti berbagai peristiwa perang di seluruh dunia dan mendiskusikan pelbagai bentrok senjata yang sangat berdarah itu di dalam ruang-ruang kelas. Masa-masa yang ia habiskan di Schiers memberi arti tersendiri bagi karir masa depannya. Kampus tempatnya menimba ilmu tergolong liberal kareka beroperasi di bawah semangat abad-19. Ia dan kawan-kawan mahasiswanya juga aktif berolah raga, terutama bermain ski di pegunungan Alpen.
Di waktu senggangnya, Muller merakit radio dan sangat menggemari pekerjaan ini sehingga sempat tertancap dalam hatinya keinginan menjadi seorang insinyur elektro. Tetapi dosen kimianya, Dr. Saurer, yang tahu kejeniusannya berhasil meyakinkan dia bahwa fisika jauh lebih cocok untuk didalami oleh orang dengan bakat sehebat dirinya.
Di akhir usia 19, tak lama setelah menyelesaikan kursus latihan infantri di dinas ketentaraan Swiss, Muller diterima masuk ke Institut Teknologi Federasi Swiss (ETH) di kota Zurich. Di perguruan tinggi yang sangat tersohor ini ia, seperti kebanyakan mahasiswa baru lainnya, tertarik dengan fisika nuklir, sebuah cabang baru fisika yang sontak terkenal menyusul peledakan Hiroshima dan Nagasaki di akhir PD II. Kuliah mengenai bidang ini disampaikan Paul Scherrer dengan cara yang sangat memikat.
Bagi Muller, berbagai mata kuliah lainnya tidak memiliki prospek sejelas fisika nuklir kendati ia tetap memperoleh nilai yang sangat baik untuk pelajaran-pelajaran itu. Pada semester selanjutnya Wolfgang Pauli tampil sebagai dosennya. Sosok ini menanamkan kesan khusus di hati Muller. Di matanya ia adalah ilmuwan jenius yang sangat bijaksana dengan pengertian yang mendalam mengenai manusia dan alam semesta.
Perkenalannya dengan Pauli membuat Muller betah untuk terus bersitekun dalam dunia fisika. Ia menyelesaikan skripsinya di bawah arahan G. Busch mengenai efek Hall timah abu-abu yang kini dikenal sebagai semimetal. Setelah meraih gelar sarjana, sesuai dengan minatnya yang besar pada aspek aplikasi, Muller berada di Departemen Penelitian Industri ETH selama satu tahun untuk mengkaji masalah eidofor. Selanjutnya, ia kembali bergabung dengan tim bimbingan G. Busch sebagai asisten dan mulai mengerjakan tesis doktoralnya mengenai resonansi paramagnetik (EPR). Bahan yang menjadi fokus risetnya adalah sintesa oksida ganda SrTiO3 yang baru saja ditemukan.
Ia meraih sukses yang cemerlang ketika berhasil menemukan dan mengenali jalur EPR pada ketidakmurnian Fe3 +. Gelar Ph.D didapat Muller dengan predikat summa cum laude pada tahun 1958. Ia kemudian menerima tawaran dari Institut Batelle Memorial di Jenewa untuk bergabung ke sana sebagai staf. Ia memimpin grup ilmuwan yang meneliti masalah resonansi magnetik. Selain persoalan EPR, ia juga menggulir riset yang menarik mengenai campuran berlapis-lapis serta kerusakan radiasi pada grafit dan grafit-grafit alkalimetal. Selagi berada di Jenewa, ia direkrut pula sebagai dosen (dengan gelar guru besar di tahun 1970) di Universitas Zurich.
Tahun 1963, ia meninggalkan Institut Batelle Memorial dan pindah ke Laboratorium Penelitian IBM di Ruschlikon. Di tempat baru inilah Muller bekerja hampir terus-menerus selama banyak tahun hingga saat sekarang. Lima belas tahun pertamanya ia gunakan untuk meneliti SrTiO3 dan campuran-campuran perovskit yang lain. Mitra kerjanya adalah Walter Berlinger. Keduanya menelisik bentuk-bentuk fotokromik dari ion logam-transisi dan ikatan kimianya serta fenomena kritis dan multikritis dari fase transisi struktural ion-ion tersebut.
Saat cuti panjang dari Pusat Penelitian IBM, Muller memulai kerjasamanya dengan Gerd Binnig mengenai mikroskop saluran penginderaan. Ia berhasil memasukkan Binnig ke IBM dan setelah itu ia sendiri pergi selama dua tahun ke Amerika Serikat untuk bekerja di Pusat Penelitian IBM Thomas J. Watson di New York.
Sekembali ke Ruschlikon, Muller memperoleh kemajuan pesat dalam risetnya mengenai STM dan ia kemudian diangkat sebagai pemimpin proyek-proyek fisika di tahun 1972. Jabatan manajerial ini ia tinggalkan pada tahun 1985 karena ia ingin memperoleh keleluasaan untuk melakukan riset. IBM mengabulkan kehendaknya dan ia diberi status sebagai anggota Dewan Komisaris IBM. Pada tahap riset berikutnya, ia bekerja bersama Georg Bednorz yang datang ke Laboratorium IBM untuk mengerjakan disertasi doktoralnya mengenai SrTiO3.
Ia memang banyak memberi bimbingan kepada Bednorz tetapi ia sendiri merasa memperoleh banyak juga dari fisikawan muda itu. Ia menghormati Bednorz lantaran pengetahuannya yang mendalam tentang fisika zat padat, kebaikan hatinya yang menonjol, kapasitas kerjanya yang prima serta kegigihannya dalam mencapai tujuan.
Kerjasama kedua orang ini pada akhirnya berujung pada temuan mengenai superkonduktivitas bahan keramik, sebuah terobosan ilmiah yang hebat yang mengantar keduanya ke posisi peraih Nobel Fisika 1987. Bagi Muller, hadiah ini hanya salah satu penghargaan yang ia peroleh di sepanjang karir ilmiahnya yang panjang. Penghargaan-penghargaan lainnya cukup banyak. Ia misalnya tercatat sebagai peraih gelar doktor kehormatan dari 11 perguruan tinggi ternama di Eropa dan Amerika.
Muller menikah dengan Marie Louise Winkler pada tahun 1956 dan memperoleh dua anak dari perkawinan ini. Bagi Muller, Marie adalah seorang pendamping hebat yang selalu memberinya dukungan dan rasa percaya diri. Ia juga menunjukkan diri sebagai pembimbing sekaligus mitra yang hebat dalam pekerjaan maupun urusan-urusan lainnya.
Dari berbagai sumber - Ponijoputera. Foto : Nobelprize
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".