SOERJONO, seorang guru di Sekolah Taman Kanak-kanak, sangat berpengalaman. Ia bersama istrinya Sandiah, yang kemudian keduanya termashur dengan nama Pak kasur dan Bu Kasur, mengelola taman kanak-kanak. Kepiawaiannya mendidik anak-anak dikenal di seluruh nusantara hingga ke luar negeri.
Soerjono atau kondang dengan panggilan Pak Kasur lahir pada tanggal 26 Juli 1912 di Serayu, Purbalingga, Jawa Tengah. Dari delapan bersaudara, ia anak bungsu Reksomenggolo. Sejak usia enam bulan sudah menjadi anak yatim, dan tumbuh besar di bawah asuhan kakak-kakaknya. Pada awalnya ia masuk sekolah di HIS Purbalingga, dan setelah tamat masuk MULO Magelang. Setamat MULO ia membantu seorang guru menjadi pengajar di sebuah sekolahswasta di Sumedang.
Pada tahun 1937 hingga 1942 ia melanjutkan pendidikan sambil terus mengajar di HIK Bandung. Ia aktif di dunia seni dan masuk perkumpulan kesenian Jawa di Bandung yakni Mardi Bekso Wiromadan. Di sini ia berperan sebagai Petruk. Di luar jam sekolah ia aktif mengisi siaran anak-anak di radio milik bangsa Indonesia VORL dan stasiun radio milik Belanda NIROM. Pada masa pendudukan Jepang Soerjono menjadi guru Sekolah Kepandaian Putri (SKP) Bandung. Di luar jam sekolah ia kembali bermain dan belajar menyanyi bersama anak-anak.
Soerjono menikah dengan Sandiah, gadis yang dijumpainya sewaktu bekerja di kantor Syocukan (Kantor Residen) di akhir masa pendudukan Jepang. Pernikahannya berlangsung di Yogyakarta dan setelah resmi menjadi suami istri mereka kembali ke Garut, Jawa Barat. Pasangan suami istri ini sama-sama memiliki hobi bermain dan bergaul dengan anak-anak.
Ketika Soerjono mendapatkan tugas memperkenalkan Oeang Republik Indonesia (ORI) keluar masuk desa di Garut, Sandiah yang menggantikannya mengisi acara anak-anak di RRI Garut. Tak lama berselang, keluarga ini mendapat tugas baru di kota Yogyakarta. Soerjono bekerja di Kementrian Penerangan. Menteri Penerangan kala itu, Natsir, telah mengenal Soerjono sejak di Bandung. Karenanya Natsir menempatkan Soerjono di Lembaga Film.
Setelah pengakuan kedaulatan Soerjono pindah ke Jakarta, ia bekerja sebagai guru merangkap anggota Badan Sensor Film. Ia menjadikan film sebagai media untuk pendidikan, karenanya Soerjono menulis naskah cerita untuk difilmkan. Naskah cerita film karyanya antara lain “Amrin Membolos”, “Siulan Rahasia” dan “Harmonika”. Bila hari Minggu tiba, rumahnya yang menumpang di kantor Badan Sensor Film menjadi ajang berkumpul anak-anak dan kawula muda mulai dari TK hingga SMA. Kesempatan itu tak disia-siakan Soerjono untuk mengajari mereka menyanyi, menari, membaca puisi, sandiwara atau sekedar bermain-main. Anak-anak itulah yang kemudian dihimpun dalam kelopok Taman Indria, diajak Soerjono dan Sandiah mengisi acara kanak-kanak di RRI. Pada tahun 1953 Soerjono mendirikan sekolah Taman Kanak-kanak (TK), Taman Putera (SD) dan Taman Pemuda (SMP dan SMA). Namun akhirnya yang ia asuh hanya Taman Kanak-kanak. Taman Kanak-kanak Mini didirikan bukan untuk mencari kepandaian, tetapi lebih ditekankan untuk mempersiapkan anak-anak menjadi cerdas, tangkas, pintar, daya serap dan daya tangkapnya dipertajam dan diasah agar menjadi lebih peka. Kelak para anak itu tidak canggung lagi memasuki sekolah yang lebih tinggi.
Soerjono hanya menerima anak usia tiga, empat dan lima tahun. Soerjono dan Sandiah merekrut tenaga yang menjadi asistennya dengan syarat ia bisa tertawa, murah senyum, ramah, sabar, suka bercanda dan yang paling utama cinta anak-anak. Pada tahun 1968 Serjono mendirikan Taman Kanak-kanak Mini yang memiliki beberapa cabang di seputar Jakarta.
Dalam pada itu, sejak tahun 1950-an acara siaran anak-anak asuhan Soerjono di RRI menjadi acara favorit pendengar. Tidak saja di dalam negeri tetapi hingga ke negeri jiran Singapura. Seperti anak-anak Indonesia, anak-anak Singapura pun mengerumuni pesawat radio mendengarkan Soerjono beserta taman kanak-kanaknya menyanyi, berdeklamasi bermain sandiwara di udara. Soerjono pun kemudian diminta mengisi siaran radio Singapura untuk acara anak-anak. Berkat pengalamannya ia pernah juga diundang Sticuza (Lembaga Urusan Kebudayaan) Belanda untuk memperkenalkan budaya Indonesia. Untuk kepentingan yang sama ia pun melawat ke negara Jerman, Perancis, Kanada, Mesir, Burma, Swedia, Hongong, Bangkok, New Zaeland.
Soerjono menggunakan alat musik angklung, kuda lumping dan seruling bambu untuk dipertunjukkan dalam lawatannya ke luar negeri. Dalam kesibukannya itu Soerjono aktif menggubah lagu serta menulis buku. Ada sekitar 200 judul lagu yang ia ciptakan. Ia pun mengarang buku pelajaran dan buku menyanyi. Pada tahun 1985 lagu-lagunya direkam dalam pita kaset. Anak-anak didiknya yang kemudian menggeluti dunianya dan menjadi figur terkenal antara lain Psikolog Seto Mulyadi, artis Heni Purwonegoro, pelawak Ateng, dll.
Soerjono dan Sandiah mengaku bahwa mereka belum pernah menerima penghargaan dari pemerintah Indonesia. Mantan muridnya Seto Mulyadi mewakili Yayasan Mutiara Indonesia dan Kejar Cita memberikan penghargaan kepadanya lantaran dirinya dinilai sebagai figur pemilik kreativitas yang khas dan orisinil, selalu menanamkan patriotisme dan percaya diri.
Sejak tahun 1985 sekembali dari New Zaeland Soerjono menderita sakit parkinson. Itu menjadikannya mudah lupa dan tak mampu berbicara. Pada tanggal 26 Juni 1992 Soerjono wafat.
Karya 1. Darna-darni jilid 1,2,3 (buku pelajaran bercakap-cakap). 2. Selamat Sore Bu jilid 1,2,3 (buku kumpulan nyanyian). Selain kedua buku tersebut, Soerjono juga mengarang buku anak-anak dan buku tentang permainan.
Soerjono atau kondang dengan panggilan Pak Kasur lahir pada tanggal 26 Juli 1912 di Serayu, Purbalingga, Jawa Tengah. Dari delapan bersaudara, ia anak bungsu Reksomenggolo. Sejak usia enam bulan sudah menjadi anak yatim, dan tumbuh besar di bawah asuhan kakak-kakaknya. Pada awalnya ia masuk sekolah di HIS Purbalingga, dan setelah tamat masuk MULO Magelang. Setamat MULO ia membantu seorang guru menjadi pengajar di sebuah sekolahswasta di Sumedang.
Pada tahun 1937 hingga 1942 ia melanjutkan pendidikan sambil terus mengajar di HIK Bandung. Ia aktif di dunia seni dan masuk perkumpulan kesenian Jawa di Bandung yakni Mardi Bekso Wiromadan. Di sini ia berperan sebagai Petruk. Di luar jam sekolah ia aktif mengisi siaran anak-anak di radio milik bangsa Indonesia VORL dan stasiun radio milik Belanda NIROM. Pada masa pendudukan Jepang Soerjono menjadi guru Sekolah Kepandaian Putri (SKP) Bandung. Di luar jam sekolah ia kembali bermain dan belajar menyanyi bersama anak-anak.
Soerjono menikah dengan Sandiah, gadis yang dijumpainya sewaktu bekerja di kantor Syocukan (Kantor Residen) di akhir masa pendudukan Jepang. Pernikahannya berlangsung di Yogyakarta dan setelah resmi menjadi suami istri mereka kembali ke Garut, Jawa Barat. Pasangan suami istri ini sama-sama memiliki hobi bermain dan bergaul dengan anak-anak.
Ketika Soerjono mendapatkan tugas memperkenalkan Oeang Republik Indonesia (ORI) keluar masuk desa di Garut, Sandiah yang menggantikannya mengisi acara anak-anak di RRI Garut. Tak lama berselang, keluarga ini mendapat tugas baru di kota Yogyakarta. Soerjono bekerja di Kementrian Penerangan. Menteri Penerangan kala itu, Natsir, telah mengenal Soerjono sejak di Bandung. Karenanya Natsir menempatkan Soerjono di Lembaga Film.
Setelah pengakuan kedaulatan Soerjono pindah ke Jakarta, ia bekerja sebagai guru merangkap anggota Badan Sensor Film. Ia menjadikan film sebagai media untuk pendidikan, karenanya Soerjono menulis naskah cerita untuk difilmkan. Naskah cerita film karyanya antara lain “Amrin Membolos”, “Siulan Rahasia” dan “Harmonika”. Bila hari Minggu tiba, rumahnya yang menumpang di kantor Badan Sensor Film menjadi ajang berkumpul anak-anak dan kawula muda mulai dari TK hingga SMA. Kesempatan itu tak disia-siakan Soerjono untuk mengajari mereka menyanyi, menari, membaca puisi, sandiwara atau sekedar bermain-main. Anak-anak itulah yang kemudian dihimpun dalam kelopok Taman Indria, diajak Soerjono dan Sandiah mengisi acara kanak-kanak di RRI. Pada tahun 1953 Soerjono mendirikan sekolah Taman Kanak-kanak (TK), Taman Putera (SD) dan Taman Pemuda (SMP dan SMA). Namun akhirnya yang ia asuh hanya Taman Kanak-kanak. Taman Kanak-kanak Mini didirikan bukan untuk mencari kepandaian, tetapi lebih ditekankan untuk mempersiapkan anak-anak menjadi cerdas, tangkas, pintar, daya serap dan daya tangkapnya dipertajam dan diasah agar menjadi lebih peka. Kelak para anak itu tidak canggung lagi memasuki sekolah yang lebih tinggi.
Soerjono hanya menerima anak usia tiga, empat dan lima tahun. Soerjono dan Sandiah merekrut tenaga yang menjadi asistennya dengan syarat ia bisa tertawa, murah senyum, ramah, sabar, suka bercanda dan yang paling utama cinta anak-anak. Pada tahun 1968 Serjono mendirikan Taman Kanak-kanak Mini yang memiliki beberapa cabang di seputar Jakarta.
Dalam pada itu, sejak tahun 1950-an acara siaran anak-anak asuhan Soerjono di RRI menjadi acara favorit pendengar. Tidak saja di dalam negeri tetapi hingga ke negeri jiran Singapura. Seperti anak-anak Indonesia, anak-anak Singapura pun mengerumuni pesawat radio mendengarkan Soerjono beserta taman kanak-kanaknya menyanyi, berdeklamasi bermain sandiwara di udara. Soerjono pun kemudian diminta mengisi siaran radio Singapura untuk acara anak-anak. Berkat pengalamannya ia pernah juga diundang Sticuza (Lembaga Urusan Kebudayaan) Belanda untuk memperkenalkan budaya Indonesia. Untuk kepentingan yang sama ia pun melawat ke negara Jerman, Perancis, Kanada, Mesir, Burma, Swedia, Hongong, Bangkok, New Zaeland.
Soerjono menggunakan alat musik angklung, kuda lumping dan seruling bambu untuk dipertunjukkan dalam lawatannya ke luar negeri. Dalam kesibukannya itu Soerjono aktif menggubah lagu serta menulis buku. Ada sekitar 200 judul lagu yang ia ciptakan. Ia pun mengarang buku pelajaran dan buku menyanyi. Pada tahun 1985 lagu-lagunya direkam dalam pita kaset. Anak-anak didiknya yang kemudian menggeluti dunianya dan menjadi figur terkenal antara lain Psikolog Seto Mulyadi, artis Heni Purwonegoro, pelawak Ateng, dll.
Soerjono dan Sandiah mengaku bahwa mereka belum pernah menerima penghargaan dari pemerintah Indonesia. Mantan muridnya Seto Mulyadi mewakili Yayasan Mutiara Indonesia dan Kejar Cita memberikan penghargaan kepadanya lantaran dirinya dinilai sebagai figur pemilik kreativitas yang khas dan orisinil, selalu menanamkan patriotisme dan percaya diri.
Sejak tahun 1985 sekembali dari New Zaeland Soerjono menderita sakit parkinson. Itu menjadikannya mudah lupa dan tak mampu berbicara. Pada tanggal 26 Juni 1992 Soerjono wafat.
Karya 1. Darna-darni jilid 1,2,3 (buku pelajaran bercakap-cakap). 2. Selamat Sore Bu jilid 1,2,3 (buku kumpulan nyanyian). Selain kedua buku tersebut, Soerjono juga mengarang buku anak-anak dan buku tentang permainan.
(Dari berbagai sumber. Foto: Afiani Gobel/Facebook)
Jangan lupa, baca juga :
4 Komentar:
salam sahabat
ehm cocok dengan seputar tokoh ini,thanxs for sharuing eh sharing
@Dhana/戴安娜 Selamat datang, makasih... daku juga pingin sharing dan jadi the first...
Kita butuh sosok seorang Soerjono lagi, apalagi kondisi anak-anak Indonesia yang sudah teracuni pergaulan dan entertaiment ala pemuda. Ah ironis !
@Dodi Faedlulloh Kasihan anak-anak itu, semoga orangtua mereka memberikan bimbingan yang tepat..amien
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".