Kapan iya negeri ini lengang dari pertikaian para tokoh di pusat pemerintahan?! Sejak reformasi digaungkan, hingga sekarang Reformasi sudah berusia lebih dari satu dekade, panggung politik di negeri kita senantiasa diramaikan dengan "omong klobot" dan jagoan "pokrol bambu". Sementara rakyat kian terpuruk dalam kehidupan yang semakin mengenaskan, mereka yang berperan mengonsep, merencanakan dan menata masa depan bangsa ini justru saling bertikai merasa diri lebih benar dan lebih bersih dari yang lain. Saya pikir, peristiwa di panggung pemerintahan selama belasan tahun terakhir ini, justru menumbuh-suburkan korupsi yang sistematis!
Kemarin, sebuah drama yang tragis dipentaskan oleh Komisi Hukum DPR-RI. Dari sejumlah anggota Komisi III ini, 24 orang menolak kehadiran dua pimpinan KPK untuk hadir serta dalam Rapat Dengar Pendapat, sedanng yang 15 orang lainnya menerima. Saya jadi ingat ungkapan Gus Dur (KH. Abdurrakhman Wahid) bahwa : "DPR itu anak TK". Woooalaaaah... kapan Indonesia bisa bangkit jadi Bangsa yang besar dan rakyatnya sejahtera, kalau anggota DPR-nya banyak yang seperti diungkapan Gus Dur?!
Praktisi hukum dan pengamat politik mengecam keputusan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat yang menolak kehadiran Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah dalam rapat dengar pendapat di gedung DPR kemarin. Padahal kedua wakil ketua ini hadir bersama anggota pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi lainnya untuk memenuhi undangan Dewan.
"Dewan melecehkan KPK, tidak etis dan kekanak-kanakan," kata Taufik Basari, mantan pengacara Bibit-Chandra yang juga juru bicara Koalisi Masyarakat Sipil, saat dihubungi kemarin. "Saya kira ini lelucon besar," ujar Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latief.
Penolakan terhadap Bibit-Chandra diputuskan lewat voting. Politikus yang menolak berasal dari, antara lain, Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Gerindra, dan Partai Keadilan Sejahtera. "Rapat besok (hari ini) bakal dilanjutkan tanpa mereka berdua," ujar Tjatur Sapto Edy, pemimpin rapat, kemarin. Menurut anggota Komisi Hukum dari PDIP, Gayus Lumbuun, sebanyak 15 orang setuju menerima Bibit-Chandra, tapi 24 lainnya menolaknya.
Dewan menolak Bibit-Chandra karena dinilai masih menjadi tersangka penyalahgunaan wewenang, meski kasusnya sudah dideponir oleh Kejaksaan Agung. Sejak awal, Komisi Hukum menolak opsi deponering.
Sikap DPR itu dianggap sebagai serangan balik setelah KPK menahan 19 tersangka politikus yang terlibat skandal cek suap. "Ada kesan kuat perlawanan itu, jelas untuk mendelegitimasi KPK," ujar Taufik. "Ini tidak bisa dibiarkan," ujar Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Eryanto Nugroho.
Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, meminta KPK tidak takut menghadapi para politikus itu. "Sudah seharusnya KPK pakai kacamata kuda, tidak perlu tengok kiri-kanan ke politisi, cuekin saja," kata dia. "Masyarakat berada di belakang KPK, kok.
DPR Dituding Kriminalisasi Pimpinan KPK
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia menilai Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat sudah melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mengusir dua pimpinannya, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah. "Sikap ini menunjukkan Dewan secara resmi sudah mengkriminalisasi pimpinan KPK" kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia Eryanto Nugroho ketika dihubungi Senin (31/1)
Sikap dewan, menunjukkan tak ada penghormatan deponering yang diputus Kejaksaan Agung bagi Bibit dan Chandra. Padahal, kasus pimpinan KPK, publik melihatnya sebagai suatu rekayasa. "Perlu dipertanyakan apa motif, dan bagaimana keberpihakan dewan terhadap KPK," kata Eryanto.
Secara etika, Eryanto menguraikan, Komisi Hukum, sudah melanggar dua ketentuan hukum. Pertama, Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat yang pada pasal 12 huruf h menyebutkan bahwa anggota berkewajiban menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain.
Kedua, pada pasal 79 huruf h, UU tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang berisi kewajiban anggota untuk menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain. " Anggota Dewan tidak menjaga etika dan Norma," jelasnya.
Kelakuan Dewan, diakui Eryanto, tak bisa dihindari memunculkan kesan balas dendam terhadap penangkapan 19 politikus oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi, Ia mendesak, juga harus bersikap jelas terhadap Komisi Hukum. "Ini tidak bisa dibiarkan," jelasnya. Artinya, Komisi Pemberantasan Korupsi harus meminta Komisi Hukum mencabut putusan hari ini.
Komisi Hukum DPR resmi memutuskan penolakan terhadap Bibit dan Chandra. Mereka berdua tidak akan diperkenankan mengikuti rapat kerja KPK dengan DPR."Rapat besok bakal dilanjutkan tanpa mereka berdua," ujar Wakil Ketua Komisi Hukum Tjatur Sapto Edy kepada wartawan, siang tadi. (tempo)
0 Komentar:
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".