السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Tibet (bahasa Tibet: བོད་, Bod, dilafazkan pö menurut dialek Lhasa; Hanzi : 西藏, pinyin: Xizang) adalah provinsi dari Republik Rakyat Cina, yang merupakan Daerah Otonomi Khusus RRC yang juga diberi nama oleh Cina Xizang, yang berada di pegunungan Himalaya yang sering dikatakan sebagai puncak dunia, berbatasan dengan Nepal, Bhutan dan India serta Xinjiang, Qinghai dan Sichuan di Cina. Mayoritas penduduknya adalah beragama Buddha, dengan Lhasa sebagai ibu kotanya. Bertahun tahun yang lalu, sebelum dibuka oleh Cina, Tibet merupakan daerah yang dikatakan menyimpan misteri bagi para petualang, mengingat pada saat itu tidak semua petualang bisa memasuki daerah itu dan merupakan wilayah tertutup, seperti halnya Mekkah dan Madinah di Arab Saudi yang hanya dimasuki oleh orang Islam.
Meski Islam hanyalah agama minoritas di wilayah pegunungan Himalaya itu, secara historis bangsa Tibet dan Islam ternyata memiliki hubungan yang erat. Sejak abad ke-8 M, umat Islam telah menjalin hubungan politik, perdagangan dan kebudayaan dengan Tibet. Tak heran, bila nama Tibet kerap disebut para sejarawan Islam di era kekhalifahan. Sejarawan Yaqut Hamawi, Ibnu Khaldun, dan Tabari menyebut-nyebut nama Tibet dalam tulisannya. Bahkan, Yaqut Hamawi dalam bukunya bertajuk Muajumal Buldan (Ensiklopedia Negara-negara) menyebut Tibet dengan tiga sebutan yakni, Tabbat, Tibet, dan Tubbet.
Ajaran Islam mulai bersemi di Tibet pada era kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz I (717 M - 720 M) dari Dinasti Umayyah. Umar mengirimkan utusannya ke pegunungan Himalaya setelah mendapat permintaan dari delegasi Tibet dan Cina untuk menyebarkan Islam di negeri itu. Khalifah pun lalu mengirimkan Salah bin Abdullah Hanafi ke Tibet. Itulah awal mula ajaran Islam berkembang di Tibet.
Ketika Dinasti Umayyah digulingkan Abbasiyah, para penguasa Baghdad tetap menjalin hubungan dengan Tibet. Orang Muslim di Tibet mendapat julukan ‘Khachee’ yang berarti orang Kashmir. Masyarakat Tibet menyebut bangsa Kashmir dengan panggilan ‘Kachee Yul’. Kachee alias orang Muslim merupakan kelompok minoritas di Tibet yang didominasi pengikut Budha. Meski Kachee bukanlah orang Tibet asli, ternyata mereka lebih diakui sebagai bagian dari masyarakat Tibet, ketimbang Muslim Hui yang berasal dari Cina yang biasa disebut Kyangsha.
Muslim Tibet tersebar di seluruh negeri Tibet. Sebagian besar Muslim Tibet menetap di ibu kota Lhasa dan Shigatse — kota terbesar kedua di Tibet. Muslim Tibet boleh dibilang memiliki keunikan tersendiri. Sebagian besar dari penganut Islam berasal dari keturunan Kashmir, Persia, atau Arab melalui garis keturunan ayah. Darah Tibet mengalir melalui garis keturunan ibu. Maka tak heran, banyak dari mereka yang bernama depan Tibet namun nama keluarganya Persia. Hal itu terjadi lantaran Tibet berbatasan dengan Kashmir dan Turkistan Timur.
Konon, imigran Muslim dari Kashmir dan Ladakh pertama kali memasuki wilayah Tibet sekitar abad ke-12 M. Secara perlahan, pernikahan dan interaksi sosial antara imigran Muslim dengan masyarakat Tibet telah membuat populasi di sekitar kota Lhasa. Meski begitu, tak terlalu banyak penduduk Tibet asli yang berpindah keyakinan ke agama Islam.
Thomas Arnold dalam bukunya berjudul The Preaching of Islam mengatakan, ”Ajaran Islam juga disebarkan ke Tibet oleh para saudagar dari Kashmir. Keberadaan mereka bisa ditemukan di seluruh kota terkemuka di Tibet.”
Para saudagar Muslim Kashmir itu banyak yang menikahi wanita Tibet. Para wanita itu kemudian memeluk agama suaminya. Kedatangan Islam di pegunungan Himalaya diikuti dengan pembangunan Masjid di beberapa wilayah Tibet. Di kota Lhasa berdiri empat masjid. Sedangkan, di Shigate berdiri dua masjid dan satu masjid lainnya dibangun di Tsethang. Komunitas Muslim Tibet kebanyakan berkumpul di sekitar masjid yang mereka bangun. Masjid pun menjadi pusat kehidupan sosial Muslim Tibet. Tak heran, bila masjid-masjid yang ada Tibet dipelihara dengan baik. Ketika Tibet berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tibet, umat Islam bisa hidup dengan tenang dan damai.
Ketika Raja Tibet yang bergelar Dalai Lama ke-5 berkuasa, Muslim Tibet mendapat perlakukan Istimewa. Salah satunya, Muslim Tibet diizinkan menjalankan urusannya sesuai dengan syariah. Pemerintah juga mengizinkan komunitas Muslim untuk memilih lima anggota komisi yang dikenal sebagai ‘Ponj’ untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Selain itu, Muslim Tibet juga bebas untuk mendirikan perusahaan dan menjalankan usaha serta bisnisnya. Tak hanya itu, mereka juga dibebaskan dari pungutan pajak. Ketika umat Budha menjalani bulan suci, umat Islam tak dibatasi dari larangan memakan daging. Selain itu, Muslim Tibet juga diperbolehkan untuk memiliki areal pemakaman sendiri.
Di kota Lhasa terdapat dua tempat pemakaman Muslim. Sedangkan di Gyanda dan Kygasha masing-masing terdapat satu tempat pemakaman umum. Pemakaman itu kemudian dihiasi dengan taman. Sehingga komunitas Muslim bisa melakukan aktivitas rekreasi dan lainnya di taman itu. Di Gyanda diyakini terdapat makam tokoh Muslim pertama yang menyebarkan Islam di Tibet. Sedangkan, pemakaman Muslim Kygasha kebanyakan digunakan oleh Muslim yang berasal dari Cina.
Mayoritas penduduk Muslim Tibet bermata pencaharian sebagai pedagang dan pebisnis. Seiring bertambah besarnya komunitas Muslim, mereka lalu mendirikan madrasah atau sekolah dasar. Di madrasah itulah, anak-anak Muslim belajar tentang Islam seperti membaca Alquran serta shalat. Bahasa Urdu menjadi bagian dari kurikulum. Setidaknya ada dua madrasah di kota Lhasa dan satu di Shigatse. Selepas menempuh pendidikan dasar di madrasah, para orangtua mengirimkan anaknya untuk menempuh pendidikan lebih tinggi ke India, seperti Darul Ulum di Deobanda, Nadwatul- Ulama di Lucknow, dan Jamia Millia Islamia di New Delhi. Pada masa itu, hambatan utama yang dihadapi warga Muslim Tibet untuk melanjutkan sekolah ke India adalah masalah transportasi. Para siswa Muslim yang akan belajar ke India terpaksa harus ikut dengan rombongan para pedagang yang biasa melakukan perjalanan setahun sekali ke India.
Masa-masa kedamaian dan kebebasan umat Islam Tibet beribadah dan menjalani kehidupan sosial akhirnya mulai terbatasi seiring dengan jatuhnya Tibet ke dalam kekuasaan Cina. Tibet menjadi salah satu provinsi Tiongkok setelah Tentara Merah menyerbu wilayah itu pada 1950. Setahun kemudian, Cina berhasil menguasai ibu kota Lhasa dan mendongkel Dalai Lama dari kekuasaannya. Dalai Lama pun membentuk semacam pemerintahan di pengasingan.
Kerajinan Khas Tibet (Tibetan Crafts)
Meski Islam hanyalah agama minoritas di wilayah pegunungan Himalaya itu, secara historis bangsa Tibet dan Islam ternyata memiliki hubungan yang erat. Sejak abad ke-8 M, umat Islam telah menjalin hubungan politik, perdagangan dan kebudayaan dengan Tibet. Tak heran, bila nama Tibet kerap disebut para sejarawan Islam di era kekhalifahan. Sejarawan Yaqut Hamawi, Ibnu Khaldun, dan Tabari menyebut-nyebut nama Tibet dalam tulisannya. Bahkan, Yaqut Hamawi dalam bukunya bertajuk Muajumal Buldan (Ensiklopedia Negara-negara) menyebut Tibet dengan tiga sebutan yakni, Tabbat, Tibet, dan Tubbet.
Ajaran Islam mulai bersemi di Tibet pada era kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz I (717 M - 720 M) dari Dinasti Umayyah. Umar mengirimkan utusannya ke pegunungan Himalaya setelah mendapat permintaan dari delegasi Tibet dan Cina untuk menyebarkan Islam di negeri itu. Khalifah pun lalu mengirimkan Salah bin Abdullah Hanafi ke Tibet. Itulah awal mula ajaran Islam berkembang di Tibet.
Ketika Dinasti Umayyah digulingkan Abbasiyah, para penguasa Baghdad tetap menjalin hubungan dengan Tibet. Orang Muslim di Tibet mendapat julukan ‘Khachee’ yang berarti orang Kashmir. Masyarakat Tibet menyebut bangsa Kashmir dengan panggilan ‘Kachee Yul’. Kachee alias orang Muslim merupakan kelompok minoritas di Tibet yang didominasi pengikut Budha. Meski Kachee bukanlah orang Tibet asli, ternyata mereka lebih diakui sebagai bagian dari masyarakat Tibet, ketimbang Muslim Hui yang berasal dari Cina yang biasa disebut Kyangsha.
Muslim Tibet tersebar di seluruh negeri Tibet. Sebagian besar Muslim Tibet menetap di ibu kota Lhasa dan Shigatse — kota terbesar kedua di Tibet. Muslim Tibet boleh dibilang memiliki keunikan tersendiri. Sebagian besar dari penganut Islam berasal dari keturunan Kashmir, Persia, atau Arab melalui garis keturunan ayah. Darah Tibet mengalir melalui garis keturunan ibu. Maka tak heran, banyak dari mereka yang bernama depan Tibet namun nama keluarganya Persia. Hal itu terjadi lantaran Tibet berbatasan dengan Kashmir dan Turkistan Timur.
Konon, imigran Muslim dari Kashmir dan Ladakh pertama kali memasuki wilayah Tibet sekitar abad ke-12 M. Secara perlahan, pernikahan dan interaksi sosial antara imigran Muslim dengan masyarakat Tibet telah membuat populasi di sekitar kota Lhasa. Meski begitu, tak terlalu banyak penduduk Tibet asli yang berpindah keyakinan ke agama Islam.
Thomas Arnold dalam bukunya berjudul The Preaching of Islam mengatakan, ”Ajaran Islam juga disebarkan ke Tibet oleh para saudagar dari Kashmir. Keberadaan mereka bisa ditemukan di seluruh kota terkemuka di Tibet.”
Para saudagar Muslim Kashmir itu banyak yang menikahi wanita Tibet. Para wanita itu kemudian memeluk agama suaminya. Kedatangan Islam di pegunungan Himalaya diikuti dengan pembangunan Masjid di beberapa wilayah Tibet. Di kota Lhasa berdiri empat masjid. Sedangkan, di Shigate berdiri dua masjid dan satu masjid lainnya dibangun di Tsethang. Komunitas Muslim Tibet kebanyakan berkumpul di sekitar masjid yang mereka bangun. Masjid pun menjadi pusat kehidupan sosial Muslim Tibet. Tak heran, bila masjid-masjid yang ada Tibet dipelihara dengan baik. Ketika Tibet berada di bawah kekuasaan Kerajaan Tibet, umat Islam bisa hidup dengan tenang dan damai.
Ketika Raja Tibet yang bergelar Dalai Lama ke-5 berkuasa, Muslim Tibet mendapat perlakukan Istimewa. Salah satunya, Muslim Tibet diizinkan menjalankan urusannya sesuai dengan syariah. Pemerintah juga mengizinkan komunitas Muslim untuk memilih lima anggota komisi yang dikenal sebagai ‘Ponj’ untuk memperjuangkan aspirasi mereka. Selain itu, Muslim Tibet juga bebas untuk mendirikan perusahaan dan menjalankan usaha serta bisnisnya. Tak hanya itu, mereka juga dibebaskan dari pungutan pajak. Ketika umat Budha menjalani bulan suci, umat Islam tak dibatasi dari larangan memakan daging. Selain itu, Muslim Tibet juga diperbolehkan untuk memiliki areal pemakaman sendiri.
Di kota Lhasa terdapat dua tempat pemakaman Muslim. Sedangkan di Gyanda dan Kygasha masing-masing terdapat satu tempat pemakaman umum. Pemakaman itu kemudian dihiasi dengan taman. Sehingga komunitas Muslim bisa melakukan aktivitas rekreasi dan lainnya di taman itu. Di Gyanda diyakini terdapat makam tokoh Muslim pertama yang menyebarkan Islam di Tibet. Sedangkan, pemakaman Muslim Kygasha kebanyakan digunakan oleh Muslim yang berasal dari Cina.
Mayoritas penduduk Muslim Tibet bermata pencaharian sebagai pedagang dan pebisnis. Seiring bertambah besarnya komunitas Muslim, mereka lalu mendirikan madrasah atau sekolah dasar. Di madrasah itulah, anak-anak Muslim belajar tentang Islam seperti membaca Alquran serta shalat. Bahasa Urdu menjadi bagian dari kurikulum. Setidaknya ada dua madrasah di kota Lhasa dan satu di Shigatse. Selepas menempuh pendidikan dasar di madrasah, para orangtua mengirimkan anaknya untuk menempuh pendidikan lebih tinggi ke India, seperti Darul Ulum di Deobanda, Nadwatul- Ulama di Lucknow, dan Jamia Millia Islamia di New Delhi. Pada masa itu, hambatan utama yang dihadapi warga Muslim Tibet untuk melanjutkan sekolah ke India adalah masalah transportasi. Para siswa Muslim yang akan belajar ke India terpaksa harus ikut dengan rombongan para pedagang yang biasa melakukan perjalanan setahun sekali ke India.
Masa-masa kedamaian dan kebebasan umat Islam Tibet beribadah dan menjalani kehidupan sosial akhirnya mulai terbatasi seiring dengan jatuhnya Tibet ke dalam kekuasaan Cina. Tibet menjadi salah satu provinsi Tiongkok setelah Tentara Merah menyerbu wilayah itu pada 1950. Setahun kemudian, Cina berhasil menguasai ibu kota Lhasa dan mendongkel Dalai Lama dari kekuasaannya. Dalai Lama pun membentuk semacam pemerintahan di pengasingan.
Kerajinan Khas Tibet (Tibetan Crafts)
Logam gelang dengan bunga |
Hasil kerajinan asli masyarakat Tibet berupa pekerjaaan tangan, yang berbentuk perhiasan trendi khas untuk wanita, indah, kontemporer dan modis. Sebagai desainer, mereka bekerja keras untuk menciptakan desain trendi baru dan kombinasi menarik dari bahan alam! Mereka menciptakan segala sesuatu dari kalung dan anting-anting set untuk gelang dan cincin - beberapa dari mereka dibuat dengan tulang ikan, manik-manik, tanduk, biji, batu, dan bahan-bahan alami lainnya.
Semua produk tersebut dapat dijadikan hadiah yang mengagumkan untuk seseorang yang spesial, atau sesuatu untuk menambah gaya dan fashion untuk lemari pakaian Anda, aksesori khas Tibet begitu luar biasa bagi wanita yang memakainya. Sebuah perusahaan berlabel Tibetan Crafts telah mengembangkan berbagai hasil kerajinan Tibet menjadi berkualitas fashion, berkarakter seni tinggi yang unik, trendi, lini aksesori grosir untuk setiap wanita dan setiap ekspresi.
Tibetan Crafts kebanyakan menjual produk secara grosir, tapi juga tidak membatasi dengan jumlah minimal. Anytime mungkin untuk memesan beberapa unit atau bahkan hanya sedikit dari setiap produk, yang jelas dengan total minimal pesanan senilai $10.(http://www.tibetcraftswholesale.com/)
Semua produk tersebut dapat dijadikan hadiah yang mengagumkan untuk seseorang yang spesial, atau sesuatu untuk menambah gaya dan fashion untuk lemari pakaian Anda, aksesori khas Tibet begitu luar biasa bagi wanita yang memakainya. Sebuah perusahaan berlabel Tibetan Crafts telah mengembangkan berbagai hasil kerajinan Tibet menjadi berkualitas fashion, berkarakter seni tinggi yang unik, trendi, lini aksesori grosir untuk setiap wanita dan setiap ekspresi.
Tibetan Crafts kebanyakan menjual produk secara grosir, tapi juga tidak membatasi dengan jumlah minimal. Anytime mungkin untuk memesan beberapa unit atau bahkan hanya sedikit dari setiap produk, yang jelas dengan total minimal pesanan senilai $10.(http://www.tibetcraftswholesale.com/)
Tibet Crafts Wholesale is owned and managed by C2A Enteprise, registered
in Ecuador. Started as small local crafts business in 2004, now we are
offering wide range of artesanal products from 3 different countries
(Ecuador, Peru and Tibet/China).
جَزَكُمُ الله خَيْرًا كَثِيْرًا
وَعَلَيْكُمْا لسَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Saya Berdoa Semoga Andika Tertarik Untuk Membaca:
- Sunnah Rasulullah: Manfaat Tidur Miring ke Kanan
- Amalan Do'a Akhir Tahun Hijriyah, Apakah Itu Bid'ah?!
- Awas!!! Syirik Lebih Halus Daripada Rayapan Semut
- Perilaku Seks Remaja, 97% Dipengaruhi Pronografi di Internet
9 Komentar:
di tibet ada kam mslim juga yah sob :)
ane mampir nichh.. mana sogatanya.. gak papa klo sekedar minum2...hee
met sore sobat. trmksi banyak sob dah berbagi. pos yng sangat bermanfa'at kawan. lnjutkan karyamu sobat
Kunjungan perdana kakang embok, bade silahturahmi, mbok menowo entok piai putri seng gelem tak jak bali. Hehehe.
Salam kenal ae ya bu?
tibet dengan kebudayaannya memang sangat mengagumkan..sehingga banyak orang menjelajah kenegri tibet untuk mencari jawaban atas misteri dunia :)
Tibet oh tibet, Menuai Puji dari dunia dengan tokoh agamany Dalai lama. Tapi kenapa ya china begitu getolnya mempermasalahkan tibet??
tibet memang indah yaa
renovasi rumah
banyak misteri di tibet ya kawan. bukan hanya kaum budha, kaum muslim disana juga ada ya.
terimakasih infonya kawan.
Cina selalu maju dalam hal teknologinya,saluttt...hahahyyy
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".