السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Di beberapa daerah di Indonesia, perayaan Maulid seakan menjadi tradisi, bahkan barangkali saja ada yang mengarah ke praktik syirik dengan memberikan sesajian, berkurban bagi alam, ikhtilath atau campur baur laki-laki dan perempuan; yang tidak jarang, perayaan tersebut dapat merenggut jiwa khalayak yang mengunjungi akibat berdesak-desakan dan saling dorong saat berebut makanan sajen.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharapkan (rahmat) Allah dan (kedatangan) Hari Kiamat dan ia banyak menyebut (Nama) Allah" (al-Ahzab: 21)
Dunia telah melahirkan banyak tokoh hebat yang mampu membangkitkan revolusi peradaban pada zamannya. Tokoh-tokoh ini adalah figur yang kelak menjadi panutan karena dianggap mampu memberikan kebaikan bagi masyarakatnya. Kebaikan dalam hal materi, psikis, maupun idealisme dan sosial budaya. Salah satu tokoh paling populer dan sangat banyak pengikutnya adalah yang bernama Muhammad bin Abdullah, yang kemudian dikenal sebagai Muhammad Rasulullah SAW. Dalam "The 100" buku karya astrofisikawan Michael H. Hart, edisi pertama (1978) dan edisi kedua (1992) tentang peringkat orang paling berpengaruh dalam sejarah, menempatkan Nabi Muhammad SAW, (penyebar agama Islam dan penguasa Arabia) di urutan puncak.
Para pengikut Muhammad Rasulullah SAW, adalah mereka yang juga dengan ikhlas menerima semua ajarannya, serta meyakininya tanpa ragu, mereka inilah kaum muslimin dengan Islam sebagai agamanya, agama yang diwariskan oleh Muhammad SAW. Rasa cinta yang tulus terhadap Nabi Junjungannya, diwujudkan oleh ummat Islam dengan berbagai amalan, baik lahir maupun bathin, amalan yang diperintahkan oleh Islam.
Dalam komunitas ummat Islam, ada budaya perayaan maulid Nabi, karena bagi setiap generasi Islam sepanjang zaman, Rasulullah SAW adalah tokoh panutan yang diyakini membawa kesejahteraan dunia dan akhirat atas ijin dan perkenan Ilahi Robb melalui agama Islam. Dibalik semua perayaan yang berlangsung tersebut, ada hal yang paling penting dimaknai, agar perayaan itu bukan sekedar seremonial belaka.
Sebagai ritual keagamaan, tradisi maulid memang masih diperdebatkan boleh atau tidaknya, sunnah atau bid'ahnya. Perdebatan yang tidak terlalu prinsip sebab bukan menyangkut aqidah; melainkan bentuk dan cara, juga bukan pada esensi sejarahnya. Merayakan maulid Nabi bertujuan menghadirkan kembali riwayat ketokohan beliau untuk diketahui selanjutnya ditauladani sebagai figur yang mengajarkan agama Islam rahmatan lil'alamin.
Seremonial peringatan Maulid Nabi, baru dilakukan pada pertengahan Abad ke-6 Hijriah. Tradisi ini dimulai di Mosul oleh Syaikh Umar bin Muhammad al-Mala, kemudian dikembangkan oleh Muzhaffar al-Din bin Zaynuddin (549-630), penguasa Irbil. Tapi, esensi maulid sebagai penghadiran tokoh sejarah secara praktis sudah sangat mengakar sejak generasi pertama umat Islam. Para sahabat adalah orang-orang yang paling gemar menghadirkan sejarah Rasulullah dalam ruang kehidupan mereka, mulai dari urusan rumah tangga sampai masalah politik dan militer.
Eksistensi Rasulullah menjadi inspirasi paling sempurna bagi seorang muslim dalam menjalani realitas hidupnya. Shalah al-Din al-Ayyubi, panglima agung muslimin dan teman perjuangan Muzhaffar dalam Perang Salib, menggunakan tradisi pembacaan sejarah Nabi sebagai strategi untuk menggelegarkan motivasi jihad fisabilillah anggota pasukannya. Sejarah Nabi Muhammad SAW dengan jelas memberikan gambaran sempurna figur jiwa heroik dan ksatria. Karena itulah, al-Ayyubi berusaha menjadikan Rasulullah sebagai idola sekaligus panutan militer tentaranya melalui tradisi pembacaan sejarahnya.
Upaya al-Ayyubi membangkitkan heroisme muslimin face a face Pasukan Salib dalam bentuknya paling suspens. Dan, itu mutlak diperlukan sebagai urat nadi dari sebuah perlawanan dan perjuangan. Al-Ayyubi berhasil memenangkan Perang Salib, mengusir mereka dari Al-Quds dan daerah-daerah muslimin yang lain - mungkin salah satunya berkat pengidolaan sejarah dan motivasi historik yang terus ditanamkan dalam pikiran, jiwa dan pandangan hidup pasukannya tersebut.
Sejarah dipelajari memang untuk menghadirkan tokoh di masa lampau dalam sebuah fenomena. Ini menjadi salah satu filosofi dari displin sejarah itu sendiri. Dalam tradisi maulid, hal itu sangat kental. Bahkan, tidak hanya menghadirkan tapi juga menyegarkan kembali bahwa hanya ada satu tokoh kunci dan super idola dalam keyakinan kaum muslimin, yakni Nabi Muhammad SAW.
Menciptakan idola dari tokoh sejarah adalah hal yang cukup sulit. Tokoh sejarah hanya digambarkan dalam bentuk cerita-cerita, tidak bersentuhan secara empirik dengan realitas yang sedang kita alami. Gambaran dalam sejarah tidak sekongkrit ketika seseorang secara langsung bertemu atau merasakan sendiri bagaimana sepak terjang tokoh itu. Diperlukan penciptaan momen yang tepat agar sejarahnya hadir, menyentuh dan meninggalkan pengaruh semi-empirik terhadap seseorang.
Di sinilah, peringatan sejarah secara serentak -seperti Maulid Nabi- menemukan urgensitasnya yang paling esensial dan efektif. Seseorang lebih mudah mencintai ayah, ibu, saudara atau temannya daripada mencintai Rasulullah, karena ada interaksi langsung dengan mereka. Lebih mudah mengidolakan tokoh yang berada di sekeliling kita daripada mengidolakan tokoh sejarah seperti Rasulullah SAW. Kita bisa bersentuhan langsung dengan kiprah dan kepribadian orang-orang yang berada di sekeliling kita. Mereka lebih mudah mengisi ruang pikiran dalam hidup kita daripada tokoh sejarah.
Sulitnya menghadirkan tokoh sejarah di detak dada, diakui oleh Rasulullah sendiri. Beliau memberikan posisi istimewa untuk orang-orang yang mempercayai beliau padahal mereka tidak pernah melihat beliau. "Mereka saudara-saudaraku," sabda Beliau dalam sebuah hadits. Untuk para shahabat di sekelilingnya, Rasulullah tidak menyebut mereka "saudara", tapi "teman".
Keyakinan terhadap tokoh sejarah menjadi salah satu bagian paling inti dari agama. Dalam "al-Durr al-Mantsur", al-Suyuthi menyebutnya sebagai keimanan terhadap al-ghaib dalam arti tidak hadir dalam realitas hidup. Kepercayaan terhadap al-ghaib ini merupakan point pokok dari religiusitas seseorang.
Makna Maulid Nabi yang dalam dunia kita terus diperingati setiap tanggal kelahiran Beliau bukan lagi sebuah kesemarakan seremonial, tapi sebuah momen spiritual untuk mentasbihkan beliau sebagai figur yang mengisi pikiran, hati dan pandangan hidup kita.
Dalam setiap acara maulid, jangan dianggap hanya sebuah upacara, tapi perenungan dan pendadaran batin serta keyakinan iman agar tokoh sejarah tidak menjadi fiktif dalam diri kita, tapi betul-betul secara kongkrit tertanam, mengakar, menggerakkan detak-detak jantung dan aliran darah ini. Niscaya dengan demikian secara naluriah tergeraklah kesungguhan niat dan tekad berusaha untuk mencontoh, mentauladani akhlaq dan perilaku beliau. Dengan semangat spiritual Maulid Nabi Besar Muhammad SAW, kita bangkitkan gairah jihad fisabilillah sesuai dengan tuntunan Islam.
جَزَكُمُ الله خَيْرًا كَثِيْرً
وَعَلَيْكُمْا لسَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Sumber inspirasi: amriawanSaya Berdoa Semoga Andika Tertarik Untuk Membaca:
9 Komentar:
Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala Alihi Muhammad
semoga kita mampu meneladani Rasulullah dlm perilaku kita sehari-hari,sehingga menjadi uhamba dan umat yg selamat dunia akhirat...
salam ukhuwah..sobat..
Anggapan bahwa Imam Sholahuddin al Ayyubi adalah pencetus peringatan malam maulid nabi adalah sebuah kedustaan yang sangat nyata. Tidak ada satu pun kitab sejarah terpercaya –yang secara gamblang dan rinci menceritakan kehidupan Imam Sholahuddin al Ayyubi- menyebutkan bahwa beliau lah yang pertama kali memperingati malam maulid nabi.
Akan tetapi, para ulama ahli sejarah justru menyebutkan kebalikannya, bahwa yang pertama kali memperingati malam maulid nabi adalah para raja dari Daulah Ubaidiyyah, sebuah Negara (yang menganut keyakinan) Bathiniyyah Qoromithoh meskipun mereka menamakan dirinya sebagai Daulah Fathimiyyah. Merekalah yang dikatakan oleh Imam al Ghozali: “Mereka adalah sebuah kaum yang tampaknya sebagai orang Syiah Rafidhah padahal sebenarnya mereka adalah orang-orang kafir murni.” Hal ini dikatakan oleh al Miqrizi dalam al-Khuthoth: 1/280, al Qolqosyandi dalam Shubhul A’sya: 3/398, as Sandubi dalam Tarikh Ihtifal Bil Maulid hal.69, Muhammad Bukhoit al Muthi’I dalam Ahsanul Kalam hal.44, Ali Fikri dalam Muhadhorot beliau hal.84, Ali Mahfizh dalam al ‘Ibda’ hal.126.
Imam Ahmad bin Ali al Miqrizi berkata: “Para kholifah Fathimiyyah mempunyai banyak perayaan setiap tahunnya. Yaitu perayaan tahun baru, perayaan hari asyuro, perayaan maulid nabi, maulid Ali bin Abi Tholib, maulid Hasan, maulid Husein, maupun maulid Fathimah az Zahro’, dan maulid kholifah. (Juga ada) perayaan awal Rojab, awal Sya’ban, nisfhu Sya’ban, awal Romadhon, pertengahan Romadhon, dan penutup Ramadhon…” [al Mawa’izh:1/490]
@ BlogS of Hariyanto: Allahumma shalli 'ala Muhammad wa 'ala Alihi Muhammad... terimakasih, God bless you, Ki Daeng... salam manis dari Jawa.
@Penida: Aamiin, dan kelak dikemudian hari pun kita bisa bersama dalam Ridho Ilahi. Salam ukhuwah... Sahabatku.
@FADELAN: Alhamdulillah, tentang kaidah ilmu sejarah diajenk memang buta, Kangmas, postingan diajenk tentang agama hanyalah sebuah upaya pembelajaran diri diajenk, sembari berbagi. Dengan penjelasan yang sedemikian akurat dan bernash dari Kangmas ini, diajenk jadi mahfum. Semoga pembaca artikel ini pun mengikuti komentar Kangmas; artinya: penjelasan Kangmas sekaligus sudah meralat/memperbaiki artikel diajenk ini. Salam manis penuh madu rindu dari Lina CahNdeso.
جزاك اللهُ خيراً
God bles you, Kangmas...
ya rabbi sholli,,, ala MUHAMMAD,,,, semoga artikel ini membawa manfaat untuk kita semuaa amin
Blog yg bagus dan sangat menginspirasi...
Meneladani Rasulullah dalam perilaku dan perbuatan sehari-hari Insya Allah akan membawa kebaikan dunia akhirat...
@sarmani azam : Aamiin ya Robbal'alamin, Bang.. semoga pula kita termasuk dalam golongan kaum Muslimin yang bertaqwa. Thanks, ya, Bang...
@nabil zaky: Alhamdulillah, terimakasih atas pujian pian, mBak... semoga kita mampu melaksanakan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Aamiin. Makasih, lah, mBak..
sangat mulia nabi muhammad saw kita ini, kita harus mecontoh kepada rosul kita
akhbar
Posting Komentar
"Bila Anda berkenan, dengan segala kerendahan hati, saya mohon, sudilah menuliskan komentar di sini; Bagi Anda yang berniat Copas konten blog, saya persilahkan, dan tolong link balik diikutkan. Terima kasih, Love and Peace".